Turki Sang Backstabbers
liputanislam.com— “Negara-negara tetangga yang berbagi perbatasan dengan kami, selama bertahun-tahun menjadi tetangga yang baik dan melewati masa-masa yang penuh dengan tantangan. Sayangnya kini mereka telah menjauh dari hubungan baik itu. Di sebelah utara ada backstabbers…” (Al-Moallem pada Konferensi Jenewa)
Dengan terang-terangan, Al-Moallem yang merupakan pemimpin delegasi Suriah dalam perundingan Jenewa II menuding Turki sebagai salah satu biang atas krisis Suriah. Dikatakan olehnya, Turki telah menjamu teroris kriminal sebelum masuk Suriah yang menyebabkan penderitaan dan kehancuran di negaranya. Benar, tudingan tersebut bukan hanya sekedar klaim namun memang terbukti bahwa Turki merupakan salah satu pintu masuk bagi para teroris asing yang sedang berangan-angan berjihad di Suriah.
Salah satu fakta yang sangat mengguncang terkait dengan ‘perjamuan’ ini adalah ketika Turki membiarkan masuknya gas sarin yang digunakan oleh pemberontak pada serangan senjata kimia pada bulan Agustus 2013 di Ghouta, Suriah . Temuan itu dipaparkan oleh salah satu mantan staf pemerintah di sebuah provinsi di Turki. Setelah serangan mematikan itu akhirnya aparat keamanan Turki mulai menggeledah rumah yang dihuni oleh anggota al-Nusra di wilayahnya, dan menemukan 2kg tabung yang berisi gas sarin. Meskipun penggeledahan itu belum terlambat sepenuhnya, tetap saja tidak bisa mengembalikan kembali ratusan nyawa yang melayang akibat serangan mematikan tersebut.
Selain itu, Al-Moallem juga menyebut tetangga di utara adalah backstabbers, yang artinya penghianat, atau seseorang yang menusuk dari belakang. Mungkin kita harus mengingat kembali ketika Netanyahu akhirnya meminta maaf kepada PM Turki melalui telepon atas razia komando Israel terhadap kapal ‘Mavi Marmara’ di tahun 2010. Sebelum ini Netanyahu selalu menolak menyampaikan permintaan maaf atas insiden yang menyebabkan 9 warga Turki tewas.
Perlu waktu 3 tahun bagi Israel untuk ‘menyadari kesalahannya’ sebelum akhirnya minta maaf setelah didesak Obama. Dilain pihak, Turki yang pernah menyatakan bahwa hubungan diplomatik kedua negara sepenuhnya tergantung atas sikap Israel. Maksudnya, jika Israel tidak mau berdamai ya otomatis akan menjadi musuh bagi Turki. Netanyahu sadar betul, menjadikan Turki sebagai musuh adalah boomerang untuk saat ini, apalagi Turki yang bertetangga dengan Iran jika mereka bersatu menentangnya, maka ini adalah mimpi buruk bagi Israel.
Perdamaian itu terjadi bulan Maret 2013, Israel merangkul Turki. Saat itu mungkin banyak yang sangsi dengan ketulusan niat dari Israel, dan mungkin juga saat itu dunia menunggu akan kepada siapa lagi Israel bersedia merendahkan diri untuk meminta maaf. Mungkinkah kepada Palestina?
Ternyata tidak. Yang terjadi setelahnya justru adalah serangan udara di Lattakia, Suriah pada tanggal 5 Juli 2013. Siapa dalangnya? Qassem Saadeddine, Dewan Tertinggi Militer FSA kepada Reuters mengatakan bahwa serangan tersebut bukan dilakukan oleh pemberontak. Alasannya, ledakan itu terlalu besar dan menggunakan senjata modern yang tidak dimiliki oleh pihak pemberontak. Jika pemberontak tidak mengakui, lalu siapakah pelakunya?
Meskipun Israel menampik, dan Turki juga membantah, namun pihak intelejen Russia, senada dengan yang diungkapkan Amerika Serikat, menyatakan bahwa Israel-lah yang berada di balik serangan tersebut. Untuk menyerang Lattakia, yang berdekatan dengan perbatasan di sebelah utara Suriah dengan Turki, Israel sangat butuh posisi ideal. Mungkinkah Israel merendahkan dirinya untuk minta maaf kepada Turki adalah demi posisi ideal tersebut?
Yang pasti, Turki sebagai salah satu pendukung pemberontakan Suriah, tengah berada di kubu yang sama dengan Israel. Lalu perlahan melayani keinginan Israel. Turki berharap bisa mendapatkan keuntungan dari serangan ini, karena yang ditargetkan oleh Israel di gudang senjata Lattakia adalah senjata canggih dari Rusia seperti rudal Yakhont P-800. Dengan hancurnya senjata tentara Suriah, akan berimbas pada melemahnya pertahanan mereka dalam menghadapi kubu pemberontak. Sedangkan bagi Israel, serangan ini adalah serangan keempat yang selalu menargetkan gudang senjata untuk mencegah adanya transfer senjata dari Suriah kepada Hizbullah, Lebanon. Menimbang keuntungan itu, Turki mengizinkan Israel menyerang gudang senjata Suriah dari pangkalan miliknya.
“…Secara logika, hal ini hanya cocok jika dikatakan sebagai kebodohan, karena jika Anda tidak belajar dari sejarah, Anda akan melupakan masa kini dan sejarah telah memberitahu kita: jika rumah tetangga Anda terbakar, tidak mungkin bagi Anda tetap merasa aman…” – (Al-Moallem pada Konferensi Jenewa)
(liputanislam.com/rt/presstv/AF)