Hakekat Dzul Qarnain

potret lukisan Cyrus the Great
Oleh: A. Sonhadji Mughni*
Allah Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman, “Mereka akan bertanya kepadamu [hai Muhammad] tentang Dzul Qarnain. Katakanlah, ‘Aku akan bacakan kepada kalian kisah tentangnya…” (QS. al-Kahfi [18]: 83-98)
Mengenai kisahnya di dalam ayat-ayat tersebut, para ahli tafsir beragam pendapatnya, dan yang paling krusial ada tiga pendapat seperti berikut ini:
Pertama, Dzul Qarnain tidak lain adalah Iskandar al-Maqduni (Alexander Agung). Kata mereka, pasca kematian ayahnya, ia kuasai negara-negara Roma, Maghrib (Maroko), dan Mesir. Ia bangun kota yang bernama Iskandariyah, Mesir, kuasai Baitul Maqdis dan Syam (Suriah), kemudian lanjuntukan ekspansinya ke Armenia, taklukkan Irak dan Iran, lalu ke India dan China, terus kembali ke Khurasan dan bangun berbagai kota di Khurasan, lalu kembali ke Irak. Kemudian jatuh sakit dan wafat di kota Zuur (Suriah?) dalam usia tidak lebih dari 36 tahun. Jasadnya dibawa dan dimakamkan di Iskandariyah.
Kedua, sebagian sejarawan sepakat bahwa Dzul Qarnain itu adalah raja Yaman (raja-raja Yaman dijuluki gelar Tubba’. Bentuk pluralnya Tababi’ah). Di antara mereka itu al-Ashma’i di dalam Târîkh al-‘Arab Qabl al-Islam, Ibnu Hisyam di dalam as-Sîrah an-Nabawiyyah, dan Abu Raihan al-Biruni di dalam al-Âtsâr al-Bâqiyah.
Di dalam syair-syair kaum Himyari (dari bangsa Yaman) n sebagian penyair Jahiliyah dijumpai bahwa mereka merasa bangga dengan sosok Dzul Qarnain. Bendungan Ma’rib di Yaman yang terkenal itu, menurut mereka, dibuat oleh Dzul Qarnain.
Ketiga, pendapat paling baru yang dikemukakan oleh ilmuwan masyhur Abul Kalam Azad (1888-1958), Menteri Kebudayaan India pada waktu itu, di buku hasil penelitiannya. Dikatakan bahwa sosok Dzul Qarnain tak lain adalah Khurush (Cyrus) Yang Agung (576-530 SM), pendiri kekaisaran Persia, Rajadiraja Persia, Raja Aryavarta (Uighur kuno), Raja Anshan, Raja Media, Raja Babel (Babilonia), Raja Sumeria dan Akkadia, King of The Four Corners of The World.

Makam Cyrus The Great di Pasargadae, Iran.
Ia terkenal amat toleran terhadap agama-agama setempat, juga adat-istiadat mereka. Dan ia senantiasa jauhkan diri dari sikap kejam dan ganas seperti lazimnya para penakluk.
Namanya disebut di dalam Alkitab Ibrani serta Perjanjian Lama di Alkitab Kristen karena titahnya untuk kembalikan orang-orang buangan, termasuk Yahudi, ke tanah air masing-masing, dan izinkan orang-orang Yahudi bangun kembali Bait Suci di Yerussalem. (Yesaya, 45: 13; 2 Tawarikh, 36: 22-23; n Ezra 1: 1-8)
Titah tersebut ditulis, antara lain, di dalam Silinder Koresh yang ditulis tahun 539 SM n disimpan saat ini di British Museum, London. Jika tidak karena Khurush kiranya orang-orang Yahudi akan musnah sebagai kelompok yang terasing pada abad ke-5 SM. (Media.isnet.org/iptek/100/Cyrus.html)
Daerah-daerah kekuasaan pada puncak kejayaannya adalah Kerajaan Media (kini wilayah Iran); Kerajaan Babilonia di Mesopotamia (kini wilayah Irak); Suriah dan Palestina; Mesir; beberapa daerah di timur laut dari kerajaan Media (Asia Tengah), didapatnya dari menaklukkan Massage Tae, suku nomad yang hidup di sebelah timur laut Kaspia; Kerajaan Lidia di Asia Kecil (kini wilayah Turki); sebagian negara Pakistan dan Afganistan sekarang ini; dan sedikit daerah India.
Makamnya di ibukota Pasargadae (dibangun sktr 530 SM), masih ada sampai sekarang. Strabo dan Arrian mencatat gambaran yang mirip tentang makam ini berdasarkan laporan Aristobulus dari Cassandarieia, yang atas perintah Iskandar Agung (Alexander the Great), kunjungi makam ini dua kali. (Strabo, Geographica, 15.3.7; Arrian, Anabasis Alexandarii, 6.29)
Dan menurut Plutarch (45-120), penulis biografi dan esay Yunani, batu nisannya bertuliskan, “Oh insan, siapa pun engkau dan darimn pun kau datang, karena aku tahu kau akan datang, akulah Koresh yang menangkan kerajaan untuk orang-orang Persia. Karena itu jangan berkeberatan terhadapku akan sedikit tanah ini untuk tutupi tulang-tulangku.” ( Life of Alexander, 69, in Plutarch: The Age of Alexander, translated by Ian Scott-Kilvert [Penguin Classics, 1973], p. 326.; similar insecaraiptions give Arrian n Strabo)
Pendapat ketiga ini didasarkan pada dua hal berikut, yaitu asbabun nuzul ayatnya bahwa yang bertanya kepada Nabi saw tentang Dzul Qarnain itu adalah Yahudi atau Quraisy dengan provokasi Yahudi. Maka akar masalahnya ini harus dicari di dalam kitab-kitab Yahudi.
Kitab Daniel, pasal 8, menyebutkan, “Pada tahun pemerintahan Bal Shassar telah terjadi sebuah mimpi atasku, Daniel, yang sebelumnya terjadi pula mimpi yang pertama atasku. Dalam mimpiku itu aku lihat diriku berada di dalam istana Shushan yang terletak di negara Ilam. Aku sedang berdiri di dekat sungai Uuloy dan menatap sekeliling ketika kemudian tatapan mataku tertumbuk pada seekor biri-biri jantan yang sedang berdiri di seberang sungai.
Biri-biri jantan itu miliki dua tanduk yang panjang…Ia arahkannya ke timur, barat, dan utara. Tidak satu binatang pun yang mampu hadapinya. Karena tidak satu pun yang bisa lepaskan diri dari cengkeramannya maka mereka sepakati untuk jalankan apa yang diperintahkannya, dan hal ini jadikannya bertambah besar.”
Juga termaktub, “Jibril tampakkan diri di hadapannya (Daniel) dan ta’birkan mimpinya sebagai berikut, ‘Biri-biri jantan pemilik dua tanduk yang kamu lihat itu adalah raja Madain dan Persia (raja Mad dan Persia).”
Dengan melihat tanda-tanda mimpi Daniel itu kaum Yahudi simpulkan, masa penjajahan terhadap mereka akan berakhir, dan mereka pun akan bebas dari cengkeraman kaum Babylon dengan bangkitnya salah satu raja Mad dan Persia dengan kemenangan yang diperolehnya atas raja-raja Babylon.
Tidak lama kemudian Khurush pegang kekuasaan di Iran dan ia satukan bangsa Mad dan Persia sehingga terbentuklah sebuah kesultanan besar. Ia pun lakukan ekspansi besar-besaran ke wilayah barat, timur, dan utara sebagaimana mimpi Daniel, dan bebaskan kaum Yahudi serta beri izin mereka kembali ke tanah Palestina.
Lalu di dalam kitab Ash’iya, pasal 44, ayat 28, disebutkan, “Kemudian, secara khusus tentang Khurush, Dia berfirman, ia adalah malam-malamKu, dan ia telah selesaikan semua keinginan-Ku. Ia akan katakan pada Yarussalem, ‘engkau pasti akan dibangun.’”
Dan, dalam sebagian ungkapan-ungkapan di dalam Taurat, Khurush juga diberi julukan Elang Timur dan Pria Bijaksana yang datang dari tempat yang jauh.
