Soekarno Care: Dari Indonesia untuk Suriah
Konflik Suriah telah dinyatakan oleh PBB sebagai konflik kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah pasca Perang Dingin. Ada sekitar 4 juta pengungsi Suriah yang kepanasan di musim panas, atau menggigil kedinginan selama musim salju, di tenda-tenda darurat. PBB juga melaporkan, ada 10,5 juta warga Suriah yang menderita kekurangan pangan. Lebih dari satu juta anak balita hidup dalam kondisi malnutrisi parah. PBB bahkan sudah menyerukan dunia internasional untuk menggalang dana, karena dana yang ada sangat tidak mencukupi.
Sekelompok aktivis kemanusiaan Indonesia telah menggagas penggalangan dana yang antisektarian, a-politis, dan semata-mata didasarkan pada kemanusiaan, dengan nama Soekarno Care. Liputan Islam menemui salah seorang penggagas Soekarno Care, Mochammad, untuk mengetahui lebih banyak tentang masalah ini.
Liputan Islam (LI): Anda kabarnya pernah berada di Suriah? Dalam rangka apa?
Mochammad (M): Ya, saat itu saya berada disana untuk mempelajari dasar-dasar bahasa Arab selama 3 bulan, Februari 2010 hingga April 2010. Awalnya saya ke sana hanya untuk menunggu menjelang kuliah di American University of Beirut (AUB) Lebanon. Namun karena beberapa hal saya harus membatalkan studi saya di Lebanon dan akhirnya kembali ke Suriah untuk menghabiskan waktu satu term bahasa Arab tersebut.
LI: Situasi belajar di lembaga pendidikan Suriah seperti apa?
M: Saat itu saya belajar di Arabic teaching institute for non Arabic speakers milik pemerintah Suriah. Di sana pelajar dari berbagai negara dan latar belakang profesi dan pendidikan berkumpul. Dari mulai Rusia, Cina, Korea, Amerika, Jepang, Perancis, Norwegia, Bulgaria, Malaysia dan tentu saja dari Indonesia. Kedisiplinan cukup tinggi diterapkan di sekolah ini. Bahasa yang boleh dipergunakan di dalam kelas hanya bahasa Arab, bisa atau tidak bisa, harus berbicara dengan bahasa Arab.
Pintu akan ditutup pada jam-jam belajar sehingga pelajar yang terlambat akan kehilangan sesi pertama dari dua sesi yang diberikan setiap hari, lima hari dalam satu minggu sejak pukul 7 pagi hingga pukul 1 siang. Itu di sekolah dimana kita harus membayar, karena para muridnya rata-rata adalah orang-orang asing. Namun ada juga universitas-universitas yang juga memberikan beasiswa kepada pelajar-pelajar asing, bahkan mendapatkan uang saku.
LI: Di kampus Anda dulu, Anda didoktrin Syiah nggak?
M: Tidak, tidak ada doktrin-doktrin keagamaan, sama sekali. Yang ada adalah doktrin anti Israel. Di Suriah Anda tidak akan menjumpai peta yang dijual di toko dengan daerah bernama “israel” di peta, namun akan akan menemukan kata “Palestine”. Syiah itu bukan mazhab resmi Suriah dan Suriah juga bukan negara berlandaskan agama, tetapi berlandaskan nasionalisme dan sosialisme.
LI:Orang Suriah itu seperti apa sih?
M: Relatif. Secara umum orang Suriah sangat santun. Saya mengenal mereka bukan hanya ketika saya di Suriah namun juga ketika saya bekerja di Dubai sebagai engineer. Saya bersahabat dengan orang Suriah dengan berbagai latar belakang agama, mazhab, dan pendidikan. Berbicara dengan mereka akan sangat menyenangkan dan tidak membosankan.
Watak orang Suriah pun bermacam-macam tergantung dari latar belakang mereka, dari yang pemarah hingga yang pemurah. Namun demikian saya temukan bahwa orang Suriah sangat welcome dengan orang asing, selama kita tidak mengganggu mereka. Mereka sangat toleran.
LI: Tapi kok sekarang sampai bunuh-bunuhan secara sadis begitu?
M: Ketika melihat apa yang terjadi saat ini di Suriah, saya sama sekali tidak percaya itu adalah perilaku orang-orang Suriah. Mungkin saja ada segelintir warga asli Suriah yang terlibat, tapi saya kira ini akibat provokasi agama dan sekte yang salah kaprah. Apalagi data menyebutnya ada puluhan ribu teroris datang ke Suriah untuk menggulingkan pemerintah Suriah, berbagai laporan media massa menyebut bahwa merekalah yang melakukan berbagai aksi pembantaian dan pengeboman.
Apalagi selama ratusan tahun orang Suriah menjaga tempat-tempat bersejarah dan makam orang-orang shaleh di sana. Kini kita dengar berita penghancuran makam-makam kuno di Suriah dengan dalih bid’ah atau musyrik. Saya yakin itu bukan tindakan orang Suriah karena jika mereka berniat melakukan itu tentu mereka melakukannya sejak lama.
LI: Ada rumor bahwa rezim Assad sangat kejam terhadap rakyatnya? Apa rakyat Suriah yang Anda temui kelihatan takut atau benci terhadap rezim?
M: Saya kira istilah kejam harus dikoreksi. Mereka melakukan proteksi yang ekstra terhadap keamanan negara karena negara dalam kondisi darurat perang (melawan Israel). Benar kita tidak melihat demokrasi di Suriah (setidaknya apa yang saya lihat dan amati) jika demokrasi itu diartikan sebagai keterbukaan untuk mengungkapkan pendapat politik, apalagi bebas mengolok-olok pejabat seperti di Indonesia. Namun tidak ada larangan menjalankan ibadah dan kepercayaan kepada pemeluk agama, sekte dan kepercayaan apapun di sana. Tidak ada pemberangusan aliran karena dianggap sesat misalnya. Semua memiliki hak yang sama.
Namun, kalau sudah masuk ranah politik, umumnya orang Suriah memang tutup mulut. Kawan saya orang-orang Suriah yang berada di luar Suriah lebih sedikit berani berpendapat namun sangat terbatas; sebagian mereka tidak menyukai pemerintah.
Namun ketidaksukaan sebagian rakyat Suriah terhadap pemerintahnya saya kira sama saja dengan ketidaksukaan sebagian rakyat Indonesia kepada Pak Harto, misalnya. Lalu, apa dulu boleh-boleh saja bila ada sekelompok orang memberontak, mengundang pasukan asing dari seluruh dunia, mengebom berbagai fasilitas publik, dan membunuhi siapapun yang dituduh pro Suharto? Siapapun yang berakal sehat akan menjawab tidak.
LI:Apa yang membuat Anda dkk menggagas Soekarno Care?
M: Kami melihat telah tiga tahun konflik Suriah ini terjadi. Konflik Suriah ini dinyatakan oleh PBB sebagai konflik kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah pasca Perang Dingin. Ada sekitar 4 juta pengungsi Suriah yang kepanasan di musim panas, atau menggigil kedinginan selama musim salju, di tenda-tenda darurat. Kami bergerak karena merasa bersalah bila hanya diam, menjadi penonton atas tragedi besar ini. Benar bantuan kemanusiaan datang ke Suriah, namun sangat tidak cukup. Bangsa Indonesia perlu turun tangan untuk membantu.
Apalagi, yang sangat menyedihkan dan memprihatinkan kami, dalam kampanye penggalangan dana di Indonesia selama ini, hampir selalu membawa-bawa isu sektarian. Entah dengan tujuan untuk mendapatkan simpati dari yang hadir, atau karena kebencian sektarian. Biasanya yang mereka bawa adalah isu Syiah membantai Sunni. Padahal banyak sekali analis politik Timteng yang sudah menjelaskan panjang lebar bahwa konflik Suriah bukan konflik sektarian, namun ada sekelompok pihak ingin menggulingkan pemerintahan yang sah. Mereka membawa-bawa isu sektarian demi menggalang dukungan dana dan pejuang “jihad” dari seluruh dunia.
