IMF Hanya Akan Pinjamkan Dana ke Venezuela Jika Presiden Maduro Mundur
LiputanIslam.com—Awal bulan ini, Dana Moneter Internasional (IMF) menolak permintaan dana darurat Venezuela untuk mengatasi pandemi Covid-19. IMF berdalih, kepemimpinan Nicolas Maduro di Venezuela kurang diakui oleh komunitas internasional, terutama Amerika Serikat (AS).
“Keterlibatan IMF dengan negara-negara anggota didasarkan atas pengakuan resmi pemerintah sebuah negara oleh komunitas internasional. Saat ini, belum ada kejelasan tentang pengakuan internasional terhadap kepemimpinan Maduro,” ucap juru bicara organisasi bank internasional tersebut, seperti dikutip Mintpress pada Senin (30/3).
Baca: Venezuela Buka Pusat Kebudayaan di Damaskus-Suriah
Faktanya, kurang lebih 150 negara di dunia mengakui kepemimpinan Maduro, termasuk mayoritas negara-negara anggota PBB. Bahkan, PBB sendiri mengusung Maduro dan menunjuk Venezuela sebagai Dewan HAM PBB. Ironisnya, ada satu negara yang pasti menolak mengakui Maduro, yaitu Amerika Serikat.
Meski begitu, ‘bantuan’ mungkin akan segera cair, jika Juan Guaido, sosok yang mendeklarasikan diri sebagai presiden Venezuela menyaingi Maduro dipercaya memimpin negara itu. Kemarin Juan sempat mengumumkan bahwa dirinya telah mengamankan dana pinjaman sebesar $1,2 milyar dari IMF dengan satu syarat: Maduro lengser dan mengizinkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk mengendalikan negara.
Pernyataan Guaido disampaikan bersamaan dengan datangnya berita seputar mantan jenderal militer, Cliver Alcala, yang mengaku mengorganisir kudeta militer bersama dengan Guaido. Sejauh ini, Alcala telah mencari perlindungan di balik Badan Penegakan Narkoba AS.
Pemerintah Venezuela, justru lebih mencurahkan perhatiannya pada Covid-19, dan tak begitu perhati dengan isu-isu lainnya. Sampai saat ini, tercatat 119 kasus positif Covid-19 di Venezuela dengan angka kematian relatif kecil, tiga orang.
Bahkan sebelum adanya kasus yang dilaporkan, Maduro telah menetapkan status darurat kesehatan, membatalkan banyak penerbangan asing, dan melarang perkumpulan. Saat kasus pertama muncul, gedung-gedung umum seperti sekolah, teater, dan restoran ditutup. Setiap orang di lokasi tertentu wajib menggunakan masker. Pemerintah mengorganisasikan basis data dan situs web online yang sangat besar. Situs ini memfasilitasi setiap orang yang memiliki gejala-gejala tertentu untuk melapor pada pihak berwenang. Lebih dari 20.000 orang sakit langsung dikunjungi oleh ahli medis. Venezuela mengaplikasikan sistem kesehatan yang diterapkan di Kuba.
Ribuan warga Venezuela di AS, sekitar 92% yang dulunya menentang Maduro pada pemilu 2013 justru berbondong-bondong pulang ke negara mereka, mengingat sistem kesehatan di Venezuela lebih baik dari pada AS.
Meski berada di bawah bayang-banyang sanksi AS yang telah menewaskan setidaknya 100.000 orang, Venezuela masih mendapatkan bantuan dari sekutu-sekutunya. Kuba misalnya mengirim 130 dokter dan 10.000 obat ke negara itu. Akhir pekan ini, Tiongkok mengirimkan 500.000 test kit, 5 juta masker, dan 70.000 termometer inframerah.
Tak bisa dipungkiri, ekonomi Venezuela masih dalam keadaan sulit akibat penolakan dari organisasi keuangan internasional. Kantor IMF berada di Washington, tidak jauh dari Gedung Putih. Jarak antara kedua bangunan itu mencerminkan seberapa dekat hubungan antara keduanya. Semua keputusan penting yang diambil IMF, harus didasarkan atas kesepakatan, dan AS memiliki kuasa veto yang unit atas organisasi keuangan ini.
Kritik terhadap IMF seperti yang dikatakan oleh Martin Honeywell, Andre Gunder Frank dan Michel Chossudovsky menyebut bahwa tugas IMF adalah melaksanakan kepentingan ekonomi Washington dan menjaga agar negara-negara berkembang tetap miskin.
IMF mengendalikan negara-negara itu melalui ‘terorisme uang’. Negara-negara berkembang akan diberikan pinjaman besar jika mereka mau memprivatisasi aset mereka, sebuah tindakan yang hanya akan membuat perekonomian sebuah negara hancur dan tentunya tidak akan memiliki uang yang cukup untuk melunasi hutang. Contohnya adalah Ekuador. Negara ini pada 2005 lalu terpaksa menghabiskan 47% pendapatan nasionalnya untuk membayar bunga pinjaman yang sangat besar dari IMF. Hal semacam inilah yang membuat banyak negara tidak bisa mengambil keputusan terbaik bagi negaranya.
Pada 2002, IMF bekerjasama dengan AS untuk menggulingkan pendahulu Maduro, Hugo Chavez. Beberapa jam setelah kudeta yang dikabarkan berhasil itu, Direktur Hubungan Luar IMD mengatakan bersedia memberikan dana tak terbatas kepada diktator Pedro Carmona. “Kami siap membantu pemerintahan baru untuk mewujudkan apapun yang diinginkan,” katanya.Keesokan harinya, Carmona pun digulingkan.
Nicolas Maduro, penerus Chavez, akhirnya berkuasa pada 2013 dan kembali terpilih pada 2018 melalui pemilihan umum yang disaksikan oleh publik internasional. Namun, pemerintah AS tak mau mengakui hasil pemilu dan membaiat Juan Guaido, pemimpin partai oposisi kecil dari sayap kanan, untuk menjadi pemimpin Venezuela yang sah. Guaido dikabarkan telah beberapakali merebut kekuasaan dengan paksa, tapi tak kunjung berhasil. Jajak pendapat pada Desember lalu menunjukkan Guaido mendapatkan 10% suara setuju dan 69% menolak.
Setelah gagal melakukan kudeta pada April, sejumlah asisten konspirator Guaido melarikan diri ke AS. Bukannya disambut hangat karena telah menjalankan keinginan AS, mereka justru dianggap sebagai pendatang ilegal dan sejak saat itu dipenjara di kamp tahanan ICE.
Sampai saat ini, AS masih belum berhasil menyingkirkan Maduro. Ia bersama rakyat Venezuela pun akan sulit menerima tawaran IMF. (fd/Mintpress)