Itu hal yang pertama. Hal kedua, pada abad ke-19 telah ditemukan sebuah patung Khurush di dekat kolam renang yang terletak di samping sungai Murghab. Patung ini tingginya seukuran tinggi manusia, dan sosok Khurush di sini dijelmakan dengan bentuk manusia yang memiliki dua sayap yang terletak di kedua sisinya sebagaimana sayap elang, dan di atas kepalanya terletak sebuah mahkota dengan dua buah tanduk seperti tanduk-tanduk yang dimiliki biri-biri jantan dalam mimpi Daniel.
Patung hasil karya para pemahat kuno itu jadi obyek yang amat menarik perhatian para ilmuwan, di antaranya sebagian ilmuwan Jerman yang lakukan perjalanan ke Iran hanya untuk lihat patung yang sangat bersejarah itu.
Dan sebagai hamba Allah yang saleh, seperti dinyatakan Allah dalam firman-Nya itu, Dzul Qarnain atau Khurush atau Koresh telah diabadikan sifat-sifat mulianya oleh para penulis sejarah yang hidup di masa Yunani atau pun setelahnya.
Herodotus (484-425 SM), Bapak Sejarah, menulis di dalam Historia, “Khurush perintahkan tentaranya agar tidak arahkan pedangnya kecuali kepada prajurit perang. Juga untuk tidak bunuh prajurit dari pihak musuh yang telah tundukkan pedangnya, dan laskarnya pun taati yang diperintahkan olehnya, sehingga lapisan masyarakat tidak rasakan musibah dari peperangan.”
Tentang sosok Khurush, tulis sejarawan Yunani itu, “Khurush adalah raja yang mulia, periang, sangat lembut, serta penyayang. Ia tidak sukai ketamakan seperti raja-raja lain. Ia sangat tertarik dengan sifat-sifat mulia dan murah hati. Ia ciptakan keadilan untuk orang-orang yang tertindas dan ia kian sukai suatu perbuatan yang di dalamnya janjikan kebaikan yang lebih.”
Sejarawan Yunani lainnya, Dey Nufen, menulis, “Khurush raja yang arif dan penyayang. Sifat kebesaran para raja dan keutamaan para arif berkumpul di dalam dirinya. Ia punya kepedulian yang dimiliki oleh para petinggi, penampilannya wajar, syair-syair yang dimilikinya tunjukkan rasa kemanusiaan, dan wujudnya adalah lambang keadilan dan kerendahan hati. Sifat dermawan di dalam dirinya telah gantikan kesombongan dan rasa bangganya.”
Para penulis sejarah itu adalah orang-orang Yunani, padahal, seperti diketahui, bangsa Yunani tak pernah pandang Khurush secara bersahabat. Mereka alami kekalahan besar dan telak pasca jatuhnya negara Liudya ke dalam kekuasaan Khurush.
Kesesuaian lainnya bahwa Khurush memulai ekspansinya ke Negara Liudya, di bagian selatan Asia Kecil yang terletak di bagian barat dari pusat pemerintahan Khurush.
Bila peta pantai barat Asia Kecil itu diletakkan di hadapan kita maka akan kita ketahui bahwa sebagain besar pantai tersebut akan tenggelam ke dalam teluk-teluk kecil, khususnya yang berada di dekat Azmir, dmn teluk di daerah ini muncul dalam bentuk sumber mata air. Begitulah maksud dari firman Allah, dalam perjalanannya menuju wilayah barat, Dzul Qarnain rasakan matahari akan tenggelam ke sebuah sumber mata air yang berlumpur. (QS. al-Kahfi [18]: 86)
Setelah ekspansi keduanya menuju ke timur, Herodotus menulis, “Serangan Khurush ke timur ini terjadi pasca penaklukan Liudya. Hal ini khususnya dikarenakan para pemberontak sebagian dari kabilah-kabilah liar telah paksa Khurush untuk lakukan serangan ini.”
Al-Quran menggambarkan, “Hingga bila ia telah sampai ke tempat terbit matahari ia dapati matahari itu menyinari segolongan umat yang tidak Kami jadikan bagi mereka itu sesuatu yang dapat melindunginya dari [cahaya] matahari itu.” (QS. 18: 90)
Ini isyarat bahwa perjalanan Khurush yang dilakukannya hingga ke perbatasan bagian timur, yang ia saksikan matahari menyinari satu kaum yang tidak miliki pelindung dari sinarnya, menunjukkan bahwa kaum tersebut adalah pengembara yang biasa berada di padang sahara.
