Dicoret AS dari Daftar Negara Berkembang, Indonesia Jadi Negara Maju
Jakarta, LiputanIslam.com— Amerika Serikat (AS) mengeluarkan sejumlah negara dari daftar negara bekembang. Salah satunya adalah Indonesia yang dianggap sudah menjadi negara maju.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Shinta W Kamdani, keluarnya Indonesia dari daftar negara berkembang akan berdampak pada hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS.
“Kalau benar ini terjadi akan berpotensi berdampak pada, pertama, manfaat insentif Generalized System of Preferences (GSP) AS untuk produk ekspor Indonesia,” kata Shinta, Sabtu (22/2).
Baca: Sri Mulyani: Indonesia Harus Perkuat Struktur Perekonomian
Dia menjelaskan, berdasarkan aturan internal AS, fasilitas GSP hanya diberikan kepada negara-negara berkembang. Artinya, Indonesia sudah tidak bisa lagi menjadi penerima GSP.
“Dengan adanya redesignation Indonesia sebagai negara maju oleh AS, secara logika Indonesia tidak lagi eligible sebagai penerima GSP apapun hasil akhir dari kedua review GSP yang sedang berlangsung terhadap Indonesia,” ujarnya.
Dia melanjutkan, hal ini membuat Indonesia menjadi kurang menguntungkan karena Indonesia karena akan rentan terkena tuduhan subsidi dalam kegiatan perdagangan dengan AS.
Dia berharap, keluarnya Indonesia dari daftar negara berkembang tidak mengganggu kinerja perdagangan internasional Indonesia, khususnya dengan AS.
Sementara itu, menurut dosen Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada (UGM), Riza Noer Arfani, pencoretan Indonesia sebagai negara berkembang adalah blessing in disguise.
Dia mengungkapkan, Indonesia pada satu sisi dipaksa untuk meningkatkan daya saing dan tidak dimanjakan dengan banyak keistimewaan. Hal ini, kata dia, sesuai dengan tujuan pemerintah untuk terus melakukan peningkatan.
“Pemain-pemain kita sekarang harus terus ditekan, dalam artian yang positif ya, supaya lebih bersaing di luar negeri,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemerintah harus memperhitungkan dengan teliti dampaknya dalam hal diplomasi perdagangan dan ekonomi.
“Saya kira secara diplomasi perdagangan dan ekonomi harus dihitung betul,” ucapnya. (sh/kompas/merdeka)