Mantan Kepala Mossad: Hambat Suplai Senjata ke Tepi Barat, Israel Berkoordinasi Dengan Yordania
LiputanIslam.com — Hubungan antara Israel dan Amerika Serikat (AS) menunjukkan babak baru, pasca kemunculan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di hadapan Kongres AS atas undangan dari Partai Republik untuk menyampaikan peringatan tentang program nuklir Iran. Hal ini dinilai sebagai gejala merenggangnya hubungan antara AS-Israel yang terjalin amat mesra selama puluhan tahun.
Tak lama berselang, secara terbuka, Presiden AS Barack Obama menepis peringatan Israel. Obama mengatakan Benjamin Netanyahu tidak menawarkan pilihan yang bisa diwujudkan dalam masalah utama tentang bagaimana mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Sikap Netanyahu yang berdiri bersama kelompok opoisisi di AS mendapat kritikan dari berbagai pihak, tak terkecuali dari Israel. Mantan Kepala Mossad Meir Dagan menyesalkan tindakan gegabah ini, yang menurutnya, semakin memperburuk citra Israel di hadapan dunia internasional.
Apa yang telah dilakukan Israel selama puluhan tahun untuk menikam pihak-pihak yang dianggapnya sebagai musuh? Berikut ini wawancara selengkapnya, sebagaimana dilansir Ynetnews, 2 Februari 2015. Wawancara bagian pertama, bisa dibaca di sini.
Ynetnews: Gedung Putih telah mengumumkan bahwa mereka akan berhenti berbagi informasi dengan Israel terkait hal-hal rahasia dalam negosiasi dengan Iran. Dalam pengalaman Anda, apakah keputusan itu akan merembet secara menyeluruh terhadap hubungan kita dengan AS di segala bidang?
Meir Dagan: Ya, dan itu akan terjadi dengan sangat cepat. Kepala CIA diangkat melalui jalur politik. Panasehat keamanan nasional diangkat melalui jalur politik, begitu pula dengan sekretaris negara. Mereka semua, termasuk pejabat di tingkat bawah, bekerja sesuai dengan arahan komandannya. Kami semua telah menyaksikan fenomena ini selama konfrontasi di masa lalu. Kasus Jonathan Pollard misalnya. Kita bergantung pada AS. Ketika pejabar senior pemerintah AS menyatakan bahwa Israel bertindak melawan kepentingan nasional AS, maka hal itu merupakan kuburan berbahaya dalam jangka waktu yang panjang bagi kita.
Pesan apakah yang disampaikan oleh perdana menteri kita yang menyatakan, “Kami tidak memerlukan informasi dari perundingan (antara Iran dan negara 5+1), dan kami memiliki sumber sendiri. Apakah Netanyahu menyiratkan bahwa kita memata-matai AS?”
Posisi kita di hadapan dunia internasional tidak terlalu baik pada saat ini. Pertanyaan tentang legitimasi Israel telah diagendakan. Kita tidak bisa menggerogoti hubungan yang terjalin dengan sekutu terpenting – tentunya tidak di hadapan publik, dan seharusnya kita tidak terlibat dalam politik dalam negeri AS. Ini bukanlah sikap yang diharapkan dari seorang perdana menteri.
Ynetnews: Netanyahu melihat kesepakatan dengan Iran mirip dengan Perjanjian Munich. Bisa dimengerti mengapa ia bertindak dengan cara ini.
Meir Dagan: Perdana menteri harus bertindak dengan penuh kesadaran. Ia harus memikirkan tujuannya. Netanyahu tidak membahas tentang kemunculannya di Kongres dengan penasehat profesional (dari pertahanan dan intelejen masyarakat). Mungkin dia berbicara kepada konsultan politik.
Iran menyaksikan semuanya dan terungkap mereka bertepuk tangan dengan gembira. Mereka merasa telah berhasil membuat perpecahan antata Israel dan sekutu utamanya, yang mereka sebut Setan Kecil dan Setan Besar.
Ynetnews: AS juga mengadakan pembicaraan dengan Iran di belakang Israel. Mereka berdialog di Oman.

The only thing that interested him was to be photographed on the backdrop of maps’ (Photo: Haim Tsach/GPO)
Meir Dagan: Saya tidak senang terhadap hal tersebut. Ini adalah refleksi dari buruknya hubungan kami. Tapi AS tidak bodoh. AS tahu apa yang akan dilakukan oleh Arab Saudi, Yordania, dan Israel jika mereka mengadakan perundingan dengan Iran di Oman.
