Ini Fakta-Fakta Rencana Aneksasi Israel yang Harus Anda Ketahui
Yerusalem, LiputanIslam.com—Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana aneksasi sebagian wilayah Tepi Barat, Palestina, beberapa waktu lalu. Keputusan ini dianggap sebagai penyelewengan hukum internasional dan Konvensi Geneva Ke-4. Namun, Israel tetap melanjutkan rencana ini karena adanya dukungan dan pemerintah Donald Trump.
Berikut ini adalah fakta-fakta tentang rencana aneksasi Israel yang perlu Anda ketahui, seperti dikutip dari Palestine Chronicles.
Apa itu aneksasi?
Aneksasi adalah istilah yang digunakan ketika suatu negara memutuskan untuk mendeklarasikan dan mengalihkan kedaulatan politik, hukum, dan militernya di atas sebagian tanah milik negara lain.
Setelah Perang Dunia II, PBB dengan tegas menolak praktik aneksasi, dengan menyatakan aneksasi melalui kekuatan militer adalah praktik ilegal.
Contoh praktik aneksasi baru-baru ini adalah aneksasi Rusia atas semenanjung Kremea Ukraina pada tahun 2014. Meskipun AS menolak keras langkah Rusia, mereka tetap mendukung langkah Israel.
Mengapa Israel ingin mencaplok bagian-bagian Tepi Barat?
Selama beberapa bulan terakhir, Netanyahu berulang kali berjanji mencaplok sebagian wilayah Palestina, yaitu di kawasan Tepi Barat dan Lembah Jordan.
Janji sang perdana menteri ini awalnya tampak seperti langkah putus asa-nya untuk menarik dukungan dari konstituen sayap-kanan yang sudah retak setelah tiga pemilu berturut-turut dalam satu tahun di Israel.
Netanyahu berbicara tentang aneksasi permukiman Yahudi di Tepi Barat. Pemukiman ini ilegal menurut hukum internasional karena dibangun di atas tanah Palestina yang dicuri.
Gagasan pencaplokan ini mulai terbentuk dengan lebih kokoh setelah pengumuman proposal Kesepakatan Abad ini oleh pemerintah Trump pada 28 Januari. Proposal ini memungkinkan Israel untuk merebut sebagian wilayah pendudukan Palestina dan kemudian membiarkan rakyat Palestina membangun ‘negara’ di atas sisa-sisa wilayah yang tidak dicaplok.
Apakah saja dampak aneksasi di lapangan?
Dengan menganeksasi sekitar sepertiga wilayah Tepi Barat, itu artinya Israel akan mendeklarasikan tanah aneksasi itu sebagai bagian dari negara Israel. Hal ini mirip dengan aneksasi ilegal Israel atas Yerusalem Timur dan Dataran Tinggi Golan pada tahun 1980 dan 1981.
Anaksasi juga berarti bahwa sekitar 4,5% (109.594) penduduk Palestina di Tepi Barat akan tinggal di tempat yang terisolasi di wilayah yang dicaplok.
Selain itu, jika aneksasi dilakukan, pemerintah Palestina yang sulit menegosiasikan perjanjian damai dengan Israel ketika terlalu banyak wilayah pendudukan, termasuk Yerusalem Timur, yang tidak lagi menjadi bagian negosiasi.
Bagaimana reaksi komunitas internasional terhadap rencana aneksasi Israel?
PBB:
“Hukum internasional sangat jelas: Aneksasi dan penaklukan wilayah dilarang oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata pakar independen PBB tentang hak asasi manusia di wilayah Palestina, Michael Lynk, pada 20 Juni lalu.
“Aneksasi itu ilegal. Titik,” tegas Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, pada 29 Juni.
Bachelet menambahkan bahwa “aneksasi apa pun, mau itu 30 persen dari Tepi Barat atau lima persen,” adalah ilegal. Ia pun mendesak Israel untuk mendengarkan suara-suara di seluruh dunia agar tidak melanjutkan rencana berbahaya ini.
Uni Eropa:
Kantor berita EuroNews melaporkan pada 24 Juni bahwa lebih dari 1.000 anggota parlemen dari 25 negara Eropa menandatangani pernyataan yang menentang aneksasi Israel.
Para anggota parlemen ini juga mengungkapkan “keprihatinan serius” tentang “rencana perdamaian” pemerintah Trump yang memberikan ;ampu hijau bagi pencaplokan wilayah Tepi Barat.
(ra/palestinechronicles)