( Eksklusif) Gelombang Takfirisme Singgah di Banjarmasin

0
1172

takfiri banjarmasinBanjarmasin, liputanislam.com—Bedah buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah Di Indonesia (MMPSI) kembali digelar. Kali ini, Banjarmasin mendapatkan ‘kehormatan’ untuk menyelenggarakan cara tersebut. Bertempat di masjid Hasanuddin Majedi, acara tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 25 Januari 2014.

Tidak seperti bedah buku di Bogor yang diadakan secara diam-diam, bedah buku di Banjarmasin ini diselenggarakan secara terbuka dan bahkan dihadiri oleh Kepala Kementerian Agama Kota Banjarmasin DR. H. Ahmadi H. Syukran Nafis, MM yang didampingi pelaksana Humas dan KUB Abdi Hikmatullah, S.Ag

Sebelum acara ini dilangsungkan, undangannya telah disebarkan dengan sangat gencar, baik melalui media jejaring sosial seperti facebook, blog, atau kaskus. Tidak hanya itu, penyelenggara acara juga telah memasang spanduk besar dan juga menyebarkan brosur. Salah satu yang sangat mencolok adalah spanduk terebut bediri megah di depan sebuah kantor surat kabar terkenal. Bagi 1500 pendaftar pertama, berhak mendapatkan buku tersebut secara gratis.

Daur Ulang Isu lagi
Seperti halnya bedah buku ini di daerah-daerah lain, pembedahan buku MMPSI di Banjarmasin pun tidak jauh berbeda, masih mengulangi isu-isu lama terkait “kesesatan” ajaran Syiah.

takfiri banjarmasin2Narasumber dalam bedah buku ini adalah Fahmi Salim (anggota Tim Khusus Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian MUI Pusat), Zainuddin (Ketua Umum Masjid Imam syafi’I Banjarmasin), dan Khairullah (Ketua Komite Pembela Ahlul Bait dan Sahabat).

Dalam pemaparannya, Zainuddin mengungkapkan sejarah aliran Syiah dari berbagai pendapat, salah satunya menyebutkan Syiah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan Khalifah Ali dengan pihak Mu’awiyah bin Abu sufyan di Shiffin, yang lazim disebut peristiwa At-Tahkim.

“Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali menentang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka disebut golongan Khawarij, sedangkan sebahagian besar yang tetap setia kepada Ali disebut Syiah Ali,“ ungkap alumni S1 Universitas Madinah itu.

Pemateri kedua, Khairullah, menyampaikan penyimpangan-penyimpangan yang selama ini –menurutnya- dilakukan Syiah, salah satunya adalah tentang Ahlul Bait.

Khairullah mengatakan, “Ulama Syiah berkata bahwa Abu Bakar dan Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullah sampai akhir hayat. Tidak puas sampai di situ, Syiah juga memfitnah Abu Bakar telah berbuat syirik dengan memakai kalung berhala saat shalat di belakang Nabi.”

Pernyataan Khairullah ini kontradiktif dengan fatwa ulama tertinggi kaum Syiah, Ayatullah Khamenei yang mengharamkan penghinaan terhadap tokoh-tokoh yang dihormati oleh kaum Sunni.

Isu lain yang disampaikan ulang Khairullah adalah tata cara wudhu Syiah dan cara shalatnya yang –menurutnya- menyimpang, tuduhan bahwa Syiah memiliki Al Quran yang berbeda, bahkan tebalnya 3x Al Quran kaum Sunni. Dia juga menyebut-nyebut ritual Asyura yang berdarah-darah hingga Imam Mahdi yang masuk gua.

Kurang Gaul

Suasana MTQ Internasional di Teheran, Iran

Suasana MTQ Internasional di Teheran, Iran

Sumber dari kalangan Syiah yang ditemui liputanislam.com, saat dimintai komentarnya mengenai acara ini, menyatakan bahwa isu-isu itu sudah sangat lama, dan para ulama Syiah telah menyampaikan bantahannya. Sikap ‘keukeuh’ para penghujat untuk terus mengulang-ulang isu lama menunjukkan bahwa para narasumber ini kurang ‘gaul’ dan kurang mencari informasi yang sebenarnya bahkan sangat kasat mata.

Misalnya, mengenai Al Qur’an yang berbeda. Setiap tahun Iran mengadakan Musabaqah Tilawatil Quran tingkat internasional dan bahkan Qari asal Indonesia (yang asli Sunni) berkali-kali menjadi juaranya. Situs ABNA memberitakan, pada tahun 2013, MTQ di Teheran diikuti 70 negara. Dalam MTQ tersebut, jurinya dipilih dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yaitu: Rizwan Darwish dari Suriah, Junaidin Idrus dari Indonesia, Ikmal Zaidi bin Hashim dari Malaysia, Adel Mahmoud Khalil dari Lebanon, dan Abdel Monem Ahmed Mohammad dari Sudan.