Ynetnews: Untuk mengalahkan, bukan untuk menjajah.
Meir Degan: Kebanyakan penduduk Israel menarik nafas lega menyaksikan Operation Protective Edge (Operasi Perlindungan Tepi) pada musim panas tahun lalu. Kemudian mereka kecewa. Setelah bertempur selama 51 hari, rakyat mengharapkan lebih dari sekedar ‘jalan buntu’ dalam menghadapi organisasi seperti Hamas. Apa yang berhasil kita dapatkan? Tidak ada, kecuali gencatan senjata, yang juga akan dilanggar Hamas.
Ada tiga operasi di Gaza dalam beberapa tahun terakhir. Operasi Menuang Timah, Operasi Pilar Pertahanan, dan Operasi Perlindungan Tepi, dan Hamas telah mempelajarinya dengan baik. Pertama, baik kita maupun Hamas tidak mampu untuk menembus melalui pagar perbatasan, maka opsi yang diambil adalah melalui bawah tanah. Kedua, Israel berkuasa di udara, jadi kami akan membuat roket. Dan ketiga, Israel mengebom dari udara, jadi kita akan membangun bunker.
Tapi kita tidak mendapatkan pelajaran apapun. Apakah ada sebuah terowongan Israel yang menembus Gaza? Tidak. Apakah kita telah menentukan tujuan strategis? Tidak. Kita melakukan operasi hanya untuk berakhir pada gencatan senjata, yang menjadi titik tolak untuk memulai hitungan mundur terhadap konfrontasi berikutnya.
[Catatan redaksi: pasca gencatan senjata antara Israel dengan Hamas, justru pihak Israel yang lebih dahulu melanggar kesepakatan. Berita selengkapnya bisa dibaca di sini.]
Ynetnews: Netanyahu, tidak berusaha untuk membasmi Hamas karena ia takut Islamic State (IS/ISIS/ISIL) akan menggantikan posisi Hamas.
Meir Dagan: Itu omong kosong. Netanyahu tidak mengerti segala sesuatu tentang ISIS. Pendudukan ISIS berkaitan dengan realitas di Surian dan Irak. ISIS tidak memiliki kepentingan untuk menduduki wilayah di Gaza. Bertahannya Hamas di Gaza tidak terkait dengan ISIS, tetapi berhubungan dengan Mahmoud Abbas.
Netanyahu telah salah menangani segala hal. Satu-satunya hal yang menarik bagi dia adalah difoto pada latar belakang peta. Rakyat akan menyatakan bahwa Netanyahu penuh tanggung jawab. Tanggung jawab? Hal itu adalah untuk menutupi bahwa sebenarnya ia tidak melakukan apapun. Tidak ada gagasan yang diberikan terhadap tujuan yang ingin kita capai. Semua orang tahu tentang terowongan. Untuk mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui, itu tidak benar. Ketika terowongan menjadi masalah, mereka mengebomnya dari udara. Lantas, selama dilancarkan operasi di darat, kita tidak mampu mendeteksi lokasi mereka.
[Catatan redaksi: Sayap militer Hamas secara mengejutkan berhasil menembus ke benteng pertahanan Israel melalui terowongan bawah tanah tanpa terdeteksi. Dengan gagah berani, pejuang Hamas berhasil menyerang dan menewaskan beberapa tentara Israel. Pencapaian ini menimbulkan kecemasan di Israel, karena tidak tertutup kemungkinan adanya terowongan lainnya yang dibangun Hamas yang menyasar lokasi-lokasi strategis. Berita selengkapnya, bisa dibaca di sini.]
Ynetnews: Menurut Anda, apa yang seharusnya telah kita lakukan?
Meir Dagan: Kita harus mengupayakan hasil yang menentukan terhadap Hamas. Ada tiga komponen perang melawan Hamas, yaitu kepemimpinan, infrastruktur dan tentara. Keberadaan pejuang Hamas berada dalam urutan terakhir. Dalam sebuah wilayah yang dihuni oleh 1.750.000 jiwa, maka mudah untuk menjamin ketersediaan tentara. Tapi komponen infrastruktur militer yang tersedia sangat sedikit, begitu juga halnya dengan kepemimpinan. Setiap kali anggota Hamas terbunuh, mereka menamainya sebagai Komandan Brigade. Saya pribadi merasa tersinggung, karena saya adalah seorang Komandan Brigade.
