Kerusuhan di Iran, Upaya Membajak Suara Rakyat

0
820

LiputanIslam.com—Iran selama beberapa terakhir ini diguncang aksi-aksi demonstrasi. Secara umum ada dua jenis aksi demo yang terjadi. Pertama, demo yang awalnya memprotes masalah ekonomi dan menyerukan ‘perubahan sistem pemerintahan’. Dan kedua, sebaliknya, demo yang diikuti jauh lebih banyak orang, memberikan dukungan sistem Republik Islam dan dukungan kepada Rahbar.

Sebagaimana diketahui, ada dualisme kepemimpinan dalam Republik Islam Iran, pertama, Wali Faqih (dalam bahasa Iran disebut Rahbar), yaitu ulama yang dinilai paling mumpuni untuk menjadi pemimpin (dipilih 8 tahun sekali oleh Dewan Ulama). Kedua, Presiden yang dipilih rakyat dalam pemilu 4 tahun sekali. Wali Faqih memiliki wewenang untuk menjaga sistem pemerintahan agar tetap sesuai dengan asas Islam yang telah ditetapkan oleh UUD Iran. Sementara Presiden melaksanakan roda pemerintahan, dibantu oleh para menteri, mengelola dana APBN, dan sebagainya sebagaimana para presiden di negara lain.

Berbagai aksi demo terjadi di beberapa kota, termasuk Teheran, Arak, Kermanshah, Khoramabad, dimulai pada hari Kamis (28 Desember). Para peserta demo menyuarakan kemarahan mereka atas tingginya harga dan angka pengangguran. Sebaliknya, demo besar-besaran di seluruh provinsi Iran yang menyatakan dukungan penuh kepada Rahbar terjadi tanggal 30 Desember.

Aksi-aksi demo mengecam pemerintah dengan alasan kesulitan ekonomi yang dialami rakyat Iran akhir-akhir ini sebenarnya sangat wajar. Di berbagai negara lain pun biasa ada demo memprotes pemerintah. Namun, hal yang tidak biasa terjadi di seputar demo-demo ini, misalnya, adanya provokator bersenjata dan melakukan penembakan kepada warga. Selain itu, aksi demo yang awalnya bermotif protes ekonomi tiba-tiba diarahkan untuk menyerang Rahbar.

Lalu, aksi demo ini “didukung” secara masif oleh media Barat dan provokasi media sosial. Bahkan pemerintah AS hanya sehari setelah demo mengeluarkan surat dukungan kepada para demonstran.

Tanggal 31 Desember 2017, koran Tehran Times menurunkan artikel berjudul “Upaya Untuk Membajak Suara Rakyat”. Disebutkan bahwa lebih dari 500 orang ditangkap dalam kerusuhan yang terjadi di berbagai kota di Iran, di mana lebih dari 80 persen dari mereka mengakui telah menerima uang dan perintah dari luar negeri untuk menyalahgunakan aksi demo memprotes kenaikan harga itu.

Sebelumnya, sebagaimana diberitakan media massa internasional, putera mahkora Arab Saudi, Mohammad bin Salman telah mengancam akan membuat kerusuhan di jalan-jalan Iran. Selain itu, pada bulan Oktober lalu Menlu AS, Rex Tillerson, juga menyatakan bahwa AS akan mengganti rezim di Iran. Dan sudah diketahui umum, para pejabat Israel pun tak pernah berhenti menyerang Iran dengan penyataan-pernyataan provokatif.

Rencana anti-Iran oleh Saudi, AS, dan Zionis, inilah yang kemudian dilaksanakan sejak tanggal 28 Desember lalu. Berbagai aksi demo terjadi di daerah-daerah, terutama di kawasan yang dekat dari perbatasan dan jauh dari Teheran. Anasir pelaku demo diketahui adalah kelompok teroris ekspatriat, Organisasi Mujahedin-e Khalq (MKO). Tokoh MKO yang kini mukim di Perancis, Maryam Rajavi, pun tak henti memprovokasi melalui media sosial. Rajavi mendesak agar kekerasan dan kerusuhan di Iran lebih diperluas lagi.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Heather Nauert, juga menulis di Twitter, “Menlu Tillerson menegaskan penghormatan yang dalam dari AS kepada rakyat Iran. Kami meminta semua negara berdiri bersama kami dalam menuntut rezim [Iran] menghormati hak-hak dasar mereka.”

Tanggapan Pejabat Negara

Kepala Komite Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Nasional di Parlemen Iran, Alaeddin Boroujerdi, mengatakan pada Minggu (31/12/17) bahwa “musuh revolusi telah memprovokasi rakyat.”

Pejabat senior Iran itu menyatakan harapannya agar pemerintah Iran segera memenuhi tuntutan rakyat (memperbaiki kondisi ekonomi) untuk mencegah penyalahgunaan kondisi ini oleh elemen anti-sistem pemerintahan Islam.

Sementara itu, Wakil Presiden Pertama Iran, Es’haq Jahangiri mengatakan bahwa pemerintah akan bekerja memecahkan masalah ekonomi dan kenaikan harga.

Menurut laporan Press TV, Jahangiri  mengatakan, “Harga sejumlah komoditas mungkin telah mengalami kenaikan akibat insiden tertentu, dan masing-masing kasus memiliki alasan tersendiri,dan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyelesaikan isu ini. “

Sedangkan Menteri Dalam Negeri Iran, Abdolreza Rahmani Fazli, mengatakan bahwa Iran  mempercayai “kekuatan sistem” dan “kewaspadaan masyarakat” untuk mencegah penyalahgunaan situasi saat ini oleh musuh.

“Kita harus berbicara dengan rakyat dan tidak ada cara lain selain keterlibatan rakyat dalam memecahkan masalah,” demikian kata Fazli dalam pertemuan dengan parlemen.

Selain itu, menurut Walikota Tehran, Mohammad Hossein Moghimi, dalam wawancara dengan ISNA , semua demo yang berujung rusuh itu dilakukan secara “illegal”, karena tidak izin yang diminta kepada pihak keamanan.

Tanggapan dari Kubu Reformis

Secara umum, ada dua faksi politik yang saling berseteru dalam dinamika politik Iran, yaitu kubu reformis yang menghendaki kebijakan luar negeri yang lebih mendekat ke Barat; serta kubu konservatif yang cenderung mempertahankan sistem Islam secara ketat. Presiden Rouhani yang saat ini berkuasa berasal dari kubu reformis, sedangkan mantan Presiden Ahmadinejad, datang dari kubu konservatif.

Menariknya, profesor sosiologi di Universitas Tehran, Hamidreza Jalayeepour, mengatakan kepada IRNA bahwa kelompok reformis telah mengumumkan dengan “keras” bahwa mereka sangat menentang kerusuhan akhir-akhir ini. Menurut kubu reformis, aksi-aksi demo itu dikobarkan oleh MKO dan anasir monarkis (para pendukung Shah Pahlevi, mantan Raja Iran) dengan tujuan untuk menggulingan sistem Republik Islam.

Dengan demikian disimpulkan bahwa memang benar ada masalah ekonomi yang dihadapi rakyat Iran dan mereka sebagian berdemo untuk menuntut pemerintah agar memperbaiki keadaan. Namun, ada anasir-anasir asing yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan mereka. (ra/tehrantimes)

 

DISKUSI: