Tiga Alasan Mengapa Turki ‘Ngotot’ Terlibat dalam Konflik di Libya
LiputanIslam.com—Konflik di Libya antara kubu GNA di bawah pimpinan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj melawan kubu LNA di bawah pimpinan komandan Khalifa Haftar turut melibatkan sejumlah negara di Kawasan. Turki sebagai pendukung utama GNA terus mengirimkan bantuan militer, sehingga GNA berhasil merebut kembali kota Tripoli, sebagai kota paling penting di Libya, dari cengkraman pasukan Haftar.
Dukungan besar Turki untuk GNA pasti didasarkan atas alasan yang kuat. Berikut tiga alasan yang diduga memotivasi Turki untuk mengerahkan kekuatan militernya untuk GNA.
- Alasan Geostrategis
Pada November lalu, pemerintah Turki telah menandatangani pembatasan wilayah kelautan Mediterania bersama dengan GNA. Kesepakatan ini membuat negara tetangga, khususnya Yunani dan Siprus, panik. Sebab mereka sangat menentang hak pengeboran Turki di perairan tersebut.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Çavuşoğlu, dalam sebuah wawancara dengan stasiun TV 24 mengatakan bahwa kesepakatan antara Turki dan Libya dilakukan untuk dua hal, pertama untuk melindungi hak-hak Turki atas sebagian wilayah Siprus dan kedua untuk melindungi kepentingan Turki di perairan Mediterania.
Baca juga: Pasukan GNA Rebut Kembali Bandara Tripoli dari Pasukan Haftar
Kesepakatan antara Turki-Libya akan memuluskan langkah Turki untuk melakukan eksplorasi minyak di timur Mediterania, seperti yang disampaikan oleh menteri energi Turki, Fatih Dönmez minggu lalu.
Menurut Survei Geologi AS, wilayah timur Mediterania memiliki cadangan gas alam senilai USD700 milyar. Untuk mendapatkan itu, pemerintah Turki terus melakukan pengeboran gas alam di wilayah pesisir utara Siprus—yang diakui sebagai wilayah Turki—meski mendapatkan kecaman dari Eropa.
Di saat yang sama, Siprus, Yunani, dan Israel sedang bekerjasama membangun pipa yang bisa mengirim gas timur Mediterania ke Eropa. Para ahli menilai, kesepakatan Turki dengan GNA bisa merusak rencana tersebut.
“Aplikasi nota kesepahaman antara GNA dan Turki telah menyulut kemarahan dan sekaligus menjadi alasan dibalik dukungan militer Turki untuk GNA,” jelas Tim Eaton, anggota peneliti senior di Chatam House, seperti dikutip VOA.
- Alasan Ekonomi
Selain alasan geostrategis, pemerintah Turki juga berkepentingan untuk melindungi aset sejumlah perusahaan Turki yang sudah terlanjur berdiri di Libya.
Para pengusaha Turki telah terlibat investasi di Libya selama beberapa dekade, khususnya di sektor konstruksi, seperti yang dilaporkan Kadir Ustun, direktur eksekutif SETA Foundation.
Baca juga:
Mengenal Keterlibatan Aktor Asing dalam Pusaran Konflik di Libya
Sebelum Ghadafi tumbang, ratusan pengusaha Turki di bidang konstruksi dilaporkan telah menandatangani kontrak di Libya. Sayangnya, akibat konflik Arab Spring pada 2011 lalu, mereka terpaksa meninggalkan proyek yang belum rampung itu dan mengalami kerugian sekitar USD19 milyar.
- Alasan Ideologi
Di masa lalu, Turki dilaporkan memiliki hubungan dekat dengan Partai Konstruksi dan Keadilan (JCP), sebuah partai di Libya yang terpaut erat dengan kelompok Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Kelompok ini, dikemudian hari melengkapi lahirnya GNA, yang saat ini dekat dan mendapatkan dukungan penuh dari Turki.
Kedekatan ideologi ini membuat hubungan antara Turki dan sejumlah negara Arab seperti Mesir, Arab Saudi, dan UEA, menjadi renggang. Sebab, negara-negara Arab itu menganggap Ikhwan al-Muslimin sebagai kelompok berbahaya. (fd)