[Catatan redaksi: Pernyataan Meir Degan ini menunjukkan bahwa yang untuk menang melawan Hamas, maka Israel harus membereskan infrastruktur militer seperti senjata dan amunisi. Artinya, sebisa mungkin suplai senjata untuk Hamas harus dihentikan. Lalu, Israel juga harus melumpuhkan kepemimpinan Hamas agar tidak ada garis komando yang jelas. Sebuah organisasi yang tidak terarah atau tidak tunduk pada satu perintah, maka akan mudah untuk dilumpuhkan]
Kita memulai operasi dalam kondisi yang paling nyaman, tetapi berakhir 51 hari kemudian dengan amunisi yang rendah. Kita telah menyia-nyiakan senjata strategis. Dan apa yang kita capai? Hanya sebuah gencatan senajata sementara.
Ynetnews: Jadi apa yang akan Anda lakukan? Menduduki Gaza?
Meir Dagan: Tidak perlu untuk menempati wilayah Gaza setiap meter persegi, mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk itu. Kita bisa menang tanpa harus menampati. Saya pikir, Netanyahu menginginkan operasi seperti Operasi Pilar Pertahanan, yang berlangsung singkat tanpa hasil yang menentukan, tapi hal itu tidak bisa dilakukan pada saat ini. Ia adalah seorang pria yang merilis lebih dari 1.000 orang pembunuh, namun ia menekuk otot-ototnya saat berurusan dengan Abbas. Ia menolak untuk merilis teroris tingkat tiga. Kami memasukkan Abbas sebagai teroris karena ia telah melakukan negosiasi dengan Hamas, dan tidak ada pembicaraan sama sekali dengannya selama dilangsungkannya operasi.
Ynetnews: Apa yang Anda harapkan dari Netanyahu?
Meir Degan: Kami harus mengalahkan Hamas dan membawa Abbas ke Gaza, di bawah perlindungan Liga Arab. Untuk pertama kalinya, kami telah mencapai kesepakatan dengan Liga Arab. Kami, Arab Saudi, negara-negara Teluk dan Mesir telah sepakat.
Kita selalu bermasalah dengan Palestina. Selama kita menolak hak-hak untuk kembali – dan saya menentang hak-hak kembali ini – maka akan selalu ada elemen dari Palestina yang berusaha untuk menghancurkan Israel. Raja Abdullah di Yordania akan menjadi tameng di perbatasan timur kita. Ia telah mencegah penyelundupan senjata dan teror ke Tepi Barat. Tanpa dia, maka Tepi Barat akan menjadi Hamastan. Itulah sebabnya kita harus melakukan koordinasi yang erat dengan dia.
[Catatan redaksi: Hamas yang berada di Jalur Gaza mendapatkan dukungan dana dan senjata dari Iran secara berkelanjutan. Pada bulan November 2014, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Sayyid Ali Khamenei menyatakan bahwa pihaknya akan turut mempersenjatai Tepi Barat. Namun upaya harus berhadapan dengan koordinasi antara Israel dan Yordania. Fakta ini membuktikan bahwa Yordania merupakan sekutu Israel, yang turut membantu melemahkan Palestina. Berita selengkapnya, bisa dibaca di sini]
Ynetnews: Sejauh yang kami tahu, Netanyahu telah banyak berinvestasi dalam koordinasi dengan Yordania.
Meir Dagan: Saya tidak akan memberitahu Anda apa yang saya yakini tentang penilaian Raja Abdullah kepadanya. Hari ini, karena perang melawan ISIS, ia mendapatkan dukungan penuh dari AS.
Dan apa yang Netanyahu lakukan? Ia mengizinkan semua orang dengan segala bentuk ide-ide yang aneh untuk mengunjungi Temple Mount, tempat suci yang dipercayakan kepada Raja Abdullah.
Kondisi status quo akan berbahaya bagi Israel. Kita harus mencapai kesepakatan dengan Palestina. Tetapi tindakan Netanyahu membawa kita menuju pada negara bi-nasional, dan saya tidak menginginkan itu. Saya tidak ingin Abbas sebagai perdana menteri di negara saya. Fakta di lapangan pasti akan membawa kita sebagai sebuah negara apartheid. (ba)