Ekspansi ketiganya ke utara, menuju pegunungan Qafqaf (Vladkavkaz) hingga sampai di daerah lembah antara dua gunung. Untuk hindari serangan kaum liar, ia bangun tanggul yang sangat tangguh berhadapan dengan daerah lembah tersebut sesuai dengan keinginan penduduk setempat.
Lembah tersebut sekarang dinamakan lembah pegunungan Darial yang berada di antara Vladkyukez dan Taflis. Hingga kini, di tempat itu masih terlihat adanya dinding besi, dan dinding besi itulah tanggul yang dibangun Khurush, sebab sifat-sifat yang dipaparkan al-Quran tentang tanggul Dzul Qarnain sangat mirip dengan tanggul tersebut.
Kemudian simak yang dipaparkan Syarif al-Idariisi (1110-1165), pakar geografi, kartografi, mesirologi, serta pengembara yang tinggal di Sisilia, di istana Raja Roger II, di bukunya Nuzhât al-Musytâq fi Ikhtirâq al-Āfâk. Ilmuwan keturunan Nabi dari garis Hasan itu menulis berdasarkan riwayat penelitian Sallam, staf peneliti di masa khalifah Watsiq Billah (842-847).
Konon, khalifah Abasiyah itu bermimpi, tembok yang dibangun Dzul Qarnain untuk penjarakan Ya’juj-Ma’juj terbuka. Dan mimpinya itu telah dorong dirinya untuk mengetahui perihal tembok itu dan kepastian lokasinya. Kemudian ia instruksikan Sallam untuk penuhi hasratnya itu.
Dengan disertai 50 orang dan biaya 5.000 dinar, Sallam berangkat menuju Armenia. Di sana ia temui Ishaq bin Ismail, penguasa Armenia. Dari Armenia rombongan menuju arah utara ke wilayah-wilayah Rusia. Sallam bawa serta dari Ishaq yang ditujukan untuk penguasa Sarir, penguasa Lan, dan penguasa Faylan (nama-nama daerah itu kini tak dikenal). Penguasa Faylan lalu utus 5 org penunjuk jalan untuk bantu rombongan Sallam sampai ke pegunungan Ya’juj-Ma’juj.
Setelah 27 hari arungi puing2 daerah Basjarat akhirnya rombongan tiba di suatu daerah luas yang bertanah hitam dan berbau tidak enak. Selama 10 hari mereka lewati daerah yang menyesakkan itu kemudian tiba di wilayah berantakan yang tak berpenghuni. Penunjuk jalan pun kabarkan bahwa itu adalah bekas daerah yang dihancurkan Ya’juj-Ma’juj.
Lalu mereka menuju daerah benteng selama 6 hari. Daerah itu berpenghuni dan berada di balik gunung tempat Ya’juj-Ma’juj berada, terus menuju pegunungan Ya’juj-Ma’juj. Di situ Sallam lihat pegunungan yang terpisah lembah. Luas lembahnya sktr 150 m. Lembah itu ditutup tembok dan pintu besi sktr 50 m.
Gambaran Sallam mengenai tembok dan pintu besi itu disebutkan dengan sangat detil oleh al-Idariisi di bukunya itu, halaman. 934-938.
Pembuat peta Tabula Rogeriana ( Kitab Rujjar) yang terkenal itu juga ceritakan berdasarkan riwayat Sallam bahwa penduduk di sekitar pegunungan biasanya pukul kunci pintu besi 3 kali sehari, lalu mereka tempelkan telinganya ke pintu untuk dengarkan reaksi dari dalam pintu. Ternyata terdengar gema teriakan dari dalam. Hal itu tunjukkan bahwa di dalam pintu tersebut betul-betul ada makhluk jenis manusia yang disebut sebagai Ya’juj-Ma’juj itu.
Ya’juj dan Ma’juj itu sendiri, masih kata Syarif al-Idariisi, adalah dua suku keturunan Sam bin Nuh. Mereka sering mengganggu, menyerbu, serta membunuh suku-suku lain. Mereka itu pembuat onar dan sering hancurkan suatu daerah.
