Rupiah Melemah, Pemerintah Kendalikan Defisit Neraca Perdagangan
Jakarta, Liputanislam.com– Kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. Bahkan dalam situs resmi Bank Indonesia (BI) pada Rabu (5/9) siang kemarin kurs jual rupiah mencapai level Rp 15.002 per dolar AS. Sementara kurs beli berada di Rp 14.852 per dolar AS. Oleh karena itu, guna menjaga fundamental ekonomi, pemerintah Indonesia mengambil kebijakan mengendalikan neraca perdagangan.
Menko Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta pada Rabu (5/9) sore mengatakan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada semester I tahun 2018 sudah mencapai 13,5 miliar dolar AS atau 2,6 persen terhadap Product Domestic Brutto (PDB). Sebab itu, pemerintah akan meninjau ulang barang-barang impor.
“Melakukan tinjauan kebijakan Pajak Penghasilan terhadap barang konsumsi impor,” ucapnya.
Selain meninjau barang impor, pemerintah juga akan meninjau ulang proyek infrastrukur yang belum dilaksanakan, sehingga dananya bisa dialihkan ke sektor riil yang dapat membantu menguatkan rupiah. “Pemerintah melakukan sejumlah bauran kebijakan, di antaranya melakukan peninjauan proyek-proyek infrastruktur, khususnya proyek strategis nasional, implementasi penggunaan Biodiesel (B20),” kata Menko Darmin.
Sementara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menambahkan, pemerintah melakukan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap 1.147 tarif pos dengan rincian:
- 210 item komoditas termasuk barang mewah seperti mobil CBU dan motor besar, tarif PPh Pasal 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen.
- 218 komoditas termasuk seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi dalam negeri seperti barang elektronik (dispenser air, pendingin ruangan, lampu), keperluan sehari-hari seperti sampo, sabun, kosmetik, serta peralatan masak/dapur, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen.
- 719 item komoditas termasuk barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya, seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio visual, dan produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear), tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, kebijakan untuk melakukan pengendalian impor melalui kebijakan Pajak Penghasilan bukan merupakan kebijakan yang baru pertama kali dilakukan pemerintah. “Pemerintah pernah melakukan kebijakan yang serupa di tahun 2013 dan tahun 2015,” ungkapnya.
Pada tahun 2013 pemerintah menaikkan tarif PPh Pasal 22 atas 502 item komoditas konsumsi dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Sementara pada tahun 2015, pemerintah menaikkan tarif PPh Pasal 22 atas 240 item komoditas konsumsi dari 7,5 persen menjadi 10 persen atas barang konsumsi tertentu yang dihapuskan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)nya.
Menurut Menkeu, pembayaran PPh Pasal 22 merupakan Pajak Penghasilan di muka yang dapat dikreditkan sebagai bagian dari pembayaran PPh terutang di akhir tahun pajak. “Oleh karena itu, kenaikan tarif PPh 22 pada prinsipnya tidak akan memberatkan industri manufaktur,” tegasnya.
Langkah pemerintah tersebut dinilai sudah tepat. Menurut Pakar Ekonomi Rokhmin Dahuri, penyebab utama nilai tukar rupiah selalu melemah karena defisit neraca perdagangan di mana Indonesia merupakan negara yang lebih banyak mengimpor daripada mengekspor.
“Hal tersebut terjadi karena sebagian masyarakat kita konsumtif bukan produktif. Terlihat dari komposisi produk domestik bruto bangsa kita atau pertumbuhan ekonomi kita di mana 60 persen dari sektor konsumsi,” ujarnya di Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (5/9). (ar/setkab/inews).