Ansarullah Menghebat, Pasukan Koalisi Terancam Musnah di Yaman
London, LiputanIslam.com – Presiden pelarian Yaman Abd Rabbuh Mansour Hadi dan pemerintahannya dalam beberapa hari ini mengalami kondisi sulit. Pasalnya, barisan mereka pecah belah, Hadi semakin dikecam oleh para mantan pejabat maupun pejabat aktif di barisannya, dan pasukannya di provinsi Jawf kalah perang melawan tentara Yaman yang bersekutu dengan para pejuang Ansarullah (Houthi).
Hal tersebut diungkap oleh Pemred Rai al-Youm, Abdel Bari Atwan, pada kolom editorial media online yang berbasis di London ini, Ahad (8/3/2020).
Dia menyebutkan bahwa dewasa ini terjadi tiga perkembangan utama yang mengubah total panorama konflik Yaman dan menjungkir balik perimbangan kekuatan militer di lapangan;
Pertama, gempuran beberapa rudal cruise dan drone Ansarullah ke fasilitas minyak Aramco di Pelabuhan Yanbu di pesisir utara Laut Merah, Saudi. Peristiwa ini terjadi beberapa bulan setelah serangan serupa menerjang fasilitas minyak Aramco di Abqaiq dan Khurais yang merupakan urat nadi industri minyak Saudi.
Kedua, keberhasilan Ansarullah dan sekutunya menguasai Provinsi Jawf dan beberapa wilayah di provinsi sebelahnya, Ma’rib, yang kaya minyak di Yaman.
Ketiga, terjadinya perpecahan di kubu Mansour Hadi dan menghebatnya kecaman terhadapnya dari para tokoh kubu ini, termasuk Ahmad Obeid bin Daghr, mantan perdana menteri. Di Twitter Ahmad Obeid menyebutkan bahwa pasukan kubu ini telah jatuh setelah kalah perang di provinsi Jawf dan bahwa kini perimbangan kekuatan militer sudah berbalik ke posisi yang menguntungkan Ansarullah di Yaman dan Iran di kawasan.
Juru bicara pasukan koalisi Saudi-Uni Emirat Arab (UEA) Turki al-Maliki menyatakan pihaknya telah melancarkan serangan udara masif yang menyasar gudang-gudang rudal balistik, bom-bom perahu, dan ranjau-ranjau laut Ansarullah yang disebutnya mengancam pelayaran di Laut Merah. Namun, para pejabat Ansarullah menyatakan bahwa serangan balas dendam itu sia-sia belaka.
Baca: Ansarullah Yaman Kuasai Ibu Kota Provinsi Jawf
Abdel Bari Atwan menilai kunjungan mendadak utusan khusus PBB Martin Griffiths ke Ma’rib dan pertemuannya dengan gubernur setempat yang pro-Hadi, Sultan al-Arawah, serta permintaan Griffiths supaya kota ini tetap berada di luar konfrontasi, mencerminkan keresahan AS dan Inggris.
Sebab, semua perusahaan minyak kedua negara ini memiliki proyek minyak dan gas di kota Ma’rib. Jika kota ini juga jatuh ke tangan Ansarullah maka pemerintahan Mansour Hadi akan kehilangan sumber penting keuangannya, dan celakanya lagi pendapatan minyak dari wilayah Ma’rib berbalik jatuh ke tangan Ansarullah.
Baca: Sanaa Sebut UEA Berencana Kirim Pengidap Corona ke Yaman
Kekalahan pasukan Hadi yang didukung koalisi Saudi-UEA di Nihm dan kemudian Jawf, lanjut Atwan, merupakan pukulan “mematikan” bagi mental pasukan koalisi di depan mental gerakan Ansarullah yang kian bertengger di atas angin, dan jika Ma’rib juga jatuh ke tangan Ansarullah maka dimulailah hitungan mundur bagi riwayat pasukan koalisi dan Perang Yaman yang dalam beberapa hari ini memasuki tahun keenam. (mm/raialyoum)