Masyarakat kemudian adukan kelakuan kedua suku barbar itu kepada Dzul Qarnain. Maka Rajadiraja Persia itu giring (usir) mereka ke sebuah pegunungan lalu menutupnya dengan tembok dan pintu besi. Menjelang hari kiamat pintu itu akan jebol dan mereka akan keluar dan membuat onar lagi di muka bumi ini sampai turunnya Nabi Isa al-Masih.
Di bukunya itu juga, Syarif al-Idariisi tuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah lihat Ya’juj-Ma’juj. Mereka klaim pernah lihat gerombolan orang di atas tembok penutup, lalu angin badai bertiup lemparkan mereka. Penduduk di situ lihat tubuh mereka sangat kecil.
Kemudian rombongan Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan) kemudian Samarkand (Uzbekistan) lalu kota Ray (Iran) dan kembali ke istana Watsiq di Surra Man Ra’a, Iraq. Semua yang ditemukannya itu dilaporkan kepada khalifah dengan detil.
Ibnu Batuthah pun di buku Rihlah-nya tuturkan bahwa pegunungan Ya’juj-Ma’juj berada sekitar perjalanan 6 hari dari Cina. Penuturannya itu tidak bertentangan dengan Syarif al-Idariisi. Soalnya di sebelah barat Laut Cina adalah daerah-daerah Rusia.
Dengan demikian pendapat pertama dan kedua tersebut tentang sosok Dzul Qarnain dari banyak aspek tidak bisa diterima, antara lain disebabkan tidak miliki bukti yang relevan dengan sejarah. Iskandar al-Maqduni pun tak punya kriteria yang dimiliki Dzul Qarnain sebagaimana tertera di dalam al-Quran, dan ia pun bukan seorang dari raja-raja Yaman. Lalu soal tanggul Ma’rib di Yaman yang konon dibangun oleh Iskandar al-Maqduni sama sekali tidak sesuai dengan sifat-sifat tanggul yang dibangun Dzul Qarnain.
Tanggul Ma’rib dibuat dengan konstruksi biasa, sebab memang dimaksudkan untuk kumpulkan air dan halangi terjadinya banjir seperti dijelaskan al-Quran di dalam Surat Saba’. Dengan tanggul yang dibangun Dzul Qarnain, konstruksinya dari besi dan tembaga sangat kuat dan kokoh untuk jangka waktu yang sangat panjang sekali, sebab ditujukan untuk halangi serangan kaum barbar yang amat sadis dan bengis itu.
Tanggul Ma’rib pun hanya tinggal sejarah yang tak membekas sejak negeri Saba’ [Yaman selatan] dihancurkan Allah (QS. Saba’ [34]: 16), dengan dinding Dzul Qarnain berada di Armenia dan Azerbaijan, tepatnya di pegunungan Kaukakus, berdasarkan tulisan Syarif Muhammad al-Idariisi, dan akan jebol jelang hari kiamat (QS. al-Kahfi [18]: 98).
Dzul Qarnain dan Al-Mahdi
Dzul Qarnain bukan Nabi, melainkan seorang hamba Allah yang saleh yang dicintai Allah. Ia dipercaya Allah untuk atasi kezaliman-kezaliman di sebelah barat, timur, dan utara dari pusat kekuasaannya. Dalam konteks ini, Ali bin Abi Thalib berkata:
“Allah jadikan awan jinak kepadanya sedemikian rupa sehingga ia bisa mengendarainya, dan Dia berikan kepadanya sarana untuk mencapai segala sesuatu, dan Dia jadikan tiap tempat terang baginya sehingga malam dan siang jadi sama baginya. Itulah arti Allah jadikannya perkasa di muka bumi.” (Thabarsi, Majma’ al-Bayan, 15: 119)
Disebutkan pula di dalam riwayat lainnya bahwa Dzul Qarnain diberi pilihan antara dua jenis awan, ia pilih awan yang mudah dikendalikan. Adapun yang sulit dikendalikan disimpan buat Imam Mahdi. Sang penguasa zaman itu akan tunggangi awan yang disertai petir, halilintar,dan kilat tersebut nanti dalam perangi musuh-musuh Islam jelang hari kiamat.
*penulis buku “Menyoal Keterbelakangan Umat: Kajian Tasawuf & Filsafat”