Mengapa Trump Meremehkan Kemampuan Militer Saudi?
Washington, LiputanIslam.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump belum lama ini kembali membuat pernyataan kontroversial terkait martabat Kerajaan Arab Saudi. Tanpa tedeng aling-aling dia mengatakan bahwa Saudi tak mampu membela diri jika diserang negara jirannya semisal Iran.
Aksi meremehkan Saudi belakangan ini bahkan dua kali dilakukan Trump dalam kurun waktu hanya beberapa hari.
Pertama, pernyataan yang dia sampaikan dalam alam sebuah aksi “Make America Great Again” di West Virginia pada Sabtu (29/9/2018).
Saat itu dia mengatakan, “Saya menyukai Arab Saudi. Mereka hebat. Saya berbicara dengan Raja Salman pagi ini. Saya bilang, Yang Mulia, Anda punya uang triliunan dollar. Tanpa kami, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi.”
Dia melanjutkan, “Dengan kita, mereka aman sepenuhnya. Tetapi kita tidak mendapat apa yang seharusnya kita dapatkan.”
Kedua, pernyataan dalam aksi yang sama di Southaven, Mississippi, Selasa (2/10/2018). Dia mengatakan, “Kami melindungi Arab Saudi. Mereka menjadi kaya. Dan saya menyukai sang raja, Raja Salman. Tapi saya bilang ‘Raja— kami melindungi Anda— Anda mungkin tak akan bertahan selama dua minggu tanpa kami— Anda harus membayar untuk militer Anda.”
Dalam sejarah AS belum pernah seorang presiden dari Demokrat maupun Repubik membuat pernyataan blak-blakan meremehkan kekuatan militer negara sekutu ataupun mitranya. Jadi, ini merupakan yang pertama kalinya
Pernyataan demikian tak lepas dari laporan militer Pentagon sebelumnya mengenai kekuatan militer Arab Saudi serta berbagai skenario konfrontasi negara ini dengan negara jirannya, Iran, yang selama ini selalu dihembuskan Barat sebagai musuh nomor wahid bagi Saudi, baik secara militer maupun ideologis.
Laporan Pentagon tentang militer itu tentu saja kredibel dan didukung data akurat, mengingat Kemhan AS ini tahu persis bukan hanya ihwal alutsista Saudi yang umumnya berasal dari AS dan Inggris, melainkan juga mengetahui sejauhmana keterlatihan tentara Saudi serta tingkat kesiapannya dalam menghadapi kemungkinan perang dengan Iran. Dari data-data itu Pentagon membuat skenario-skenario perang dan memperkirakan hasil-hasil barunya sesuai perkembangan yang ada.
Meski kaya perlengkapan militer dan secara teori semua itu aktif dan modern namun semuanya merupakan produksi ulang senjata AS dan Inggris, sementara tentara Saudi juga bukan pasukan yang benar-benar efektif sehingga dalam invasi militernya ke Yaman pun banyak mengandalkan dukungan negara-negara lain.
Militer Saudi memiliki setidaknya tiga kelemahan. Pertama, tidak didukung pasukan yang terlatih untuk mencegat pergerakan darat pasukan Iran yang diakui terlatih. Kedua, Saudi tidak memiliki sistem pertahanan udara yang dapat mencegat rudal-rudal Iran. Hal ini terungkap setelah Patriot terbukti keteteran menghadapi rudal-rudal kelompok pejuang Ansarullah (Houthi) di Yaman.
Ketiga, keterbatasan jumlah pilot yang mampu mengoperasikan jet tempur dengan baik, dan karena itu Saudi mendatangkan dan mempekerjakan para pilot dari Inggris dan AS dalam serangan udara ke Yaman.
Beberapa laporan lain dari berbagai pusat kajian strategi juga menyebutkan minimnya kemampuan Saudi untuk dapat bertahan lama jika terjadi perang dengan Iran. (mm/raialyoum)