Selama Ada NU, 4 Pilar NKRI Akan Terjaga
Acara dimulai usai shalat Maghrib berjamaah, dengan dzikir tahlil dan tawassul serta pembacaan Ratib. Setelah itu, lebih dari 1000 jamaah yang hadir melaksanakan shalat Isya berjamaah yang dilanjutkan dengan pembacaan riwayat Maulid. Usai sambutan dari Bupati Bandung, Dadang Naser, Prof. Dr KH Said Agil Siradj pun memulai tausiayahnya. Di hadapan hadirin yang berasal dari Bandung, Bogor, Karawang, Bekasi, Garut, Tasikmalaya, yang sebagiannya anggota Banser, GP Ansor, IPNU, LDNU, Pagar Nusa, KH Said antara lain memaparkan tentang bagaimana cara meneladani tuntunan Rasulullah dan nasionalisme.
Jangan Mudah Mem-bid’ah-kan Orang
KH Said menjelaskan, sunnah Rasulullah SAW ada tiga macam, yaitu sunnah qawliyah (sabsa Rasulullah), sunnah fi’liyah (perilaku dan sikap Rasulullah), dan sunnah taqririyah (yaitu, sesuatu yang tidak diucapkan atau dilakukan Rasulullah, tetapi dibenarkan oleh Rasulullah; misalnya dulu ada penyair yang memuji-muji Rasulullah. Beliau tidak melarang penyair itu, bahkan memberikan hadiah selimut bagi sang penyair yang bernama Ka’ab bin Zuhair).
“Jadi, membaca syair-syair yang memuji Rasulullah itu sunnah apa bid’ah?” tanya KH Said, yang spontan dijawab hadirin, “Sunnaahhh….”
“Kalau ada orang bilang maulid nabi itu bid’ah, baca barzanji itu bid’ah ini orang ngajinya gak tuntas! Pesantrennya cuma pas liburan 2 minggu sekolah!” kata KH Said.
Salah satu tradisi kaum Muslimin yang sering dituduh bid’ah oleh kaum Wahabi adalah tawasul atau berdoa melalui perantaraan Rasulullah. KH Said mengisahkan kejadian ketika suku Mudhor yang sering mencaci maki Rasul, mengalami paceklik. Mereka pun datang ke Madinah dan memohon agar Rasul mendoakan mereka. Rasul pun berdoa, dan hujan pun turun. Kisah ini salah satu bukti bahwa bertawasul adalah bagian dari sunnah Rasulullah.
“Ada orang bertanya kepada saya, dapat cerita itu dari mana? Ya dari sejarah. Kalau baca sejarah hanya khulashah Nnuril Yaqin, maka nggak akan ketemu. Bacalah kitab-kitab sejarah lainnya yang jumlahnya berjilid-jilid, misalnya Al Kamil atau Tarikh Thabari,” tegas KH Said.
Islam dan Nasionalisme
“Kalau hanya berpegang pada Islam semata, tanpa menyertakan spirit kebangsaan, bangsa kita ini bisa tercerai-berai. Kita tengok negara-negara lain, seperti Afghanistan. Di sana perang terus, nyawa melayang, padahal penduduknya semua muslim Sunni. Syiah-nya hanya satu persen. Tapi kenapa perang terus? Karena mereka tak punya komitmen menjaga keutuhan negaranya. Somalia, 100 persen muslim Sunni, tapi hingga sekarang perang saudara terus, negaranya bangkrut, sebagian dari mereka jadi perompak kapal yang lewat,” urai KH Said.
“Alhamdlillah, KH Hasyim Asy’ari jauh sebelum NU lahir sudah punya cita-cita ingin membangun bangsa yang dibangun dengan spirit Islam. Saya heran kalau ada orang teriak Islam, syariat Islam, hanya nyebut Islam, tapi tak pernah nyebut NKRI? Mereka itu mau berjuang Islam dimana, di atas angin?! Kita ini memperjuangkan Islam di atas tanah, maka tanah air dulu kita perkuat. Apa kita mau seperti Suriah, Yaman, Irak, perang terus, santri sedang belajar dibom, kyai sedang nulis, dibom. Kapan bisa maju?”
Atas dasar visi kebangsaan, dalam Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936, diputuskan bahwa NU bercita-cita mendirikan negara Darussalam bukan Darul Islam. Negara Darussalam adalah negara yang damai dengan semua komponen yang ada. Suku apa saja, agama apa saja, semuanya berhak hidup berdampingan di bawah undang-undang. Yang benar didukung, yang salah dihukum, yang dizalimi harus dilindungi.
Di masa perjuangan kemerdekaan, KH Hasyim ditanyai soal hukum membela tanah air. Beliau pun mengumpulkan para kyai dan menyatakan bahwa kita wajib membela tanah air, hukumnya fardu ain. Artinya, setiap orang wajib membela tanah air. Saat itu, para kyai pun berada di medan terdepan dalam membela tanah air.
KH Said mengingatkan bahwa konflik Sunni-Syiah di Indonesia adalah konflik yang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah Indonesia. Mereka itu berpaham impor (membawa ideologi yang datang dari luar, terutama Arab Saudi), dilatih, ada dana dan ada senjata. Mereka mencoba membawa konflik Timur Tengah ke Indonesia.
“NU akan melakukan muktamar di Jombang dengan tema memperkokoh Islam nusantara sebagai peradaban Indonesia. Indonesia kita bangun peradabannya dengan ruh semangat Islam nusantara yang mencintai perdamaian, saling menghargai. Perbedaan pasti ada, itu sunnatullah tapi perbedaan tidak menjadikan kita bermusuhan. Selama ada NU, maka 4 pilar NKRI akan terjaga!” tegas KH Said. (AH/LiputanIslam.com)