Mantan Kepalda Intelijen Saudi: Normalisasi Hubungan Iran-Saudi akan “Ubah Permainan”
Riyadh, LiputanIslam.com – Mantan kepala intelijen Saudi Turki Al-Faisal telah mengaku optimis bahwa kesepakatan antara Teheran dan Riyadh untuk pemulihan hubungan diplomatik dan pembukaan kembali misi diplomatik akan menjadi “pengubah permainan” untuk kawasan Timur Tengah.
Dalam sebuah wawancara dengan France 24, Selasa (14/3), Turki Al-Faisal mengatakan bahwa “pemulihan hubungan” yang terjadi setelah pembicaraan segi tiga di Beijing itu akan mempengaruhi perkembangan di negara-negara besar di Timur Tengah, termasuk Yaman dan Suriah.
“China yang bisa melakukannya, karena memiliki hubungan baik dengan kami berdua. Baik AS maupun Eropa tidak akan mampu menjadi perantara yang jujur antara dua pihak,” ungkapnya.
Ditanya apakah kesepakatan Iran-Saudi akan menjadi pengubah permainan di kawasan itu, Faisal menjawab, “semoga,” dan menekankan bahwa perjanjian itu “akan berdampak” pada perkembangan di Yaman, Suriah, Libanon dan Irak.
Setelah beberapa hari negosiasi intensif yang diselenggarakan oleh China, Iran dan Arab Saudi akhirnya mencapai kesepakatan pada hari Jumat pekan lalu untuk memulihkan hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan dan misi dalam waktu dua bulan.
Sementara itu, seorang pejabat aktif Saudi, Rabu (15/3), mengatakan bahwa Presiden China Xi Jinping pada akhir tahun lalu menawarkan kepada Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman untuk menengahi rekonsiliasi antaraSaudi dan Iran, yang akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk mengakhiri kerenggangan.
Seperti diketahui, Jumat pekan lalu Iran dan Arab Saudi mengumumkan dimulainya kembali hubungan diplomatik mereka, yang terputus sejak 2016, dalam jangka waktu dua bulan setelah negosiasi yang diselenggarakan oleh China, dalam sebuah langkah yang mungkin melibatkan perubahan diplomatik regional yang besar.
Pejabat anonim Saudi itu mengatakan bahwa percakapan awal antara pemimpin China dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman terjadi padapertemuan bilateral pada pertemuan puncak di Riyadh pada bulan Desember.
“Presiden China menyatakan keinginannya agar China menjadi jembatan antara Arab Saudi dan Iran. Yang Mulia Putra Mahkota menyambut baik hal ini,” lanjutnya.
Dia juga mengatakan bahwa Riyadh percaya bahwa Beijing saat ini berada dalam posisi “unik” untuk memperluas pengaruhnya di kawasan Teluk Persia.
Dia menjelaskan, “Sehubungan dengan Iran khususnya, China menempati urutan pertama atau kedua dalam hal mitra internasionalnya. Jadi ada pengaruh penting dalam hal ini, dan Anda tidak dapat memiliki alternatif yang sama pentingnya.”
Sementara itu, Organisasi Penerbangan Sipil Iran (CAO), Selasa, mengumumkan bahwa penerbangan antara Iran dan Arab Saudi akan dilanjutkan setelah izin resmi dikeluarkan.
“Setelah mempelajari masalah ini, izin yang diperlukan dan resmi untuk penerbangan ini akan dikeluarkan dan penerbangan akan dilakukan antara kedua negara,” kata Jafar Yazarlou, juru bicara CAO, dalam wawancara dengan kantor berita Tasnim.
Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran pada Januari 2016 setelah pengunjuk rasa Iran, yang marah atas eksekusi ulama terkemuka Syiah Sheikh Nimr Baqir al-Nimr oleh pemerintah Saudi, menyerbu kedutaan besarnya di Teheran dan konsulat jenderalnya di Masyhad.
Kedua pihak telah mengadakan lima putaran perundingan di ibu kota Irak, Baghdad sejak April 2021. (mm/presstv/raialyoum)
Baca juga: