Terungkap Ternyata Begini Pembuat Hoax Bekerja
Jakarta, LiputanIslam.com– Hoax atau berita palsu memang sangat meresahkan masyarakat akhir-akhir ini. Berdasarkan hasil penelusuran Tim Khusus Tempo yang dilansir tempo.co, pada Minggu (8/1), terungkap ternyata berita hoax benar-benar dirancang dan disebarkan oleh pihak atau kelompok tertentu. Motifnya, adalah untuk mendapatkan keuntungan bisnis dari iklan di internet.
Pembuat dan penyebar hoax biasanya menggunakan media sosial seperti facebook dan twitter. Ada juga yang menggunakan laman web tanpa kontak dan identitas (anonim). Lewat media sosial mereka menggoreng isu mulai dari gosip tenaga kerja Cina hingga Jokowi digosipkan keturunan Tionghoa.
Hoax Tenaga Kerja Cina
Tenaga kerja asal Cina memang salah satu berita palsu (hoax). Selama sepekan pada akhir Desember tahun lalu, isu serbuan pekerja Cina muncul setelah Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang didirikan warga negara asing. Sementara dua hari sebelumnya, media sosial gaduh membincangkan foto sejumlah warga Cina memakai seragam Forum Bhayangkara Indonesia (FBI) yang mirip Polri.
Wakil Ketua FBI, Kasran Siregar mengaku tak tahu orang Cina memakai seragam FBI itu. Menurutnya, isu orang Cina menjadi anggota FBI diembuskan sebuah akun palsu di Facebook. “Tak ada warga negara Cina yang menjadi anggota FBI. Foto itu dipelintir menjadi isu SARA,” ujarnya.
Dari foto FBI, isu tenaga kerja Cina kian liar menggelinding. Rizieq Syihab ikut meramaikan keriuhan isu pekerja Cina di media sosial. Melalui akun twitter @SyihabRizieq, ia menulis bahwa reklamasi Teluk Jakarta bisa mengundang jutaan warga negara Cina masuk ke DKI. Rizieq menyebut Indonesia segera dikuasai Tiongkok dan akan menjadi bagian negara komunis.
Isu pekerja Tiongkok kian ramai diperbincangkan di media sosial terutama di Facebook dan Twitter. Bahkan akun yang menyebarkan isu ini lebih banyak tanpa identitas alias anonim. Mereka umumnya bersimpati kepada Rizieq dan FPI. Satu akun paling aktif dalam gerakan media sosial tentang pekerja Cina adalah @maspiyungan, yang getol menyatakan keraguan terhadap identitas dan agama Jokowi saat pemilihan presiden.
Akun @maspiyungan memiliki 130.700 pengikut . akun ini menebarkan analisisnya berdasarkan tulisan dari blog atau media yang tak jelas pengelolanya. Akun @maspiyungan dan portalpiyungan.co adalah modifikasi @pkspiyungandan pkspiyungan.org, dua media resmi Partai Keadilan Sejahtera, yang dikelola Solihun.
Ketua PKS Pusat, Cahyadi Takariawan, mengatakan Solihun beberapa kali memuat berita yang tidak sesuai dengan kebijakan partai. Pada Januari 2006, Cahyadi meminta Solihun melepaskan nama PKS jika ingin terus mengurus portal tersebut. “Padahal itu laman milik partai,” katanya. Sejak saat itu, pkspiyungan.org menjadi portalpiyungan.co dan @pkspiyungan menjadi @maspiyungan.
Setelah lepas dari PKS, portalpiyungan.co memakai seorang konsultan iklan, Andri Setiawan, yang tinggal di Pontianak, untuk mendapatkan penghasilan. Andri menawarkan jasa karena, menjelang pemilihan umum 2014, hit portal pkspiyungan.org tinggi tapi iklannya “hanya” Rp 1,5 juta per bulan. Setelah ia kelola, pendapatan iklan melonjak Rp 30 juta di bulan pertama. Penghasilan iklan terus naik, dan pada tiga bulan terakhir mencapai Rp 150 juta per bulan. “Saya hitung sejak saya pegang telah masuk setidaknya Rp 1 miliar,” ujar Andri.
Selain itu, ada juga Portal posmetro.co juga tergolong paling aktif menggarap isu pekerja asal Cina. Portal ini metamorfosis dari posmetro.info, singkatan dari Posting Mahasiswa Elektro, pada 2015. Pemiliknya, Abdul Hamdi Mustafa, adalah mahasiswa Teknik Elektro Universitas Negeri Padang angkatan 2010. Isinya hanya salinan dari beberapa portal lain, lalu dimodifikasi judulnya sehingga menarik perhatian pembaca. “Kami copy paste saja,” ujarnya.
Hamdi mengaku terinspirasi pkspiyungan.org yang acap mengkritik pemerintah dan disukai penghuni media sosial. Kunjungan terbanyak ke posmetro.co terjadi saat demonstrasi 4 November 2016. Pada Oktober-November 2016, Hamdi mendapat Rp 30 juta per bulan dari Google Adsense. Portal dia masuk indeks pertama dengan jumlah kunjungan satu juta dan pageviewer mencapai 300 ribu untuk 50-70 berita “salin-tempel” dalam sehari.
Konflik Suriah pun Digoreng
Selain menggoreng simpang-siur berita pekerja Cina, media sosial gaduh membahas konflik Suriah yang sudah berlangsung enam tahun ketika pemerintah merebut Kota Allepo dari pemberontak. Berdasarkan hasil analisis Ismail Fahmi (pemilik teknologi Drone Emprit, doktor sains informatika lulusan Universitas Groningen, Belanda), ada dua tanda pagar yang bersahutan pada 12-19 Desember 2016: #SaveAleppo dan #AleppoSaved.
Di Indonesia, @maspiyungan dan @condetwarriors–akun anonim yang tengah diawasi polisi–menggambarkan konflik Suriah sebagai perang penganut dua aliran besar dalam Islam, yakni Sunni (pemberontak) dan Syiah (kubu pemerintah Bashar al-Assad). Portalpiyungan.co mengutip berita-berita yang menggambarkan kebiadaban tentara pemerintah. “Ini bisa memantik perpecahan di Indonesia,” ucap Ismail.
Sementara A.M. Sidqi, pejabat Konsuler Penerangan dan Sosial Budaya Kedutaan Indonesia di Suriah mengatakan bahwa konflik Suriah tak bisa disederhanakan hitam-putih perang dua aliran itu. “Perang Suriah karena konflik Sunni-Syiah adalah hoax. Negara Suriah sudah lama beraliran Alawi yang dekat ke Sunni. Kenapa baru ramai sekarang?” ujarnya.
Nusron Wahid Jadi Korban Hoax
Nusron Wahid pernah kewalahan menghadapi hoax atau berita yang dilebih-lebihkan dan diramu dengan fitnah. Saat dirinya ditunjuk menjadi ketua tim pemenangan Ahok, beredar tulisan yang menuduhnya hanya mendompleng nama besar Presiden Abdurrahman Wahid. Artikel itu mengutip pernyataan adik kandung Gus Dur, Lily Wahid, di situs video YouTube yang menyebutkan Nusron bukan anggota keluarga besar Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama.
Dalam artikel itu, pernyataan Lily diramu dengan keterangan seseorang yang disebut teman kuliah Nusron di Universitas Indonesia. Menurut “kawan” itu, nama Wahid dipakai Nusron saat mulai terjun ke dunia politik setelah 1998 karena nama aslinya Nusron Purnomo–pelesetan dari nama belakang Ahok. Di ujung pesan ada peringatan, “Sebarkan, agar umat Islam tidak tertipu!”
Hoax itu pun semakin ramai setelah beberapa situs, seperti Suaranews, Rofiqmedia, dan Muslimina, memuatnya dalam versi web. Karena merasa terganggu, akhirnya melalui akun twitternya Nusron mengunggah akta kelahiran dan ijazahnya yang menerakan nama “Nusron Wahid”. “Kalau ada yang ingin mengubah namaku menjadi Nusron Purnomo, sebaiknya izin dengan orang tuaku dan membuat selamatan dulu,” katanya. (Ar/Tempo).