Nasrallah: Amerika dan Israel Tak Miliki Kemampuan Militer untuk Perangi Iran (Bagian Pertama)

0
381

LiputanIslam.com-Senin (20/2/2017), Sayyid Hassan Nasrallah, Sekjen Hizbullah, melakukan wawancara dengan stasiun televisi Iran. Sejumlah masalah aktual regional dibahas dalam wawancara ini. Berikut cuplikan dari wawancara tersebut.

Ancaman AS Hanya Psy War Belaka

Terkait ancaman perang terhadap Iran yang dilontarkan AS dan Israel baru-baru ini, Sayyid Hassan Nasrallah mengatakan,”Saya yakin, ancaman ini hanya sebuah psy war untuk menekan pemimpin, pemerintah, pejabat, dan rakyat Iran. Tujuannya adalah agar bangsa Iran mundur dari prinsip dan norma mereka.”

“Kondisi militer AS dan Israel saat ini tidak dalam tingkatan yang membuat mereka mampu memerangi Iran. Ancaman ini dilontarkan dikarenakan berkurangnya kemampuan mereka dan bertambahnya kemampuan Iran serta sekutunya di Timteng. Mereka tahu bahwa Iran tidak sendirian.”

Jika Israel Melakukan Agresi, Kami Tidak Punya Garis Merah Apa Pun

Saat ditanya tentang ancaman Israel atas Lebanon, Sekjen Hizbullah menjawab,”Sejak Rezim Zionis dilahirkan tahun 1948, Lebanon selalu berada dalam ancaman dan bahaya. Sejak tahun itu, Israel tak berhenti mengancam akan menyerang Lebanon.”

“Perbedaannya di masa kini adalah, jika dahulu Lebanon yang merasa takut akan ancaman Israel, kini sebagaimana Lebanon takut akan perang, Israel pun juga meraasakan hal serupa. Sekarang perang tidak lagi bisa dikendalikan oleh satu pihak saja.”

“Saya yakin, jika nanti Israel berani mengagresi Lebanon lagi, kemenangan kami akan melebihi kemenangan Perang 33 Hari. Kami selalu siap dan tidak gentar terhadap mereka. Sudah lama kami telah melampaui tahap ini. Kini kami yang membuat mereka cemas dan ketakutan. Kami siap menghadapi ancaman apa pun yang akan dihadapi Lebanon.”

“Dahulu kami pernah memiliki garis-garis merah dalam perang. Sebagai contoh, ketika Israel membombardir rumah warga sipil dan menghancurkan bangunan-bangunan, kami bisa menargetkan sebuah tempat di Haifa yang diklaim sebagai gudang amoniak, namun kami tidak melakukannya.”

“Kam tidak mencari perang. Kami hanya dalam posisi membela diri. Namun jika Israel berniat mengagresi Lebanon, kami tidak akan memedulikan garis-garis merah lagi, baik itu terkait gudang amoniak di Haifa atau reaktor nuklir Demon. Target manapun di Tanah Pendudukan bisa membuat Rezim Zionis bertekuk lutut.”

Perselisihan Sektarian Adalah Kartu Truf AS dan Israel

Sayyid Nasrallah mengungkapkan pandangannya tentang masa depan Timteng di 10 tahun mendatang. Dia mengatakan,”Perselisihan sektarian adalah senjata terakhir yang mungkin akan digunakan AS dan Israel di kawasan. Mereka akan menciptakan perang atau konflik yang membawa-bawa nama Syiah dan Sunni. Syukurlah, rencana mereka ini kurang lebih telah gagal.”

“Kami yakin, kurang dari 10 tahun ke depan, kita akan menyaksikan kekalahan total gerakan takfiri di semua negara Arab dan Muslim. Kita akan menyaksikan kesadaran Muslimin untuk memerangi takfiri, dan konflik sektarian serta persatuan Islam.”

“Di masa depan, kita akan menyaksikan peran Iran yang lebih kental, juga kemampuannya dan negara-negara sekutu dalam gerakan muqawamah (resistensi). Israel akan menjadi kian lemah dari sebelumnya.”

Iran Adalah Jantung Poros Resistensi

“Pertemuan dan konsultasi adalah poros dalam resistensi, dan Iran merupakan jantung dalam poros ini. Iran adalah pendukung utama para anggota poros resistensi, baik berupa negara, gerakan perlawanan, atau rakyat.”

“Sekarang ini, ada keseragaman dalam prinsip-prinsip resistensi. Pandangan ini telah diperkuat selama sepuluh tahun terakhir. Oleh sebab itu, kita menyaksikan kekompakan dalam semua tahap resistensi. Tiada keraguan bahwa dalam poros resistensi, Ayatullah Khamenei memiliki peran utama dan mendasar. Ini adalah hal yang diterima oleh semua pihak.”

Pembebasan Quds dan Palestina Adalah Tujuan Poros Resistensi

“Sebagian negara takut terhadap gerakan resistensi di kawasan. Ketakutan mereka disebabkan pembelaan terhadap Rezim Zionis serta proposal-proposal yang diajukan Israel dan AS. Padahal, poros resistensi tidak mengincar seorang pun, karena tujuan utamanya adalah membebaskan Quds dan Palestina.”

“Mereka bermasalah dengan Iran, gerakan resistensi, dan negara-negara yang terkait dengan resistensi, karena mereka adalah abdi Amerika. Sedangkan pihak-pihak pendukung resistensi tidak bersedia diatur oleh Amerika.”

“Kami selalu berusaha berunding dan mencari solusi politik. Namun pihak lain (Israel) berupaya siang malam untuk menghancurkan negara dan rakyat kami.”

Ilegalitas dan Terorisme adalah Esensi Israel

Terkait esensi Rezim Zionis, Sekjen Hizbullah menyatakan,“Dari sudut pandang akal, konstitusi, hukum, agama, sejarah, dan moral, subtansi Israel adalah entitas teroris dan ilegal. Kita menghadapi sebuah terorisme yang dilahirkan berdasarkan perampasan tanah dan harta benda pihak lain serta melakukan banyak pembantaian.”

“Yang sekarang dilakukan ISIS adalah kelanjutan tindakan Zionis sebelum dan sesudah tahun 1948. Oleh karena itu, ketika sekarang dunia sepakat untuk memerangi terorisme, manifestasi paling jelas dari terorisme dan negara teroris adalah pemerintah Israel dan Rezim Zionis.”

Penolakan Rencana “Dua Negara” Guna Mengakhiri Kemunafikan Israel

“Penolakan atas proposal “Dua Negara” memiliki pengaruh penting bagi kondisi Palestina. Harus kami katakan bahwa dalam logika Israel, tidak ada solusi Dua Negara. Israel terbagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah mereka yang menentang rencana ini secara terbuka, seperti Netanyahu, Partai Likud, dan kelompok berhalauan kanan. Kedua adalah mereka yang secara lahiriah mengaku menerima negara Palestina, namun mereka mengatakan ini hanya demi mengulur waktu.”

“Di antara hasil terpenting dari penolakan proposal Dua Negara adalah berakhirnya kemunafikan Israel dan muslihat sejumlah penguasa Arab di hadapan bangsa Palestina.”

“Proposal Dua Negara digulirkan guna membawa rakyat Palestina dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya, bangsa Palestina harus melupakan tanah yang diduduki tahun 1948 agar Israel bisa menawarkan negara yang mulai terkikis setelah tahun 1967. Kemudian, mereka akan membahas wilayah Palestina tahun 1967 dan mengatakan bahwa Quds, Tepi Barat, dan perbatasan dengan Yordania tidak termasuk dalam solusi ini, seperti yang dinyatakan sendiri oleh Netanyahu. Kalau begitu, apa lagi yang tersisa bagi rakyat Palestina? Inilah tujuan akhir mereka.”

“Saya percaya, menolak solusi Dua Negara adalah sebuah poin positif. Artinya, kemunafikan Israel akan terbongkar dan bangsa Palestina memiliki opsi-opsi lain yang lebih jelas.” (Bersambung)

DISKUSI: