Apakah Erdogan akan Ulangi Kesalahan Saddam?
LiputanIslam.com-Para pakar berpendapat, Recep Tayyip Erdogan kini terjebak di Suriah. Menurut mereka, AS tak akan mendukung Turki dalam perang melawan Suriah, sebagaimana Moskow pun tak akan membantu Ankara.
Ketika Erdogan kehilangan nyaris 40 serdadunya di Idlib, dia mendapati AS dan Rusia hanya bungkam. Bahkan di NATO sekalipun, Erdogan tak menemukan teman yang bersedia mendukung Ankara. Dia justru dicap sebagai agresor yang mesti angkat kaki dari Suriah. Selain itu, Erdogan di dalam negeri juga dihujani kecaman para penentangnya. Dia dihujat atas petualangan-petualangannya di luar negeri.
Hal ini membuat Erdogan kehilangan akal. Alih-alih berupaya untuk meredam krisis, dia justru mengumbar ancaman akan menargetkan para petinggi Suriah. Erdogan juga meminta agar Vladimir Putin membiarkannya bertindak sesuka hatinya di Suriah.
Kebohongan Erdogan sampai pada batas klaim bahwa tentara Turki memasuki Suriah bukan atas permintaan Bashar Assad, tapi “atas permohonan rakyat Suriah!” Sebab itu, ia berkoar hanya akan angkat kaki jika rakyat Suriah memintanya.
Para sekutu Barat Erdogan di NATO enggan mendukungnya, sebab berdasarkan pasal 5 Anggaran Dasar NATO, Turki akan dibantu jika mendapat serangan dari pihak lain. Sementara kali ini, bukan hanya tidak diserang, justru Turki-lah yang mengagresi negara lain dan mengirim ribuan serdadu ke Suriah.
Oleh karena itu, saat Erdogan gagal menghimpun dukungan dari NATO, dia membuka perbatasan Turki ke Eropa agar pengungsi Suriah memasuki Benua Biru. Dengan kata lain, Erdogan berusaha menekan Eropa dengan memberi mereka problem baru.
Di sisi lain, Suriah menegaskan haknya untuk mensterilkan wilayahnya dari teroris dan tentara agresor Turki. Rusia, sembari menyatakan dukungan untuk Damaskus, menjelaskan bahwa Putin tidak bersedia menemui Erdogan soal tentara Turki yang tewas di Suriah, sebab Ankara sendiri yang bertanggung jawab atas itu.
Wakil Rusia di PBB juga mengatakan, semestinya Turki memberitahukan posisi tentaranya kepada Rusia, sehingga Moskow bisa memberitahu tentara Suriah agar melindungi nyawa serdadu Turki. Namun Turki tidak memberitahukannya kepada pihak Rusia.
Ini pertanda bahwa Turki bekerjasama dengan kelompok teroris-takfiri. Jika tidak, seharusnya Turki mengusir kelompok-kelompok itu dari wilayah kekuasaannya berdasarkan kesepakatan terkait kawasan deeskalasi.
Sabtu kemarin (29/2) adalah hari terakhir dari tenggat waktu yang diberikan Erdogan kepada tentara Suriah untuk mundur dari Idlib. Namun setelah berakhirnya tenggat waktu ini, Erdogan hanya punya dua opsi.
Pertama, dia terlibat konflik militer dengan tentara Suriah dan sekutunya, terutama Rusia. Jika ini terjadi, maka Erdogan akan bernasib sama seperti Saddam yang harus menghadapi AS saat dia menginvasi Kuwait.
Kedua, dia memilih opsi rasional dan logis, yaitu melenyapkan delusi kelahiran kekaisaran Ottoman baru dari kepalanya, kemudian menjalin hubungan yang didasari kesepamahan dan saling menghormati dengan negara-negara kawasan. Opsi ini akan menguntungkan semua negara di kawasan, terutama Turki sendiri. (af/alalam)
Baca Juga:
Suriah di PBB Sebut Erdogan Jadikan Tentara Turki Sebagai Perisai Ikhwanul Muslimin
Rusia: Tentara Turki sedang Bersama Kelompok Teroris Saat Diserang Suriah