Sumber tersebut menambahkan bahwa di Indonesia bahkan pernah diterbitkan buku yang menjadi best seller, tentang seorang bocah cilik Iran, Husain Thabathabai. Ia pada usia 7 tahun mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Inggris, atas penguasaannya terhadap Al-Quran. Di buku itu pun disertakan video yang memperlihatkan sang hafiz cilik dites hafalannya oleh ulama-ulama di Mekah. Selain itu, pernyataan bahwa Al Quran Syiah berbeda adalah bentuk penolakan terhadap ayat Quran sendiri, bahwa Allah akan menjaga Al Quran: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya. (QS 15:9).

“Jika di dunia ini sampai ada jutaan copy naskah Al Quran yang berbeda (karena di dunia ini ada jutaan umat muslim Syiah), sebagaimana dituduhkan, apakah artinya ayat tersebut bohong?” kata sumber.

Dia juga mengeluhkan sikap tidak fair forum-forum yang menghujat Syiah seperti itu, karena kalangan Syiah tidak pernah diundang. “Kan sekarang ada dua ormas Syiah di Indonesia. Ada IJABI dan ada juga ABI. Alamat sekretariatnya jelas. Mereka pasti siap hadir untuk memberikan klarifikasi atas berbagai tuduhan itu.”

“Selain itu, bukankah ratusan ulama tingkat dunia telah menandatangani Deklarasi Amman (Amman Message) yang menyatakan bahwa Syiah adalah bagian dari Islam? Mengapa ini diabaikan?” ujarnya.

Tanggapan Para Pejabat
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banjarmasin, DR. H. Ahmadi H. Syukran Nafis, MM ketika diwawancara oleh Humas Kemenag Kota Banjarmasin mengatakan bahwa kegiatan seperti ini kiranya sangat bermanfaat di samping itu juga dapat meningkatkan silaturrahmi dikalangan kaum Muslimin dan juga dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan. Namun demikian, Ahmadi juga mengajak kaum muslimin agar dalam melaksanakan dakwah Islam harus disertai dengan kebijaksanaan, mengingat bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural.

Sebagaimana pernah diulas dalam laporan liputanislam.com sebelumnya, terbitnya buku itu dengan mengatasnamakan MUI Pusat tentu saja patut dipertanyakan, mengingat pandangan MUI Pusat selama ini yang menjunjung tinggi persatuan Islam, dan mendukung pendekatan antar mazhab Sunni-Syiah (taqrib baynal madzahib). Hal ini bisa dilihat dari pandangan-pandangan yang disampaikan para pengurus teras MUI Pusat selama ini, seperti alm. KH Sahal Mahfudz (Ketua Umum), Prof Dr Din Syamsuddin (Wakil Ketua), Prof Dr Umar Shihab (Ketua), dan tokoh-tokoh MUI Pusat lainnya yang berwawasan luas dan mendukung persatuan ummah. Secara pribadi/informal, beberapa tokoh MUI pun menyatakan tidak tahu-menahu soal buku ini.

Dana Dari Siapa?
Sebagaimana telah kami kupas dalam laporan eksklusif sebelumnya, ada indikasi kuat bahwa upaya masif kelompok-kelompok intoleran dalam menyebarkan buku MMPSI didukung oleh dana besar dari negara Arab, juga memiliki benang merah dengan kegiatan takfirisme sedunia yang memicu berbagai perang di Timur Tengah. Namun akhir-akhir ini rupanya ada perkembangan baru.

Semakin tidak terkontrolnya aksi-aksi milisi Al Qaida di Suriah dan Lebanon, bahkan target mereka bukan lagi semata-mata kaum Syiah, melainkan juga membantai massal umat Kristiani; agaknya membuat AS ketakutan. Menurut berita dari Almanar, yang juga pernah dimuat oleh liputanislam.com, AS bahkan sudah memerintahkan Bandar bin Sultan untuk ‘mundur’ karena dianggap gagal dalam proyek Suriah.

penggalangan dana takfiri

penggalangan dana takfiri

Berita ini terlihat sangat berkorelasi dengan aktivitas kelompok takfiri baru-baru ini, yaitu penggalangan dana untuk mencetak buku –yang konon diterbitkan—MUI itu. Ustadz Firanda di jejaring sosial secara terbuka menyerukan penggalangan dana untuk mencetak buku 1 juta buku MMPSI. Dana yang mereka istilahkan sebagai infak, zakat fi sabilillah, dan dana ribawi ini, dikumpulkan dalam rekening atas nama Formas. Hal ini mengindikasikan bahwa dana dari Arab Saudi sepertinya memang sudah menipis.

Selain itu, fakta ini tentu memunculkan pertanyaan: kalau begitu, apa benar sejak awal buku ini memang dicetak dan diterbitkan oleh MUI? Bila ini buku MUI, mengapa dana infak ini tidak digalang oleh MUI, dan tidak diserahkan kepada rekening MUI?

Mengingat aksi kelompok takfiri ini sangat berpotensi memunculkan konflik berdarah sebagaimana yang telah terjadi di berbagai negara Timteng, sikap tegas dan resmi dari MUI Pusat sangat dinantikan.(liputanislam.com/af/dw)

DISKUSI: