Islam dan Pisau Bermata Dua Media

0
636

diskusi media3Jakarta, LiputanIslam.com —Sejak era modernisme, media massa berkelindan dengan kapitalisme. Bahkan, ia lambat-laun menjadi the great globalizer yang membawa pesan “media  monokultural” dengan kecenderungan menyudutkan ‘common enemy’ Barat sebagai penguasa hegemonik di dunia. Pada era Perang Dingin, musuh Barat adalah Uni Soviet, sementara kini yang diposisikan sebagai: musuh terbesar adalah “Islam”. Dan atas alasan itulah media global membentuk opini publik yang negatif terhadap Islam. Sehingga, apa yang dikhawatirkan kalangan pengamat atas kembalinya imperialisme kultural (penjajahan budaya) akibat “monopoli media” telah benar-benar terjadi.

Namun, bak pisau yang bermata dua, mudahnya akses informasi global juga membuka peluang emas untuk memperlihatkan wujud Islam secara objektif. Inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh umat Islam.

Agaknya, misi tersebut yang memotivasi diskusi terbuka pada Selasa lalu (18/2) di Gedung Auditorium Adhiyana, Wisma Antara, Jakarta.  Diskusi bertema  Islam dan Media Berita ini diselenggarakan Radio Rasil  AM 720 KHz bekerjasama dengan LKBN Antara.

“Dewasa ini, Islam dianggap sebagai agama yang buruk yang begitu gencar di-blow up  oleh media. Acap kali pemberitaan mengenai Islam menimbulkan kesan bahwa Islam adalah agama intolerant,” ujar Geisz Chalifah dalam sambutannya selaku ketua penyelenggara. “Fungsi Media sesungguhnya menekankan pada objektivitas, akurasi berita, dan etika. Persoalan terjadi pada tataran persepsi,” lanjutnya

“Kami bermaksud mengumpulkan insan media untuk menyamakan persepsi dalam memandang apa yang terjadi pada dunia Islam,” ujar Khalifah yang juga adalah Ketua Divisi Public Relation Rasil.

Pimpinan Rasil, Ihsan Talib menambahkan, “Media mengemban peran sentral bagi dakwah Islam yang positif. Maka, kami optimis silaturahim antarmedia  bisa terealisasi dengan baik serta memberikan kontribusi signifikan.”

Tanggung Jawab Media

diskusi media2Acara yang digelar dalam rangka menyambut Hari Pers Nasional ini dihadiri berbagai kalangan media dan pendengar setia Rasil yang dikemas dengan nuansa dialogis. Narasumber yang hadir adalah Akhmad Kusaeni, Arifin Asydhad, Budi Winarno, Nasihin Masha, Mauluddin Anwar, dan Nur Fitri Taher.  Anies Baswedan, yang dijadwalkan hadir, berbicara melalui  media audio-visual karena berhalangan. Sementara Sulis, pelantun lagu-lagu Islam, bertindak sebagai moderator.

Budi Winarno dari Jurnas menyatakan, “Jurnal Nasional (Jurnas) menempatkan pemberitaan tentang Islam dengan semangat damai, serta diverifikasi terlebih dahulu (shahih). Kami berusaha menghindari berita fitnah yang dapat mengadu domba umat.”

Sementara Nur Fitri Taher, yang mewakili Rasil, menekankan, “Tanggung jawab jurnalis sangat berat di dunia dan akhirat karena memiliki beban untuk mengungkap  ‘fakta’ yang dapat mengarahkan pada ‘opini publik’. Hal ini dapat menggiring seseorang atau kelompok ‘melakukan’ atau ‘tidak melakukan’ sesuatu.”

diskusi media1Aktivis MER-C yang pernah tergabung dalam misi kapal Mavi Marmara juga mengingatkan jurnalis agar mengedepankan persatuan umat. “Jurnalis harus menyadari batas-batas investigasi berita dengan memerhatikan kemaslahatan umat, seperti  disebutkan pada QS Al-Hujurat : 12. Inti jurnalisme adalah  amar  ma’ruf  nahi  munkar, tapi jangan menghakimi saudara Muslim karena tidak sesuai dengan QS An-Nahl: 125.”

Dalam kesempatan yang sama, Anies Baswedan, selaku pemikir Islam, memberikan motivasi kepada kaum Muslimin. “Kita harus aktif memunculkan media Islam yang objektif tanpa takut berkreativitas untuk memunculkan  ‘persepsi’ yang positif tentang Islam. Jadi, hal yang seharusnya menjadi sorotan media Islam adalah instrumen yang dapat memperkuat kepercayaan publik,” pesan peserta konvensi Calon Presiden Partai Demokrat yang malang melintang di dunia pendidikan itu.

Anies juga mengakui bahwa potret Islam ditentukan oleh media global. “Berita dari media luar tidak sejalan dengan wajah Islam, dan citra yang digambarkan bukanlah keadaan (fakta ) yang sesungguhnya; bukan Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” ujar Rektor Paramadina itu.

Problem Umat Islam dan Peran Media

Umat Islam dewasa ini banyak menghadapi masalah internal sehingga menjadi bulan-bulanan media. Arifin Asydhad, Pemred Detik.com memetakan beberapa masalah umat Islam, antara lain Pertama, Islam masih terkotak-kotak, sehingga sulit disatukan. Seharusnya umat Islam punya agenda bersama. Kedua, tokoh Islam tidak memberikan teladan yang baik, termasuk juga lembaga-lembaga Islam. Ketiga, Muslim kurang perduli terhadap kemajuan mereka sendiri. Keempat, umat Islam cenderung menyalahkan, tanpa berbuat. Kelima, kaum muslim Indonesia masih kurang membekali diri dengan penguatan teknologi.

Sayangnya, dalam situasi seperti ini banyak media berposisi menjadi ‘provokator’ yang memanaskan situasi dan menciptakan ketegangan serta  konflik agama, baik internal maupun eksternal. Hal ini disampaikan oleh Akhmad Kusaeni Direktur Pemberitaan Perum LKBN Antara. Menurutnya, banyak media yang justru berkontribusi dalam melanggengkan the battle of God (perang atas nama agama). “Objektifitas itu suci, sehingga jurnalis harus bijak memilih fakta agar tidak memecah-belah persatuan umat,” pesan Kusnaeni.

anak-anak korban Perang Suriah

John Pilger dalam film dokumenternya “The War You Don’t See’ dengan gamblang mengungkap betapa media global telah merekayasa berbagai berita demi terjadinya berbagai peperangan di muka bumi. Sayangnya, akhir-akhir ini, media-media radikal Islam justru bergerak bersama-sama jaringan media global untuk memicu perang sektarian di Suriah, Lebanon, Irak.

Jutaan orang telah terusir, jutaan lainnya tewas atau cacat akibat perang, yang sebenarnya hanya menguntungkan industrialis militer dan pengusaha minyak. Media Islam seharusnya mawas diri, jangan ikut menari bersama genderang lawan. Dan umat Islam pun perlu lebih cerdas dan waspada, jangan mudah terprovokasi oleh media-media berlabel Islam, namun isinya adu-domba dan provokasi konflik. (Zainab Zilullah/LiputanIslam.com)

DISKUSI: