[Untuk Arrahmah] Libya, Dulu dan Kini
Dulu Arrahmah, bersorak kegirangan saat Ghadaffi jatuh. Dalam artikelnya yang berjudul “Runtuhnya rezim Qaddafi dan Strategi Al Qaeda Menjebak Amerika” Arrahmah menyebutkan bahwa, “Selama 42 tahun berkuasa, ribuan aktivis dakwah dan jihad dibantai oleh diktaktor toghut sekuler-sosialis yang sangat membenci syariat Islam ini. Bahkan, untuk mengganti penerapan syariat Islam, Ghadaffi menerapkan undang-undang dasar sekuler bernama Al-Kitab Al-Akhdar. Lihatlah kesudahan pemimpin yang anti syariat Islam dan tidak mau menerapkan syariat Islam!”
Namun, kesaksian yang berbeda datang dari Ustadz Arifin Ilham. Dalam pernyataan beliau di jejaring sosial, Ghadaffi justru di mendapatkan kesan-kesan possitif di hatinya.
Lalu, Apakah Syariat Islam Sudah Tegak di Libya Pasca Tumbangnya Ghadaffi?
Perang sipil Libya yang berlangsung antara bulan Februari hingga Oktober 2011 mengakibatkan puluhan ribu orang tewas. Jumlah pasti korban tewas tidak diketahui, namun diperkirakan jumlahnya berkisar antara 10.000 hingga 40.000 jiwa , mayoritas warga sipil. Akibat perang itu pula, timbul arus pengungsi keluar Libya yang jumlahnya mencapai ratusan ribu—ke negara tetangga Libya seperti Mesir dan Tunisia.
Sejak perang sipil berakhir, pemenang perang langsung melakukan sejumlah perubahan. Bendera Libya yang awalnya berwarna hijau polos diganti dengan bendera bermotif tiga warna dan bulan sabit. Sistem pemerintahan “Jamahiriya Arab” buatan almarhum Ghadaffi yang berhaluan sosialis juga dihapuskan dan diganti menjadi sistem republik.
Di sektor ekonomi, perusahaan minyak nasional Libya juga mulai beroperasi kembali sejak bulan Januari 2012. Dan tentu saja, minyak ini “disedot” oleh AS dan sekutunya.
Hal tersebut semakin diperparah dengan fakta bahwa sejak perang sipil di Libya meletus, banyak senjata yang beredar secara bebas di seantero Libya. Dikhawatirkan bila kondisi keamanan Libya masih belum membaik, maka perang sipil yang baru akan timbul di Libya.
Dan seperti yang dikhawatirkan banyak pihak, sisa-sisa loyalis Ghadaffi yang masih hidup pun akhirnya kembali “unjuk gigi” tanpa bisa dibendung. Mereka yang menamakan diri Green Resistance – kini tengah berjuang untuk merebut kembali Libya dari cengkraman boneka-boneka NATO.
Dalam pemerintahannya, Ghadaffi berhasil membawa Libya dalam kemakmuran dengan pengolahan gas yang merupakan kekayaan alam yang terbesar di Libya. Pekerjaan dengan gaji tinggi dan juga biaya hidup yang rendah tersedia bukan hanya bagi rakyat Libya, tapi juga pekerja asing dari Mesir, Tunisia, Bangladeh, Thailand, Filipina, bahkan Perancis, Jerman, dan AS. Libya termasuk satu negara termakmur di dunia mengalahkan Singapura, Selandia Baru, Spanyol, dimana listrik, sekolah dan biaya kesehatan semuanya gratis.
Untuk menjamin keberlangsungan pertanian bagi rakyatnya, Ghadaffi menghabiskan lebih dari USD 10 milyar untuk membangun sungai buatan manusia terbesar dan sepanjang 2800km agar rakyatnya bisa bertani. Ghadaffi berhasil menjadikan padang tandus Libya menjadi lahan hijau yang menghasilkan buah dan sayur – sayuran.
Arrahmah, kini Ghadaffi telah tiada. Lalu adakah kesejahteraan dalam naungan syariat Islam di Libya hari ini? (ba/LiputanIslam.com)
Referensi:
Kabar Islam: Khilafah Tegak di Libya?
Liputan Islam: Karena Libya Begitu Berharga
Republik Eusosialis: Perang Sipil Libya yang Mengakhiri Rezim Panjang Qaddafi