Terkait APD, Jazuli Minta Pemerintah Tanggapi Serius Surat PB IDI

0
596

LiputanIslam.com — Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini meminta pemerintah serius menanggapi surat terbuka Pengurus Besar Persatuan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama organisasi profesi kesehatan lainnya yang meminta jaminan pemenuhan alat pelindung diri (APD) bagi dokter dan tenaga medis yang menangani COVID-19.

“Jika tidak ada jaminan mereka meminta anggotanya tidak ikut menangani perawatan pasien COVID-19 demi melindungi dan menjaga keselamatan sejawat mereka. Surat itu menangkap kegelisahan dan realita kondisi APD tenaga medis di berbagai rumah sakit,” kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (29/3).

Menurut dia, permintaan dan harapan mereka untuk mendapat APD yang mencukupi sangat rasional dan manusiawi dalam usaha mereka menangani pasien COVID-19.

“Mereka pahlawan bagi kita semua, taruhannya nyawa jika mereka tidak terlindungi yang berdampak pula pada keberlangsungan perawatan pasien COVID-19,” ujarnya.

Ia menyarankan agar pemerintah mengkalkulasikan kebutuhan APD tenaga medis dengan cepat dan tepat, menerapkan SOP dan protokol distribusi penyediaan APD yang ketat agar tidak ada RS yang sampai kehabisan stok.

“Tuntutan IDI harus jadi perhatian karena puluhan tenaga medis positif COVID-19 dan 10 di antaranya meninggal dunia. Tidak sedikit pula pekerja rumah sakit yang akhirnya memilih mundur dari pekerjaan demi mengamankan diri seperti yang terjadi di RSUD Banten,” katanya.

Baca juga: Kelola Sampah nir Racun, PUPR Kembangkan Teknologi Tungku Sanira

Sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Sukamta meminta pemerintah mengevaluasi skenario penanggulangan COVID-19 yang telah berjalan dan segera membuat opsi skenario yang lebih tepat untuk menekan penyebaran virus tersebut salah satunya adalah langkah isolasi atau “lockdown”.

“Opsi ‘lockdown’ yang di dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disebut karantina wilayah bisa menjadi pilihan karena saat ini di banyak daerah muncul pasien-pasien positif COVID-19 karena pergerakan masyarakat antar-wilayah masih terus terjadi,” kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (27/3).

Sukamta menilai Pemerintah jangan menutup opsi “lockdown” karena bisa saja menjadi cara paling efektif mengatasi penyebaran COVID-19, dan di beberapa negara opsi tersebut sudah dilakukan termasuk Singapura dan Malaysia. (Ay/Antara/Warta Ekonomi)

DISKUSI: