Teokrasi Kontemporer : Integrasi Teologi dan Politik dalam Negara Islam
Oleh : M. Agus Maryanto
(Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta)
Teokrasi adalah teori politik yang mengedepankan aturan ilahiah (ketuhanan) dalam sistem pemerintahannya, sebab Tuhanlah sumber dari legislasi politik. Karenanya teokrasi bisa disebut sebagai Negara Ketuhanan, dimana manusia-manusia suci seperti Nabi, Rasul, Khalifah, Imam, Amir, Wali, dan Ulama yang merupakan perpanjangan tangan Tuhan yang berhak menjadi pengelola negara memimpin umat manusia. Jadi teokrasi (Negara Ketuhanan) adalah negara yang di kelola oleh manusia-manusia ilahi.
Persoalan politik atau Negara, kadangkala dianggap merupakan wilayah luar Islam dan kotor yang tidak pantas diurusi oleh agama yang suci. Dengan gegabah sebagian orang memandang Islam terpisah dengan politik, dan ulama jangan mendekati arena politik.Cukuplah ia menjadi ahli zikir, ahli ibadah, ahli baca al-Quran, yang mengekspresikan agama cengeng yang cenderung memperhatikan dosa-dosa individual namun melupakan dosa sosial dan politik.
Dalam situasi seperti inilah, buku “Teokrasi Kontemporer : Integrasi Teologi dan Politik dalam Negara Islam” karya Dr. Salamuddin dan Candiki Repantu ini hadir mengajak semua orang untuk mengimplementasikan teokrasi sebagai politik suci, melalui tiga tahapan.
Pertama, tahap filosofis, yaitu menganalisa dengan akurat persoalan kemanusiaan serta berbagai tawaran alternatif solusinya. Kedua, tahap ideologis, yaitu menjadikan analisis-analisis filosofis yang akurat sebagai pandangan dunia yang menyatukan visi kaum muslimin. Ketiga, tahap praktis, yaitu mengimplementasikan secara nyata konsepsi Islam yang kukuh dan utuh dalam kehidupan bermasyarakat di bawah naungan pemerintahan Islam.
Dengan tiga tahapan tersebut, akan terlihatlah Islam sebagai agama yang memberikan pijakan teoritis sekaligus tuntunan praktis. Jika hal ini dapat kita laksanakan secara intensif, maka di masa depan kita akan memandang wajah cerah masyarakat Islam. Ini bukanlah angan-angan kosong dan nostalgia kebelakang, melainkan sebuah rekayasa sosial yang direncanakan.
Buku ini juga dengan yakin menegaskan bahwa politik atau Negara Islam bukanlah suatu yang utopis. Penegasan tersebut setidaknya didukung oleh dua alasan. Pertama, tidak ada garis pemisah tanpa tembus antara urusan duniawi dan ukhrawi. al-Quran dan hadits banyak membicarakan kedua urusan ini sebagai hal yang mesti diperjuangkan dan yang tak terpisahkan. Kedua, akal dengan jelas menyatakan bahwa Negara adalah kebutuhan manusia, dan agama merupakan aturan Tuhan yang mencakup kehidupan dunia dan akhirat.
Suatu hal yang menarik, penulis buku ini, Dr. Salamuddin dan Candiki Repantu dengan tegas mengemukakan komitmennya pada politik Islam, tetapi keduanya tidak apriori pada teori politik kontemporer, terutama demokrasi. Hal ini berbeda dengan banyak gerakan fundamentalis, dimana komitmen mereka pada gagasan politik Islam, sembari memvonis negatif : kafir, sesat, haram bagi gagasan politik demokrasi.
Gagasan politik demokrasi tidak diabaikan begitu saja dalam buku ini. Ia dipertimbangkan dan dianalisis dengan sangat detil serta dibandingkan dengan nalar politik Islam. Sistematika dan standarisasi yang jelas antara keduanya pun di susun. Pada tahap inilah, buku ini menunjukkan kreativitas intelektualnya yangjauh dari semangat apologetis.
Demokrasi telah menjadi sakral dalam perpolitikan dunia saat ini. Atas nama demokrasi, tindakan kezaliman di basmi, keadilan ditegakkan, kedamaian diciptakan, dan tentunya kesejahteraan dibagikan. Pendeknya, demokrasi merupakan idaman semua bangsa.Akan tetapi, praktik dan teori demokrasi yang dikembangkan di dunia kontemporer tidaklah homogen. Perkembangan ide demokrasi dipengaruhi, dibentuk dan diperkaya oleh perkembangan zaman, budaya, agama, dan kondisi sosiologis-kemasyarakatan.
Tak pelak pula, perbincangan negara demokrasi juga merambah negara-negara berpenduduk Muslim. Terutama pasca dibubarkannya Khilafah Turki Utsmani oleh Mustafa Kemal, ketika negara-negara Muslim dikuasai penjajah. Demokrasi dipandang memberikan ilham kemerdekaan. Lahirlah perlawanan-perlawanan fisik maupun diplomatik dari putra-putra Muslim untuk mendapatkan kemandirian sesuai kehendak bangsanya masing-masing. Terjadilah pergolakan di berbagai wilayahbahkan menghasilkan revolusi yang radikal. Salah satu revolusi terbesar abad kontemporer adalah Revolusi Islam Iran yang dimotori oleh ulama tradisional Iran, Imam Khomeini.
Imam Khomeini selain menggunakan spirit Islam dalam memobilisir revolusi, juga mengusung demokrasi dalam bentuk negaranya, Republik Islam Iran. Label republik melambangkan semangat demokrasi yang mengandung makna pengakuan atas hak-hak rakyat. Hanya saja beliau menyandingkan term republik dengan Islam, sehingga kesan yang muncul kemudian, demokrasi yang dimaksud oleh Khomeini berbeda dengan demokrasi yang dipahami oleh Barat.
Keyakinan mutlak Sang Imam pada kesempurnaan konsepsi politik Islam tidak menyisakan ruang bagi pemikiran lain untuk menggerogoti nalar politik Islam tersebut. Untuk itu, ia merumuskan suatu konsepsi politik Islam yang khas yang disebutnya dengan wilayah al-faqih. Melalui konsepsi inilah, Imam Khumaini berhasil mengintegrasikan secara utuh teologi dan politik. Negara yang awalnya berbentuk Monarki Islam diubah menjadi Teokrasi Kontemporer.
Dengan model teokrasi ini, Iran berhasil menempatkan ulama sebagai pewaris nabi dalam menjaga tatanan agama dan Negara.Sistem ini juga, telah terbukti mampu mencegah tampilnya orang-orang ‘idiot’ dan ‘pendosa’ untuk menjadi pemimpin. Sekalipun demikian, bukan berarti dalam sistem teokrasi suara rakyat sama sekali diabaikan. Dengan demikian, Iran yang selama ini didengungkan Barat sebagai negara yang tidak demokratis, ternyata memiliki model demokrasi tersendiri yang mereka sebut dengan ‘demokrasi sejati’ atau teokrasi kontemporer.
Saat ini, demokrasi dan teokrasi model Wilayah al-Faqih merupakan dua sistem politik yang betul-betul eksis dalam politik dunia. Buku ini memotret kedua fenomena itu. Perspektif yang digunakan dalam buku ini adalah dengan melacak akar pemikiran dan landasan masing-masing sehingga akan terlihat titik temu sekaligus titik beda antara keduanya. Caranya adalah, dengan terlebih dahulu mempertajam karakteristik atau ciri-ciri pokok serta nilai-nilai fundamental kedua konsep tersebut. Kemudian akan beranjak pada analisis praktek pemerintahan teokrasi kontemporer wilayah al-faqihdi Iran.
Buku ini, selain pengantar, dibagi dalam tiga bagian. Pertama, membahas Negara, Demokrasi danIslam yang terdiri dari pembicaraan tentang konsep Negara Islam dan Demokrasi Sebagai Tatanan Politik Kontemporer, serta mengulas dengan panjang lebar lima tahapan merumuskan demokrasi Islam.
Bagian kedua, membahas dasar Teologis Dan Ideologis Wilayah Al-Faqihsebagai gagasan ulama syiah. Maka diulaslah konsep Imamah dan Wilayah dan bagaimana wilayah al-faqih mampu mengintegrasikan antara teologi dan politik. Dikaji secara detil Makna dan sejarah gagasan Wilayah al-Faqih,Dasar Wilayah al-Faqih,Negara dalam Perspektif Wilayah al-Faqih;Tugas, Tanggung Jawab dan wewenang mutlak Wilayah al-Faqih; danKualifikasi Menjadi Wali Faqih; sertapembahasan tentang Demokrasi dan Wilayah al-Faqihyang mengulas tiga isu utama yaitu Sumber Legislasi Politik, Sumber Hukum, dan Pemisahan Kekuasaan (separation of power).
Pada bagian ketiga, membahas tentang praktik Demokrasi dan Wilayah al-Faqih di Iran sebagai Negara Teokrasi Kontemporer.Di sini diulas keadaan umum Iran dari kondisi geografi, sosiologi, ideologi, politik, intelektual hingga keagamaannya. Dilanjutkan dengan membahas implementasi sitsem pemerintahan Iran yang tertuang dalam konstitusi Iran. Berikutnya di ulas tentang pelaksanaan pemilihan umum, penghargaan terhadap HAM, dan pemberian kebebasan kepada rakyat dalam berserikat, berpendapat, kebebasan pers dan budaya. Secara khusus membahas kondisi perempuan di Iran.
Adapun pada bagian penutup, dengan judul Apakah Iran Negara Demokratis? disimpulkan bahwa Iran dari sisi demokrasi modern, maka Iran adalah negara demokrasi, dan dari sisi Islam, Iran adalah Negara Islam. Karena itu, Iran adalah negara Teokrasi Kontemporer yang mengintegrasikan teologi dan politik. Setuju atau tidak, anda harus membaca buku ini!