Sekjen Jihad Islam: Normalisasi Iran-Saudi Berdampak Positif bagi Palestina
Gaza, LiputanIslam.com – Sekjen Gerakan Jihad Islam Palestina (PIJ) yang bermarkas di Gaza, Ziad Al-Nakhala, memuji kesepakatan pemulihan hubungan antara Arab Saudi, dan menilai hal ini akan berdampak positif pada perjuangan Palestina.
“Perjanjian Teheran-Riyadh memiliki dampak positif di kawasan dan menghilangkan ketegangan yang ada”, kata Al-Nakhala saat wawancara dengan situs berita Hayawashington, Selasa (23/5.
Seperti diketahui, setelah beberapa hari negosiasi intensif yang diselenggarakan oleh China, Iran dan Arab Saudi pada 10 Maret lalu mencapai kesepakatan untuk pemulihan hubungan diplomatik dan pembukaan kembali kedutaan besar.
Hubungan diplomatik antara Iran dan Saudi diputuskan oleh Riyadh pada Januari 2016 setelah pengunjuk rasa Iran menyerang kedutaan besarnya di Teheran. Massa Iran saat itu marah atas eksekusi ulama Syiah terkemuka Sheikh Nimr Baqir al-Nimr oleh pemerintah Saudi.
Al-Nakhala mengecam normalisasi hubungan beberapa negara Arab dengan Israel, dan menyerukan kepada negara-negara Arab untuk konsisten mendukung resistensi Palestina.
Pada September 2020, Israel menandatangani perjanjian normalisasi dengan UEA dan Bahrain di Gedung Putih, AS. Kesepakatan normalisasi ini kemudian di ikuti oleh Sudan dan Maroko, dan telah memicu kecaman luas dari Palestina serta negara-negara dan para praktisi HAM di seluruh dunia, terutama di dunia Islam.
Al- Nakhala juga bereaksi terhadap ancaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membunuh para pemimpin gerakan perlawanan. Dia memastikan Israel akan menjadi sasaran serangan para pejuang Palestina jika Netanyahu menyerang para pemimpin mereka.
“Kami juga dapat meggempur ibu kota Israel dan kota-kota pendudukan lain,” tegasnya.
Al-Nakhala memastikan bahwa gugurnya sejumlah komandan kubu resistensi Palestina tidak melemahkan struktur militer gerakan perlawanan, dan bahwa para wakil mereka segera mengambil alih tanggung jawab.
Rezim Israel melancarkan serangan udara tanpa henti terhadap Gaza pada 9 Mei, dan menyebabkan gugurnya sejumlah komandan tersebut. Kubu resistensi Palestina membalas dengan menghujan ratusan roket ke kota-kota dan permukiman Israel.
Setelah pertempuran berjalan lima hari, kedua belah pihak menyetujui gencatan senjata yang ditengahi Mesir.
Setidaknya 33 orang Palestina, termasuk 13 warga sipil, gugur, dan 147 lainnya luka-luka dalam putaran terbaru serangan Israel di Jalur Gaza tersebut, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Konflik tersebut menandai episode pertempuran terburuk antara faksi perlawanan Gaza dan rezim Israel sejak perang 10 hari pada tahun 2021. (mm/presstv)
Baca juga: