Lakpesdam NU: DPR Terlalu Memaksakan Hak Angket

0
430

Sumber: nasional.sindonews.com

Jakarta, LiputanIslam.com– Ketua Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) Rumadi Ahmad menyatakan, bahwa hak angket yang dilayangkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlalu dipaksakan. Menurutnya, DPR memaksakan kehendaknya sendiri.

“Menurut saya DPR salah. Terlalu memaksakan kehendak,” ungkap Rumadi di Lantai 2 Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Jakarta, pada Selasa (2/5).

Rumadi menyayangkan, wakil rakyat sekelas DPR tidak menempuh prosedur sebagaimana yang dijamin oleh Undang-undang yang ada. Menurutnya, tindakan mereka yang langsung mengajukan hak angket kepada KPK, semata-mata hanya untuk kepentingan politik. “(DPR) lebih mengedepankan aspek politiknya. Sehingga membuat angket dan semacamnya,” ujarnya.

Padahal, jelas Ramadi, DPR dapat melalui prosedur yang ada yakni melayangkan surat resmi kepada KPK. Jika hal itu sudah dilakukan dan KPK tidak mau meberikan informasi, maka DPR bisa mengadukan ke Komisi Informasi. “Prosedurnya seperti itu. Bisa disengketakan saja KPK ke Komisi Informasi. Nanti yang menilai apakah informasi tersebut berhak diberikan atau tidak adalah Komisi Informasi,” tegasnya.

Menurutnya, KPK memiliki hak untuk memberikan ataupun tidak memberikan informasi yang dimilikinya dan DPR harus memahami akan hal itu. Karena menurut Rumadi, apabila KPK menyembunyikan informasi pasti ia memiliki argumennya, dan hal itu sudah sesuai dengan Undang-undang.

“Kalau dalam UU keterbukaan informasi KPK harus melakukan uji konsekuensi. Uji konsekuensi itu adalah argumentasi kenapa informasi itu tidak diberikan. Kalau itu memang mengganggu proses penegakan hukum. Sebetulnya KPK dilindungi oleh Undang-undang untuk tidak memberikan informasi itu,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Kasus hak angket DPR bermula dari pengakuan Miryam S Haryani yang mengaku ditekan oleh beberapa anggota DPR agar tidak menyebutkan adanya pembagian uang hasil korupsi e-KTP saat ia menjalani persidangan di pengadilan Tipikor Jakarta. (Ar/Kompas/NU Online).

 

 

 

 

DISKUSI: