Gus Baha Ungkap Pentingnya Ilmu Fiqih Bagi Kecerdasan
Jombang, Liputanislam.com– Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mengungkapkan pentingnya ilmu fiqih dan proses perdebatannya bagi kecerdasan. Walaupun yang dibahas tidak begitu penting dalam pandangan umum, namun sering ulama-ulama Indonesia membuat makhtutat atau catatan tentang sesuatu, yang kemudian dikaji, diperdebatkan, diteliti, dan lalu diaplikasikan dengan alasan kesesuaian.
“Saat di Pesantren Sarang, saya pernah bahas hukumnya disainer yang mendisain celana pendek. Saat itu semua mengatakan haram karena dengan disain itu, perempuan membuka aurat. Tapi ada yang bilang tidak haram, karena bagaimanapun celana pendek berkonstribusi untuk menutup aurat,” ucapnya saat Haul KH Bisri Syansuri di Denanyar Jombang, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Menurutnya, masalah fiqih itu unik dan menggelitik. “Terkadang debat fiqih itu tidak mutu, tapi dari itu, melahirkan kecerdasan,” ungkapnya.
Contohnya, Syekh Mahfudz di dalam kitab Nailul Ma’mul, pernah membahas masalah orang jatuh dari atas dan menimpa hadirin yang jumlahnya banyak. Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan orang yang jatuh, apakah tetap di tempat, atau pindah dari tempat jatuhnya?.
Ada yang menjawab, harus pindah karena yang ditimpa bisa mati kalau tidak pindah apalagi kalau yang jatuh orang gendut. Sementara yang lain menjawab tidak usah pindah karena dia jatuh tanpa ikhtiar, apabila dia pindah berarti ikhtiarnya sendiri, maka tidak boleh pindah.
“Tentang masalah ini, Syekh Mahfud berkata, “Sebenarnya (debat) seperti ini tidak ada faidahnya, tapi orang kemudian menjadi cerdas,” kata Gus Baha.
Harus diakui, masalah fiqih selalu menarik banyak orang. Semisal terkait politik itu kotor, tapi politik punya otoritas. Jika melihat dari sisi politik itu kotor, maka anak kiai atau cucu kiai tidak boleh berpolitik, tapi apabila melihat politik itu memiliki otoritas, yang apabila dipegang orang fasik dan tidak peduli halal-haram itu berbahaya.
Baca: Gus Baha: Dakwah itu Ngajar Ngaji di Kampung-Kampung
“Sekarang kita pilih, memegang kotornya apa memegang otoritasnya?,” tanyanya. “Adanya yang berpolitik maupun tidak berpolitik adalah sama-sama berkahnya. Dengan dorongan kemaslahatan dan semua Islami,” tambahnya. (aw/NU).