Sandiwara di Mana-Mana

0
1248

mask-jpegPerilaku bersandiwara memang sangat lekat dengan politik. Ini sepertinya sudah menjadi hal yang dimaklumi oleh kita semua. Para politisi adalah orang yang memang sangat lihai menggunakan topeng. Kata-kata dan perilakunya seringkali menampilkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di dalam hatinya. Bukan politisi namanya jika tidak pandai bersandiwara.

Tapi, meskipun sudah ada ‘permakluman’ seperti itu, perilaku bersandiwara yang dipertontonkan para politisi tetap saja sangat menjengkelkan. Jauh di lubuk hati, kita semua tentu sangat mendambakan kejujuran dan integritas. Bagaimanapun juga, perilaku bersandiwara betul-betul menabrak hati nurani dan fitrah yang suci. Lebih dari itu, perilaku bersandiwara sebenarnya melanggar norma Qurani. Yaa ayyuhalladziina aamanuu-taqullaha wa quuluu qawlan sadiida –wahai orang yang beriman, takutlah kepada Allah, dan bicaralah dengan perkataan yang benar (Al-Ahzab: 70).

Karena itulah maka tidaklah begitu mengejutkan manakala manuver politik Partai Demokrat dalam kasus pengesahan RUU Pilkada mendapatkan kecaman di mana-mana. Meskipun sebenarnya perilaku bersandiwara itu juga beberapa kali dipertontonkan oleh para politisi dari partai lain, tapi kali ini, perilaku itu sedemikian telanjangnya dipertontonkan Partai Demokrat, hingga partai ini (berikut tokoh sentralnya, yaitu Presiden SBY) menuai badai kecaman yang tak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah partai. Dan itu terjadi ketika masa pemerintahan SBY tinggal tersisa dalam hitungan hari.

Bagi kita, fenomena ini memberikan pelajaran berharga bahwa pertama, politik tanpa etika itu sangat buruk. Politik sebagai sebuah keniscayaan dalam kehidupan sosial manusia akan membawa pelakunya ke dalam kehancuran ketika politik dilepaskan dari nilai-nilai moral. Berpolitik memang harus. Tapi, itu bukan berarti kita boleh melakukan ghibah, mengumpat, mengejek, merendahkan, berbohong, menerima suap, atau bersandiwara.

Kemudian, pelajaran kedua, fenomena ini mengingatkan kita agar tidak mudah percaya dengan kata-kata siapapun, ketika apa yang dikatakannya terkait dengan kekuasaan. Kita harus menaikkan level sikap kritis kita atas pembicaraan orang atau pihak yang berbicara tentang kekuasaan. Sangat mungkin itu hanyalah pemanis di bibir. Lain di bibir, lain pula di hati.

Dan jika berbicara masalah ini, tentu fenomenanya tidak hanya terkait dengan urusan nasional. Pada akhirnya, ketika sudah terkait dengan kekuasaan atau penguasaan atas sesuatu, perilaku bersandiwara juga bisa ditemukan di mana-mana dalam konteks global. Lihatlah AS serta negara-negara Barat dan rezim monarki di kawasan Teluk. Saat ini mereka sedang menggelar aksi serangan terhadap milisi ISIS di Suriah dan Irak. Apa alasan mereka? Mau menghancurkan kelompok radikal dan teroris.

Inilah contoh nyata dari perilaku bersandiwara di tingkat politik internasional. Aksi serangan terhadap ISIS adalah perilaku bersandiwara yang sangat telanjang. Sudah menjadi sangat jelas bahwa yang membentuk dan memfasilitasi gerakan ISIS adalah kalian sendiri wahai AS, Barat, dan rezim-rezim monarki Arab. Andalah yang sebenarnya menghendaki terjadinya radikalisme dengan agenda-agenda tertentu. Kini, Anda berpura-pura bangkit melawan radikalisme yang Anda ciptakan sendiri. Shame on you! (editorial/liputanislam.com)

DISKUSI: