Pak Menteri, Kami Tak Sebodoh Itu…
Oleh: Putu Heri
Tifatul Sembiring boleh saja mengelak bahwa pemerintah sama sekali tidak memiliki wewenang untuk melakukan pemblokiran terhadap hastag #ShameOnYouSBY, namun sayang, Tifatul lupa bahwa segenap informasi di jaman digital ini sangat mudah untuk diakses.
Twitter dalam syarat dan ketentuannya menjelaskan bahwa Twitter tidak pernah melakukan pemblokiran terhadap konten standar, kecuali, ada permintaan dari lembaga berwenang yang meminta Twitter untuk memblokirnya.
Di hari yang sama, setelah pernyataan Tifatul diatas, lalu muncullah pendapat seorang pengamat media sosial di situs Detik.com, yang seolah-olah memperkuat argumen Taifatul tentang ‘ketidak-berdayaan’ pemerintah, sebagai berikut;
Menurut pengamat sosial media Nukman Luthfie, masuknya sebuah topik/hashtag ke daftar trending topic Twitter itu terkait dari algoritmanya.
Nah, algoritma trending topic itu bukan banyak atas dasar tweet, tapi lonjakan cepat pada waktu tertentu. “Namanya juga trending,” ujar Nukman.
“#ShameOnYouSBY memang masih banyak ditweet, tapi kemarin tak melonjak lagi angkanya, wajar hilang dari TT (trending topic). Karena trennya melorot meski jumlah tweetnya banyak,” Nukman menjelaskan via akun Twitternya.
Ia melanjutkan, tren itu lonjakan mendadak, bukan jumlah atau volume. Itu sebabnya tanda pagar (tagar) baru #ShamedByYou langsung bertengger di daftar puncak trending alias mentrending.
Benarkah, sebuah hastag bisa menghilang tiba-tiba?
Tentu saja bisa, apalagi jika ada hastag baru yang lebih ramai dibicarakan oleh netizen. Namun harus dicatat, jikalaupun trend pengguna hastag itu menyusut, maka yang seharusnya terjadi adalah hastag tersebut turun ke posisi 2,3, 4 dst. Sedangkan hastag #ShameOnYouSBY tiba-tiba saja menghilang tanpa turun ke posisi 2, dan sesaat sebelum hilang, Twitter memberikan penjelasan kepada dunia apa itu arti #ShameOnYouSby.
Silahkan perhatikan gambar berikut (klik untuk memperbesar)
Netizen yang tidak kehabisan akal, lantas mengganti hastag dengan #ShamedByYou yang juga menunjukkan inisial SBY. Namun tentu saja, untuk kembali memblokir hastag ini melalui administrasi Twitter akan menjadi sangat sulit, karena hastag ini tidak menunjukkan identitas seseorang secara langsung. Siapapun bisa menjadi sasaran dari hastag tersebut bukan?
Apa strategi yang dilakukan kemudian?
Saat #ShamedByYou menempati posisi teratas, tak lama kemudian ada hastag tandingan yaitu #PDIPAroganSBYDisalahkan. Setelah saya klik, isi cuitan yang bertagar #PDIPAroganSBYDisalahkan sama sekali tidak nyambung dengan tagar yang mereka gunakan.
Silahkan perhatikan foto dibawah (klik untuk memperbesar);
Mengapa ada kicauan tak jelas yang berulang-ulang? Mengapa ada kicauan yang tak relevan dengan tagar? Anda heran? Itu dinamakan BOT (Build and Operate Transfer). BOT itu bisa kita artikan sebagai program yang bekerja secara otomatis, yang biasanya diprogram untuk bekerja seperti seolah-olah dioperasikan oleh seseorang.
BOT pada twitter juga bisa dilakukan. Walau kita offline sekalipun, BOT akan tetap berfungsi. Cara menggunakan BOT adalah dengan memasang sebuah aplikasi, disini. Setelah itu kita isi dengan pilihan tweet kita, dan secara otomatis, kicauan itu akan muncul di timeline setiap 30 menit sekali.
Dengan BOT, maka hastag yang dipilih pun bisa menempati trending topic. Dan semakin banyak pengguna twitter yang menggunakan BOT, maka hastag tersebut akan naik, dan bisa mengalahkan hastag yang berada di puncak. Dan ini memang terjadi pada hastag #ShamedByYou yang posisinya naik turun saling bertukar tempat dengan hastag #PDIPAroganSBYDisalahkan.
Sayang sekali, masalahnya belum berhenti sampai disitu. Saya melakukan pengecekan terhadap akun yang melakukan BOT, salah satunya @ErlanggaWD, yang berkicau bahwa hastag #PDIPAroganSBYDisalahkan belum dibayar.
@ErlanggaWD,”hesteg #PDIParoganSBYdisalahkan blm bayar…”
Silahkan lihat kicauannya dibawah:
Artinya, seseorang telah membayar kepada akun-akun tertentu, untuk membuat hastag tandingan guna menenggelamkan hastag #ShamedByYou.
Berpikir Ulang Tentang Kebebasan Menyuarakan Pendapat
Kejadian ini membuat saya mau tak mau harus berpikir ulang tentang pemerintah kita. Selama ini dalam era kepemimpinan SBY, kita bebas menyuarakan aspirasi, dan tentu, hal itu patut kita syukuri bersama.
Namun, di penghujung pemerintahannya, pemerintah telah menunjukkan gelagat buruk yaitu dengan berusaha membungkam suara publik di media sosial, walau tentu saja – pemerintah tetap akan mengelak walau dengan argumen-argumen konyol sebagaimana yang dilakukan oleh Tifatul Sembiring.
Publik saat ini, tidak hanya marah soal pilkada langsung atau tak langsung, tetapi juga kecewa atas pemerintah yang menggunakan berbagai macam cara untuk menutup aspirasi masyarakat. Meski demikian, pemerintah kini melihat sendiri perlawanan publik: hastag #ShamedByYouAgainSBY, #WeWillNotBeSilentSBY, #SukaBohongYa, hingga kini masih menghiasi trending topic di twitter.
————————
Redaksi menerima sumbangan untuk rubrik Opini, silahkan kirimkan ke redaksi@liputanislam.com