Apakah Bertawassul Itu Syirik?
Berikut ini dalil-dalil yang dikemukakan ulama Ahlus-Sunnah wal Jamaah terkait tawasul, untuk pembuktian bahwa tawasul bukan syirik, apalagi kafir.
1. Nabi Adam Bertawassul Kepada Nabi Muhammad
Berdoa dengan metode tawassul (menggunakan perantara) sebenarnya telah dipraktekkan oleh manusia pertama, yakni Nabi Adam as. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim yang sanadnya bersambung sampai kepada Umar Ibn Khatthab, Rasulullah SAW bersabda, ”Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berdoa ; “Ya Allah, Aku mohon kepada-Mu dengan haknya Muhammad agar Engkau mengampuniku.”
Allah berkata; ‘Wahai Adam bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal Aku belum menciptakanya ?”
“Wahai Tuhanku, ketika Engkau menciptakanku dengan kekuatan-Mu dan Engkau tiupkan nyawa pada tubuhku dari roh-Mu, maka aku tengadahkan kepalaku lalu aku melihat di kaki-kaki ‘Arsy terdapat tulisan “Laa Ilaha illAllah Muhammadur Rasulullah”, maka saya yakin Engkau tidak menyandarkan pada nama-Mu kecuali nama makhluk yang paling Engkau cintai,” jawab Adam.
“Benar kamu wahai Adam, Muhammad adalah makhluk yang paling Aku cintai. Berdoalah kepada-Ku dengan haknya Muhammad, maka Aku ampuni kamu. Seandainya tanpa Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu.” lanjut Allah. (Imam Al Hakim menilainya sebagai hadits shohih)
Hadits di atas diriwayatkan pula oleh Imam Al Baihaqi dalam kitabnya Dalaailun Nubuwwah. Imam As-Suyuthi juga meriwayatkannya dalam kitab Al Khoshoishun Nabawiyyah dan mengkategorikan sebagai hadits shohih. As Syaikh Ibnu Taimiyah juga menyebutkan hadits serupa dari jalur Maisaroh.
2. Tawassul Dengan Nabi Ketika Beliau Masih Hidup
Berdoa dengan metode tawassul juga telah diajarkan oleh Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam, diantara sahabat yang berdoa dengan cara tawassul adalah kisah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim dan Imam At Tirmidzi.
Utsman bin Hunaif mengisahkan bahwa pada suatu ketika ada seorang lelaki buta mengadu kepada Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sungguh saya tidak memiliki penuntun dan saya merasa berat,” kata laki-laki buta tersebut.
Kemudian Rasulullah memerintahkan : “Pergilah ke tempat wudhu dan berwu-dhulah, kemudian sholatlah dua rakaat.”
Selanjutnya laki-laki tersebut berdoa, “Ya Allah, sungguh saya memohon kepada-Mu dan bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad, Nabi rohmat. Wahai Muhammad saya bertawassul denganmu kepada Tuhanmu agar Dia menyembuhkan pandanganku. Ya Allah, terimalah syafa’atnya untukku dan terimalah syafaatku untuk diriku.”
Utsman (yang meriwayatkan hadits) berkata, “Maka demi Allah, kami belum bubar dan belum lama obrolan selesai, sampai lelaki buta itu masuk seolah ia belum pernah mengalami kebutaan.”
Imam Al Hakim meriwayatkan hadits diatas dalam Al Mustadrok, dan beliau berkata bahwa hadits tersebut shohih, sedang Imam At Tirmidzi menilai hadits diatas sebagai hadits hasan shohih yang ghorib.
Perlu dicatat, bahwa dalam redaksi hadits tersebut tidak terdapat keterangan bahwa Rasulullah mendoakan laki-laki tersebut, Rasulullah hanya menyuruhnya berwudhu, kemudian sholat dua roka’at dan mengajari berdoa sebagaimana dalam hadits di atas.
3. Tawassul Dengan Nabi Sesudah Wafatnya Beliau
Dalam riwayat Imam At Thobaroni, sahabat ‘Utsman bin Hunaif menuturkan sebuah kisah yang berkaitan dengan hadits di atas. Bahwasannya, pada masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan, seorang lelaki berulang-ulang datang kepada ‘Utsman ibn ‘Affan untuk keperluannya. ‘Utsman sendiri tidak pernah menoleh kepadanya dan tidak mempedulikan keperluannya. Lalu lelaki itu bertemu dengan ‘Utsman ibn Hunaif. Kepada Utsman ibn Hunaif ia mengadukan sikap Utsman ibn ‘Affan kepadanya.
Utsman bin Hunaif menyuruh laki-laki tersebut, “Pergilah ke tempat wudlu, lalu masuklah ke masjid untuk sholat dua rakaat. Kemudian bacalah doa : Ya Allah sungguh saya memohon kepada-Mu bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad, Nabi rahmat. Wahai Muhammad, saya menghadap kepada Tuhanmu denganmu. Maka kabulkanlah keperluanku. ” Dan sebutkanlah keperluanmu.
Lelaki itu pun pergi melaksanakan saran dari Utsman ibn Hunaif. Kemudian ia datang menuju pintu gerbang Utsman ibn Affan yang langsung disambut oleh penjaga pintu. Dengan memegang tangannya, sang penjaga langsung memasukkannya menemui Utsman ibn Affan. Kholifah (Utsman Ibn Affan) kemudian mempersilahkan keduanya duduk di atas permadani bersama dirinya. “Apa keperluanmu?” tanya Kholifah. Lelaki itu pun menyebutkan keperluannya, kemudian
Kholifah memenuhinya. “Engkau tidak pernah menyebutkan keperluanmu hingga tiba saat ini.” kata Utsman, “Jika kapan-kapan ada keperluan datanglah kepada saya,” lanjut Utsman Ibn Affan.
Setelah keluar, lelaki itu berjumpa dengan Utsman ibn Hunaif dan menyapanya, ia mengira sebelum dirinya bertemu Kholifah, terlebih dahulu ‘Utsman bin Hunaif telah menemui sang Kholifah guna menyampaikan hajatnya, akan tetapi ‘Utsman bin Hunaif menolak prasangka leleki tersebut, dan berkata : “Demi Allah, saya tidak pernah berbicara dengan Utsman ibn Affan. Namun aku menyaksikan Rasulullah didatangi seorang lelaki buta yang mengadukan matanya yang buta. “Adakah kamu mau bersabar?” kata Nabi. “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki penuntun dan saya merasa kerepotan,”katanya. Maka Nabi berkata padanya : “Datanglah ke tempat wudlu’ lalu berwudlu’lah kemudian sholatlah dua roka’at. Sesudahnya bacalah do’a ini.” Utsman ibn Hunaif berkata: “Maka demi Allah, kami belum bubar dan belum lama obrolan selesai, akhirnya lelaki buta itu masuk seolah ia belum pernah mengalami kebutaan.” (HR. At Thobaroni.) Setelah menyebut hadits ini At Thobaroni berkomentar, “Status hadits ini shohih.”
(Dikutip dari tulisan Ustad Abu Hilya, islam-institute.com)