Anomali Pemerintah Dalam Membasmi Terorisme
Oleh: Putu Heri
Pemerintah telah resmi melarang gerakan ISIS di Indonesia, namun hal itu tidak berarti bahwa ISIS lantas membeku. Justru, geliatnya di dunia maya semakin tidak terkendali.
Contohnya, adalah Fanspage We Are All Islamic State. Meski sudah dilaporkan barkali-kali, dan ditutup berkali-kali, tapi tetap saja, tanpa kenal lelah mereka menciptakan Fanpage(FP) baru. Dari pantauan saya, halaman terakhir yang mereka buat pada 19 September 2014 adalah yang ke 111! Hati kecil saya bertanya, tidakkah mereka memiliki kesibukan lain selain membuat FP?
Namun yang lebih mencolok lagi adalah hadirnya berbagai situs-situs pendukung ISIS, yang hingga hari ini tetap eksis dan menyebarluaskan pahamnya. Berikut ini adalah situs-situs pro-ISIS, seperti Al-Mustaqbalnet, Shotuussalam, dan Panjimas.com.
Dan hingga hari ini, situs-situs tersebut dibiarkan saja diakses oleh masyarakat luas, tanpa ada upaya serius dari pemerintah untuk menutupnya.
Pola Terorisme di Irak, Suriah hingga ke Poso
Seorang laki-laki yang disembelih oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dengan menggorok lehernya, tak ayal mengingatkan saya pada terorisme yang melanda Irak dan Suriah.
Bukankah ISIS juga melakukan kebrutalan yang sama? Menggorok leher, menancapkannya pada pagar, menjadikannya permainan sepak bola hingga merebusnya? (Baca juga: Densus 88 Tangkap Enam Orang DPO Jaringan Santoso)
Berbagai laporan dan bukti-bukti yang beredar sudah tidak bisa dibantah lagi, bahwa yang membentuk dan mendanai ISIS adalah aliansi Zionis Internasional: AS, Inggris, Israel. Namun kini, AS dan sekutunya tampil bak pahlawan dangan membangun aliansi berbagai negara untuk memerangi ISIS.
Lalu, siapa yang membentuk dan mendanai MIT di Indonesia?
Mungkinkah sebuah kelompok yang bersembunyi di hutan – bisa memiliki senjata, tetap eksis selama bertahun-tahun, dan bahkan tidak mampu dibasmi oleh aparat? Mustahil. Sejarah mencatat, bahkan Tentara Keenam Jerman pun harus menyerah dari kepungan lantaran kekurangan makanan dan terserang penyakit dalam Perang Stalingrad. Namun MIT, yang dilaporkan bersembunyi di hutan, ternyata bisa menerbitkan sebuah rilis resmi yang dikirimkan ke berbagai media, yang artinya, mereka terkoneksi dengan jaringan internet. Hal ini mematahkan klaim bahwa kelompok MIT bersembunyi di hutan-hutan.
Saya melihat, ada pola yang sama antara kemunafikan AS dengan Indonesia. Indonesia, sejak peristiwa Bom Bali tahun 2002, juga turut menjadi negara yang melancarkan ‘Perang Melawan Teror’ dengan membentuk Undang-Undang Terorisme.
Densus 88 juga aktif menangkapi terduga teroris disana sini. Namun sayang, akar dari terorisme itu sendiri dibiarkan tumbuh dan berkembang di Indonesia. Pemerintah juga membiarkan kelompok-kelompok yang nyata-nyata mengingkari NKRI dan anti-pluralisme. Pemerintah membiarkan kelompok dengan ideologi radikal berkembang dengan subur, membentuk organisasi, dan menyuarakan dukungan terhadap kelompok terorisme. Artinya: pemerintah turut mendukung lahirnya terorisme itu sendiri.
Di Timur Tengah dan beberapa negara Afrika, AS menciptakan teroris untuk mendestabilisasi negara-negara yang kaya SDA, kira-kira, apakah berlebihan jika saya curiga bahwa kelompok teroris di Indonesia, juga dibentuk dan dibiayai AS, melalui ‘tangan-tangannya’ di Indonesia?
——-
Redaksi menerima sumbangan tulisan untuk rubrik Opini, silahkan kirimkan ke redaksi@liputanislam.com