Absurditas Produk Miras di Indonesia
Indonesia ini negara aneh. Peristiwa sosial besar seperti menganut prinsip trend. Kasus-kasus kecelakaan lalu lintas, misalnya, seperti musiman. Satu kasus kecelakaan menyebabkan munculnya rentetan kecelakaan di beberapa tempat lain. Padahal, kalau dirunut secara logika, tidak ada hubungannya antara satu kasus dengan kasus lainnya, karena yang satu kecelakaan bis di Cipularang, misalnya, dan yang lainnya adalah tenggelamnya kapal pengangkut barang di Laut Jawa.
Hari-hari ini, masyarakat Indonesia sedang membincangkan kasus yang sama-sama aneh ini. Yang sedang sangat ramai diperbincangkan di media massa adalah rentetan kasus tewasnya orang-orang yang menenggak minuman keras (miras) oplosan. Sama seperti kasus kecelakaan, kasus miras oplosan ini juga seperti trend: terjadi secara serempak di beberapa tempat yang berbeda-beda.
Awalnya adalah kasus miras oplosan di Sumedang. Korban akibat miras oplosan dilaporkan sebanyak 127 orang, dan 7 orang di antaranya tewas. Lalu, di Garut, korban tewas mencapai 16 orang. Di Sukabumi juga ada satu orang tewas. Lalu, tiba-tiba saja, ada lagi berita bahwa pesta membawa petaka itu juga dilakukan oleh para pelaut yang berasal dari Manado. Akibatnya, dua pelaut dilaporkan tewas.
Apa gerangan yang sedang terjadi? Betulkah kasus-kasus di Indonesia bersifat trendy dan musiman? Tentu saja tidak demikian, apalagi jika di antara kasus-kasus itu tidak ada korelasi yang bisa dijelaskan oleh logika. Penjelasan paling bisa diterima oleh akal adalah sebagai berikut: berbagai kasus yang sedang ramai dibicarakan itu sebenarnya adalah yang kebetulan ketahuan dan terekspos oleh media massa. Artinya, kasus memang banyak terjadi. Sedangkan yang ketahuan dan diekspos itu ibarat puncak gunung es: yang menyembul dan kelihatan sedikit, sedangkan sebagian besar gunung es itu tersembunyi di bawah laut.
Situasi seperti ini jelas sangat memprihatinkan. Besarnya jumlah penduduk Muslim di negara ini ternyata berbanding lurus dengan jumlah produksi minuman keras (baik yang legal ataupun yang ilegal) yang tentunya dikonsumsi oleh masyarakat. Sungguh sangat membuat kita miris manakala menyaksikan bagaimana penjualan minuman keras hanya sebatas “dibatasi” di tempat-tempat penjualan tertentu (itupun banyak dilanggar), bukannya dilarang. Perhatikanlah bagaimana pabrik-pabrik minuman keras (legal) tetap menangguk keuntungan berlimpah dari aktivitas ekonomi mereka. Padahal, sebagian besar pangsa pasar komoditas ini adalah masyarakat Muslim yang secara tegas dan gamblang mengharamkan komoditas ini.
Di sini, hukum ekonomi berlaku. Orang-orang pastilah akan mencoba peruntungan dengan memproduksi barang yang dipastikan laku keras. Sangat besarnya komsumsi minuman keras oleh masyarakat Indonesia inilah yang mendorong para pelaku ekonomi melirik bisnis di bidang ini. Lalu, ketika cara legal tidak bisa ditempuh (atau memberikan sedikit keuntungan), mereka mencari cara-cara ilegal. Tokh kalau sekedar teknik racikan dan mencari bahan-bahannya, itu adalah hal yang tidak sulit.
Karena diproduksi secara ilegal, maka tak ada standar dan kontrol ketat pada saat pembuatannya. Lalu, ada saat-saat tertentu ketika dosis racikannya tidak begitu tepat. Inilah yang kemudian menyebabkan petaka maut bagi konsumen.
Berbagai macam kasus minuman keras ini semestinya membuat kita semua, khususnya pihak-pihak yang bertanggung jawab (aparat pemerintah, penegak hukum, para pendidik, dan tentu saja para ulama) memperhatikan kasus-kasus minuman keras ini secara lebih mendalam lagi, dan melakukan tindakan-tindakan yang sungguh-sungguh. Tingkat toleransi terhadap produksi dan penjualan minuman keras harus terus ditekan sampai pada titik nol.
Minuman keras bukan hanya masalah pribadi, melainkan punya dimensi sosial yang sangat tinggi. Perilaku meminum minuman keras itu ibarat virus yang akan menulari lingkungan sekitar. Perilaku ini punya potensi besar untuk ditiru. Lebih jauh lagi, orang yang kehilangan akal gara-gara dalam keadaan mabuk akan kehilangan kontrol diri, rasa malu, serta sangat mudah melakukan beragam tindakan kriminal. (editorial/liputanislam)