Salah Satu Mutiara Warisan Walisongo
Semakin cerdas masyarakat kita, justru semakin bingung dengan kondisi Indonesia. Orang Islam adalah mayoritas di negara ini, tapi negara kita malah amburadul. Sesuai logika sederhana, kalau sebuah negara bermasalah, berarti golongan mayoritasnya yang bermasalah. Lantas dimanakah masalah umat Islam kita? Apakah bangsa kita kurang relijius?
Ini pendapat saya pribadi saja, masih bisa salah. Bangsa kita sebenarnya masih relijius, hanya saja salah fokus. Hal itu wajar, karena memang Islam-materialisme yang sedang gencar dipromosikan. Sementara ajaran Islam yang berkarakter moderat dan memancarkan rahmat sedang berusaha dijauhkan.
Kalau Anda sekalian amati, agama Islam akhir-akhir ini sangat materialistik, hanya berkisar pada jabatan, uang, dan seks. Kalau tidak mengkritik partai politik tertentu, maka Anda disebut memusuhi agama Islam. Kalau ingin masuk surga, harus menyumbang sedekah ke ustadz tertentu. Kalau naik motor dengan posisi mengakang, maka Anda disebut calon penghuni neraka.
Korupsi yang lebih menjijikan daripada zina, justru tidak pernah dipermasalahkan. Kemiskinan yang menguras air mata, justru dibiarkan merajalela. Fasilitas umum yang sangat dibutuhkan ibu hamil, nenek-nenek, dan orang disabilitas (bahasa populernya orang cacat), justru tidak pernah dipedulikan.
Umat Islam di Indonesia hanya diajari halal-haram yang sangat materialistik, tanpa diajari kesadaran beragama secara utuh. Akibatnya kita gampang terjebak persoalan remeh tentang apakah makanan A, B, dan C ini halal atau tidak. Kita lupa persoalan yang lebih gawat, yaitu apakah para saudaraku dan tetanggaku malam ini bisa makan atau tidak. Kita jadi sibuk mengurusi label, tanpa paham realitas sosial sama sekali.
Meski demikian, saya masih optimis bangsa ini masih bisa diperbaiki, karena pembaca sekalian adalah bangsa Indonesia. Anda sekalian masih keturunan para murid Walisongo, jadi di dalam gen-gen Anda masih ada “ingatan” tentang Islam yang rahmatan lil-alamin. Secara ilmiah, gen tidak hanya membawa informasi tentang struktur tubuh, tapi juga informasi tentang pengetahuan.
***
Ajaran Walisongo memang berusaha diasingkan dari bangsa kita, karena ilmu dari para wali nusantara itulah kunci kebangkitan umat Islam di Indonesia. Namanya para wali, kesembilan-sembilannya sudah menguasai samudra ilmu hikmah.
Setan itu sangat takut menghadapi seorang ahli ibadah yang berilmu dibandingkan seribu ahli ibadah yang bodoh. Maksudnya, 1 ahli ibadah yang mengerti ilmunya ibadah lebih utama daripada 1000 ahli ibadah yang tidak mengerti apa yang sering ia lakukan. Bahkan, jenazahnya pun ditakuti, jangan heran bila kita sering mendengar fatwa KH. Google bahwa hukum menziarahi makam Walisongo adalah haram.
Ilmu hikmah itu bermacam-macam, salah satunya adalah “ilmu niat”. Ilmu tersebut yang bikin nenek moyang kita tertarik dan berbondong-bondong masuk agama Islam. Ilmu niat inilah yang membuat siapapun mudah masuk surga, sekalipun seorang mualaf yang masih sangat awam. Apalagi para pembaca sekalian yang sudah pandai, pasti lebih lancar masuk surga.
Seorang muslim yang menguasai “ilmu niat”, bisa menjadikan semua kegiatannya menjadi ibadah semua. Bertemu teman jadi ibadah, masuk kantor jadi ibadah, makan-minum jadi ibadah, mencuci baju jadi ibadah, bertetangga jadi ibadah, tidur jadi ibadah, pokoknya 24 jam bisa jadi ibadah semua. Bahkan, pergi ke mall atau nonton film di bioskop pun bisa jadi ibadah.
Kenapa bisa demikian? Karena ilmu niat pada dasarnya adalah seni untuk menghubungkan segala kegiatan dengan Allah SWT. Semakin Anda bisa pintar menghubungkan niat dengan Allah SWT, semakin banyak jenis ibadah yang bisa Anda lakukan. Kalau Anda benar-benar sudah menguasai seninya, apapun yang Anda lakukan selama 24 jam adalah ibadah. Inilah alasan kenapa seorang ahli ibadah yang mengerti ilmu hikmah lebih utama dibanding ahli ibadah yang bodoh.
