Video Eksekusi James Foley, Kepingan Operasi Bendera Palsu
LiputanIslam.com — Sebenarnya, tanpa adanya skenario gorok leher wartawan Amerika Serikat James Foley, publik telah mengetahui bahwa kawanan teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memang benar-benar kejam.
Kejahatan ISIS tak terhitung, seperti; membunuh rakyat sipil (termasuk pemuka agama), mengeksekusi tentara yang telah menyerah, memaksa para wanita untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, merampas kilang minyak, menghancurkan fasilitas umum dan tempat beribadah, dan pastinya, ISIS melakukan makar pada negara yang berdaulat.
Namun, perlahan tetapi pasti, kebohongan ini benar-benar terkuak. Juru bicara Presiden Suriah, mengatakan bahwa Foley telah meninggal tahun lalu. Ia juga meminta media untuk melakukan klarifikasi kepada PBB, karena pihaknya sangat yakin dengan keakuratan informasi yang mereka miliki.
“James Foley pertama kali ditangkap oleh Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dan ia dijual ke komplotan ISIS. Anda dapat melakukan konfirmasi kepada PBB. James Foley tewas tahun lalu, bukan baru-baru ini. Dan sekarang, mereka (ISIS) hanya sekedar merilis gambar,” ungkap Bouthaina Shabaan, seperti dilansir Ria Novosti, 26 Agustus 2014.
Sebelumnya dari analisis video ini, diungkapkan kecurigaan para ahli terkait keaslian sosok Foley. Foley yang asli dan Foley dalam video terlihat tidak mirip. Foley asli memiliki rahang yang kokoh, bekas luka pada bawah bibir sebelah kanan, alis tebal, bibir penuh, serta terlihat jelas jakun di lehernya. Sedangkan Foley pada video yang dirilis ISIS, struktur rahangnya halus, tak ada bekas luka di bawah bibir, alis dan bibirnya tipis, dan tak berjakun.
Lalu setelah peredaran video ini tidak bisa dibendung, tiba-tiba saja Abu Bakar Al-Baghdadi mengeluarkan larangan bagi para jihadis untuk merilis video. Mengherankan, selama ini kita saban hari disuguhi dengan berbagai foto dan video eksekusi yang mereka lakukan dengan bangga di hadapan kamera. Dan dalam hitungan detik, video tersebut sudah menyebar ke seluruh dunia. Apakah yang salah, sehingga tiba-tiba Al-Baghdadi melarang hal itu? (Baca juga: Al-Baghdadi Larang Publikasi Rekaman Pemenggalan Kepala)
Pasca tersebarnya video eksekusi Foley, kita dihadapkan berita ratapan ibu dan adik perempuan Foley. Media nasional seperti Kompas, dan Merdeka, menyuguhkan berita yang menceritakan pernyataan-pernyataan dari ibu Foley pasca beredarnya video eksekusi. Globalpost, bahkan melansir surat-surat yang dikirimkan oleh ISIS kepada keluarga Foley pada 12 Agustus 2014, sebagai bukti bahwa Foley yang dieksekusi dalam video, memang benar-benar asli.
Sayang, sandiwara ini terkuak. Wanita yang berperan sebagai ibu Foley adalah Adriana Victoria Munoz. Ia pernah berperan sebagai saksi mata ketika terjadi peristiwa pengeboman di Boston pada tahun 2013. Sebelumnya, ia juga berperan sebagai teman dari orangtua siswa yang tertembak dalam tragedi penembakan Sandy Hook.
Sedangkan wanita yang berperan sebagai adik perempuan Foley, sebelumnya pernah berperan sebagai Alex Israel, teman sekelas Adam Lanza yang melakukan penembakan di sekolah Sandy Hook pada tahun 2012. Artinya, baik ibu maupun adik perempuan Foley yang dipublikasikan oleh media, bukanlah sosok yang sebenarnya. Melainkan, diperankan oleh spesial aktris yang sebelumnya telah melakukan akting untuk mengelabui/ menggiring opini publik.
Untuk lebih jelasnya, silahkan saksikan analisis video ini:
http://www.youtube.com/watch?v=7KGrf2yyMno
Mereka Mengulangi Sandiwara yang Sama.
Tepat setahun lalu, terjadi peristiwa mengenaskan di Suriah. Ratusan penduduk sipil di Ghouta, tewas akibat serangan senjata kimia. Baik Tentara Suriah, maupun pemberontak, saling tuding satu sama lain. Namun meski demikian, Barack Obama begitu yakin bahwa pelakunya adalah Tentara Suriah yang mendukung Assad, dan karenanya, Assad harus dihukum.
Obama dan sekutunya pun mengambil ancang-ancang untuk melakukan intervensi militer langsung kepada Suriah, namun sayang, ia sama sekali tidak didukung oleh rakyat Amerika. Saat disurvey, mayoritas warga Amerika menolak serangan militer di Suriah. Tragisnya lagi, warga Amerika hanya mengijinkan penyerangan terhadap Suriah, jika Obama dan para senator yang langsung terjun memanggul senjata di medan perang. Di lain pihak, Tentara AS sendiri rama-ramai menyuarakan penolakan mereka atas gagasan Obama ini. Begitu pula halnya yang terjadi pada Inggris, gagasan David Cameron juga tidak mendapatkan persetujuan dari Parlemen untuk menyerang Suriah secara langsung.
Padahal saat itu, guna meyakinkan masyarakat dunia terkait tragedi senjata kimia di Ghouta, skenario sudah dipersiapkan dengan sempurna. BBC, telah menyiapkan video menyentuh, yang menunjukkan seorang laki-laki mudah seperti berlumuran darah sambil meringis mengacungkan jari-jari tangannya membentuk huruf “V.” Sepertinya, pemuda itu adalah salah satu aktor yang digunakan BBC untuk membuat video propaganda.
Pada menit ke 2:42 , kembali ditayangkan para aktor dan kru yang sedang dalam persiapan akting untuk membuat video palsu. Kali ini tampak sangat jelas bahwa cukup banyak aktor yang dipakai oleh BBC untuk mengesankan ‘banyaknya korban kebiadaban Assad.’ Selengkapnya, bisa dibaca di sini.
Di menit 2:54, ditampilkan seorang wanita berkerudung yang menangis. Dengan wajah yang penuh duka dan diselingi isak tangis, dr. Rola Hallam, demikian disebutkan namanya, menceritakan serangan senjata kimia di Suriah. Sayangnya, siapa sebenarnya dr. Rola telah terbongkar, yang tak lain adalah anak dari Mousa al-Kurdi seorang yang turut memberontak melawan pemerintah Suriah. Propaganda melalui tangisan dr.Rola ini, hampir sama dengan tangisan Nayirah, seorang gadis 15 tahun yang menyebabkan Amerika menyerang Irak.
Flashback, kisah air mata Nayirah ini dikenal juga sebagai The Kuwaiti Incubator Baby Hoax, merupakan propaganda yang berawal dari sikap Irak yang mengerahkan kekuatan militernya untuk menggempur Kuwait. Saddam Hussein menuduh Kuwait melakukan pemboran minyak ke wilayah negaranya.
Tanggal 10 Oktober 1990, seluruh dunia berpaling pada seorang gadis berusia lima belas tahun bernama Nayirah. Ia menangis saat berbicara mengenai kejahatan yang dilakukan Tentara Irak.
Nayirah menyaksikan pembunuhan lebih dari 300 bayi di rumah sakit di Kuwait. Pidato dramatisnya di ABC’s Nightline dan NBC Nightly News menyentuh hati jutaan pemirsa dan berhasil menggalang dukungan luar biasa bagi keterlibatan Amerika dalam konflik ini. Maka pecahlah Perang Teluk. Irak remuk digempur oleh negara-negara sekutu pimpinan Amerika.
Ketika perang selesai, seseorang mengamati lebih dekat siapakah Nayirah. Jelas, ternyata gadis yang menangis di depan jutaan pemirsa adalah putri Sheikh Saud Nasser Al-Saud Al-Sabah, Duta Besar Kuwait untuk Amerika Serikat dan termasuk anggota keluarga kerajaan.
Nayirah ternyata sudah belajar akting di Hill & Knowlton. Boss perusahaan itu menandatangani kontrak 111 milyar dengan keluarga kerajaan Kuwait. Tugasnya sederhana, Nayirah harus bisa berakting membujuk militer Amerika untuk mengambil tindakan terhadap Irak dengan uraian air matanya. Nayirah telah berbohong.