Karena itu kami berinisiatif untuk menggalang dana untuk membantu pengungsi Suriah, apapun agama, sekte, dan orientasi politik mereka. Mereka semua adalah korban kejahatan kemanusiaan yang tak terampuni oleh agama apapun. Kami harus menggalang dana untuk membantu para korban, terutama adalah pengungsi, dengan tidak menjual isu sektarian demi mendapatkan uang.
LI:Mengapa dipilih nama Soekarno? Apakah dulu Bung Karno juga consern pada isu Timteng?
M: Hampir tidak ada orang tua Arab yang tidak mengenal siapa Soekarno. Mereka menyebutnya Ahmad Sokarno. Bung Karno dikenal menentang pendirian negara Israel, berani melawan dominasi AS, dan menggagas gerakan nonblok (GNB). Kita ingat perkataan Bung Karno dalam sidang GNB, “Kami yang duduk dan berkumpul di sini bukan atas dasar ras, suku dan agama, melainkan atas dasar kepentingan yang sama.”
Ini pula yang kami katakan: kami mendirikan lembaga penggalangan dana ini (Soekarno Care) bukan atas dasar ras, suku mazhab, dan agama melainkan atas dasar kepentingan yang sama, yaitu kepentingan kemanusiaan.
Ketika saya berkunjung ke Gaza bersama relawan MER-C untuk mengurus awal pembangunan rumah sakit Indonesia, saya temukan penduduk Gaza khususnya orang-orang tua di sana sangat menghormati Soekarno. Seorang penduduk Gaza yang saya jumpai berkata, “Soekarno datang ke Gaza, beliau bersama Nasser (presiden Mesir ketika itu) masuk hingga kota memberikan dukungan kepada rakyat Gaza. Anda lihat pohon mangga itu? (sembari menunjuk sebuah pohon), pohon itu bernama mangga Soekarno karena beliau dulu yang menanam bibitnya di sini.”
LI:Tanggapan masyarakat atas gerakan pennggalangan dana ini bagaimana?
M: Respons yang ada sangat positif. Saya kira perlu kampanye penggalangan dana dengan cara arif dan bijak kemudian menyalurkannya dengan cara yang adil. Hingga saat ini jumlah yang terkumpul masih jauh dari apa yang kami targetkan namun jumlah bukanlah tujuan kami semata, melainkan pesan kami kepada bangsa besar Indonesia agar menyumbangkan bantuan mereka bukan atas dasar kebencian yang diprovokasi, bukan atas dasar fitnah, atau mencampuradukkan kepentingan asing dengan agama. Mari kita membantu atas dasar kemanusiaan dan nurani.
LI:Bagaimana mekanisme penyaluran dana yang terkumpul?
M: Kami telah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang mungkin dapat membantu kelancaran penyaluran dana. Saat ini mungkin target kami adalah lokasi dengan pengungsi terbesar dan minim penanganan. Hingga saat ini menurut laporan UNHCR, jumlah pengungsi Suriah terbanyak berada di Lebanon, mencapai hampir 1 juta jiwa.
Dana yang ada akan kami gunakan untuk membeli keperluan para pengungsi. Kami melakukan survei dulu, apa yang paling dibutuhkan pengungsi. Laporan-laporan resmi lembaga donor seperti UNHCR tentang jumlah jumlah pengungsi, jenis kelamin, usia dll akan juga kami gunakan sebagai acuan untuk membeli apa yang diperlukan. Pada bulan Februari nanti kami akan berangkat (dengan dana pribadi) untuk membuat laporan kondisi terakhir pengungsi dan menyampaikannya kepada donatur Soekarno Care. (liputanislam.com/dw)