Segala jenis kegiatan kita bisa bernilai ibadah atau tidak, sebenarnya tergantung niat. Misalnya, Anda kerja di pabrik, niatilah untuk mencari nafkah karena anak-istri adalah amanah dariNya. Misalnya lagi, Anda masuk kuliah, niatilah untuk menuntut ilmu adalah sunnah nabiNya. Misalnya lagi, saat Anda mencuci baju atau mandi, niatilah untuk menyenangkanNya. Allah itu Maha Indah dan menyukai segala macam keindahan, termasuk baju dan tubuh yang bersih.
Tidur bisa bernilai ibadah, tapi bisa juga tidak, semua tergantung niat. Kalau Anda tidur diniati untuk menjaga kesehatan badan pemberianNya, tidur Anda dapat pahala. Tapi, kalau Anda tidur dengan niat agar bisa nonton Liga Champions dini hari, ya Anda tidak dapat. Jalan-jalan ke mall pun bisa bernilai ibadah, kalau Anda pintar mengelola niat. Misalnya, Anda jalan-jalan ke mall untuk menyenangkan hati sahabat yang sedang ingin curhat, dapat pahala Anda. Ada hadits qudsi yang menyatakan bahwa Gusti Allah bersama orang-orang yang kesepian.
Jadi, intinya adalah, tingkat kemudahan kita masuk taman surga salah satunya adalah bergantung pada kepintaran kita mengelola niat. Ilmu tasawuf diharam-haramkan dan disesat-sesatkan KH. Google, karena memang salah satu buah dari ilmu tasawuf adalah kejernihan pikiran.
Kalau menganut Islam-materialisme, Anda terkesan hanya bisa masuk surga kalau mau pergi jihad ke Palestina. Kalau benar-benar menganut Islam-materialisme yang akut, Anda terkesan jadi kafir kalau ikut pesta pergantian tahun baru. Pokoknya Islam-materialisme serba aneh-aneh dan bikin sumpek hidup.
***
Tulisan ini saya niati sebagai ibadah, karena menggembirakan hati orang lain adalah perintahNya. Asal umat Islam di Indonesia bertemu “ilmu” yang dahulu membikin para nenek moyang dulu jatuh cinta dan berbondong-bondong masuk agama Islam, kita pasti tiba-tiba langsung merasakan sesuatu; kedamaian hati.
Fenomena tersebut terjadi adalah karena informasi genetika di dalam tubuh Anda yang bereaksi. Saya cuma memicunya. Saya jadi ingin cerita sedikit tentang nenek moyang kita. Zaman dahulu, para leluhur kita tertarik dengan agama Islam yang didakwahkan Walisongo, adalah karena kemudahan aplikasinya. Sedikit-sedikit bisa masuk surga, makanya diterima secara suka cita.
Para petani semakin mencintai sawahnya, para pencari kayu bakar semakin mencintai kelestarian hutan, para nelayan semakin mencintai perahu layarnya, para bangsawan semakin mencintai rakyatnya, dan sebagainya. Semakin cinta, karena semua keseharian umat manusia ternyata adalah jalan menujuNya. Ibadah ritual hanya 3,5% isi Al Qur’an, sisanya adalah pembahasan ibadah non-ritual.
Agama Islam sebenarnya sudah menyentuh nusantara bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Selama 700-800 tahun agama Islam dijauhi bangsa nusantara. Baru setelah agama Islam didakwahkan Walisongo, nenek moyang kita berbondong-bondong masuk agama Islam. Anda tahu kenapa?
Selama ratusan tahun, agama Islam hanya dibawa oleh para pedagang. Mereka pintar dalil, tapi tidak tahu ilmu hikmah, karena memang tujuannya berdagang ke China. Namanya juga pedagang, ilmunya ya pasti Islam-materialisme. Maka, mereka bisanya cuma teriak-teriak, “Masya Allah ini bid’ah, itu syirik, kalian semua masuk neraka!”
Walisongo berbeda. Sembilan kekasih Allah tersebut mengajarkan bahwa agama Islam adalah agama anugerah bagi umat manusia. Maka dari itu, saya ikut Walisongo, karena saya punya mimpi; Indonesia dapat segera bangkit, karena golongan mayoritasnya sudah tidak salah fokus lagi.
(Disalin dari catatan Doni Febriando, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)