Kekhawatiran Berbeda Israel soal Hengkangnya AS dari Afghanistan
LiputanIslam.com-Tidak diragukan bahwa “kekhawatiran” adalah titik persamaan antara semua negara yang, sedikit atau banyak, terdampak oleh perkembangan di Afghanistan, terutama usai AS angkat kaki dari negara tersebut.
Pemicu kekhawatiran ini berbeda antara satu negara dengan yang lain. Namun kekhawatiran utama mereka adalah bahwa Afghanistan mungkin saja kembali menjadi markas aman untuk kelompok-kelompok teroris dan takfiri, yang akan mengacaukan keamanan dan stabilitas regional.
Namun ada sebuah “kekhawatiran eksklusif” yang berbeda dengan kekhawatiran-kekhawatiran regional dan internasional. Kekhawatiran itu dirasakan oleh Rezim Zionis. Ini bukan karena lantaran kelompok takfiri, sebab mereka tidak pernah menjadi ancaman baginya, bahkan justru menguntungkan kepentingannya.
Sebenarnya, kekhawatiran disebabkan kemungkinan bahwa skenario Afghanistan akan terulang di Palestina, yang di situ ‘kekuatan terbesar dunia’ gagal dan memilih hengkang dengan meninggalkan alutsista modernnya.
Kekhawatiran ini adalah fakta yang memusingkan para elit politik Rezim Zionis saat ini. Mantan Dubes Israel di Mesir, Itzhak Levanon dalam tulisannya di Maariv menyatakan,”Yang akan terpatri di ingatan rakyat AS adalah kekalahan di Afghanistan. Selain itu, kejadian ini akan menjadi lampu merah bagi banyak pihak, termasuk Israel.”
“Ada banyak pelajaran yang harus diambil dari kejadian ini. Banyak negara yang sudah memulai proses ini dan mengevaluasi situasi mereka di hadapan AS yang sudah berubah,”lanjutnya.
“Atas dasar ini, Israel sejak awal dibentuk hingga sekarang telah membuat sebuah prinsip penting bagi dirinya, yaitu bahwa memercayai sebuah kekuatan besar adalah hal bagus. Namun lebih baik memercayai diri sendiri.”
“Israel tidak meminta AS untuk berperang mewakili dirinya. Serdadu AS tidak terbunuh dalam perang-perang kita. Namun hal penting lain yang mesti kita pelajari adalah perang melawan terorisme. Ada banyak perbedaan antara keberadaan kekuatan besar di sebuah negara untuk membantu Pemerintah negara tersebut atau membantu rekonstruksinya, dan antara keberadaan kekuatan itu untuk memerangi terorisme dan mencegah penyebarannya ke kawasan-kawasan lain,”tulis Levanon.
Tulisan ini menunjukkan bahwa “kekhawatiran” Israel terkait perkembangan di Afghanistan sangat akut. Orang-orang Israel percaya, eksistensi mereka bergantung kepada dukungan Barat, terutama AS. Jika tak ada dukungan ini, mereka akan musnah.
Peringatan para elit Israel kepada AS bahwa Tel Aviv tidak akan mengkhianati Washington, dan bahwa Rezim Zionis adalah sekutu terloyal Paman Sam di Kawasan, justru menunjukkan betapa besarnya ketakutan mereka jika ditinggalkan AS.
AS sudah menghabiskan ratusan milyar dolar di Afghanistan, juga menyerahkan pesawat dan alutsista modern kepada Pemerintah Kabul. Namun, ketika berhadapan dengan perlawanan nyata pihak lain (Taliban), AS meninggalkan Pemerintah Afghanistan dan kabur dari negara itu.
Sudah jelas bagi Israel bahwa setelah hengkang dari Afghanistan, AS akan berpikir seribu kali untuk berperang di negara-negara lain. Tak ada lagi negara yang gentar kepada AS. Sebab itu, satu-satunya senjata AS dalam perang-perang mendatangnya adalah kebijakan sanksi ekonomi, yang diberlakukannya terhadap China, Rusia, dan Iran. (af/alalam)
Baca Juga:
Cerita di Balik Evakuasi WNI dari Afghanistan
Ulama Sunni Lebanon Apresiasi Kiriman BBM dari Iran