Baik Rola Hallam, maupun Nariyah, melakukan sandiwara yang sama. Mereka mengelabui publik dengan aktingnya yang memikat. Jika Nariyah berhasil membuat AS menyerang Irak, tidak demikian halnya dengan Rola. Sandiwara Rola tak berhasil meyakinkan publik Amerika untuk melakukan intervensi langsung, karena akhirnya terbongkar, bahwa pelaku penyerangan dengan senjata kimia itu adalah pasukan pemberontak, yang disponsori Saudi Arabia, dengan dukungan penuh dari Turki.
Lantas, apa kaitannya dengan James Foley?
Amerika Serikat, telah diketahui dengan luas bahwa kebijakannya sangat dipengaruhi oleh lobi-lobi Israel. Dan sejak awal, Israel adalah pihak yang paling bernafsu melihat Suriah dan Irak hancur (terpecah belah menjadi negara-negara yang lebih kecil) sebagaimana yang telah mereka rancang dalam Rencana Oded Yinon. Untuk itu, intervensi di Suriah maupun Irak penting untuk dilakukan guna melemahkan kekuatan militer, ekonomi, maupun infrastruktur kedua negara tersebut, guna memudahkan Israel menggapai tujuannya. Dengan demikian, maka kepentingan Israel akan aman.
Namun, bukannya berhasil dipecah belah, Suriah justru semakin kuat dalam bertahan dari badai terorisme. Untuk melawan faksi teroris seperti FSA, Al-Nusra dan ISIS, jutaan rakyat Suriah dari berbagai lapisan masyarakat bergabung dalam barisan Tentara Pertahanan Nasional (NDF). Hal serupa terjadi di Irak. Begitu keluar fatwa dari Ayatullah Sistani untuk bangkit melawan ISIS, jutaan rakyat Irak, tanpa mengenal agama, usia, maupun jenis kelamin, juga bangkit mengangkat senjata melawan ISIS.
Perlahan tetapi pasti, ISIS terdesak. Namun percayalah, Anda akan sulit untuk menemukan berita seperti ini di media-media mainstream. Media Barat senantiasa menggambarkan bahwa ISIS begitu kuat dan berbahaya, atau ISIS yang merupakan ancaman terbesar — yang bahkan hanya dengan 2000 personel mampu menaklukkan Mosul yang dijaga oleh 30.000 Tentara Irak. Benarkah demikian adanya? Tentu tidak, dan Liputan Islam telah pernah mempublikasi analisisnya di sini.
Begitu pula halnya dengan media pendukung ISIS. Mereka, tanpa henti menyampaikan kemenangan demi kemenangan ISIS di medan tempur, kendati faktanya tidak selalu demikian. (Baca juga: 90 Anggota ISIS Tewas di Irak, 1 Kilang Minyak dan 14 Desa Bebas). Jadi, ada kemiripan media Barat dan media pro-ISIS: keduanya menggambarkan ISIS sebagai kelompok yang sangat kuat dan berbahaya.
Sebelum ISIS benar-benar dimusnahkan oleh Tentara Suriah dan Irak, maka AS pun harus mampu meyakinkan warganya untuk melakukan intervensi langsung terhadap kedua negara itu. Alasannya bukan lagi untuk memerangi pemerintah yang diktator dan kejam dan membantai rakyatnya — sebagaimana propanda mereka tahun lalu. Kali ini, AS hendak menyerang Suriah dan Irak atas nama perang melawan terorisme. Dengan menampilkan video eksekusi Foley, AS berharap mendapat restu dari rakyatnya, karena kini mereka memerangi teroris yang benar-benar kejam.
Obama juga menegaskan bahwa operasi Amerika akan tetap berlanjut dan memperingatkan bahwa Amerika akan menuntut keadilan atas eksekusi terhadap Foley. “Amerika akan melakukan apa yang harus kami lakukan untuk melindungi warga kami. Kami akan waspada dan bertindak tanpa henti ketika ada yang mengganggu warga Amerika di mana pun, kami akan melakukan apa yang diperlukan untuk menuntut keadilan.”
Tapi sadarlah, wahai Tuan dan Nyonya, pemilik akal dan hati nurani, bahwa sesungguhnya, video eksekusi Foley itu hanyalah bagian dari operasi bendera palsu — yang bertujuan untuk mendapatkan legitimasi, guna menyerang Irak dan Suriah. Sekali lagi, serangan kepada Irak dan Suriah, walau dengan dalih menuntut keadilan atas kekejaman ISIS, bukanlah solusi tepat guna menghentikan badai terorisme di Timur Tengah. (ba)