Tripoli, LiputanIslam.com — Sekitar 6.000 anggota kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) diperkirakan telah beroperasi di Libya. Untuk itu, Jenderal David Rodriguez, Kepala Komando Amerika Afrika menyebut perlunya perhatian intelejen yang lebih serius.
“Kelompok dikhwatirkan akan melakukan serangan yang lebih dahsyat di Amerika dan Eropa. Angka-angka pertumbuhan ISIS terbaru menunjukkan bahwa di Libya merupakan salah satu cabang terbesar kelompok teroris di luar Suriah dan Irak, menempati urutan ke delapan,” papar David.
Namun kekhawatiran David ditanggapi dengan sinis oleh beberapa netizen yang berkomentar. Menurut netizen, tumbuh dan berkembangnya kelompok teroris-teroris di Libya merupakan “buah karya” AS dan sekutunya.
“Anda akan mendapati bahwa Inggris dan Perancis ada di balik pergantian rezim di Libya ini. Lalu AS datang, menjadi penumpang. Semua situasi ini tak bisa dibantah lagi disebabkan oleh David Cameron dan Sarkozy. Mereka telah membuat Qaddafi jatuh dan dibantai. Sekarang, waktunya bagi Inggris dan Perancis untuk membersihkan ini semua,” tulis Norfolk Turkey.
“Terimakasih, Dave. Apakah Anda masih menggunakan uang pembayar pajak di Inggris untuk mendanai kegilaan mereka?”
“Saya masih ingat ketika orang-orang idiot itu merayakan tersingkirnya Qaddafi. Kepentingan minyak dibuat seolah-olah sebagai keinginan atas kebebasan dan demokrasi. Akhirnya semuanya menjadi bencana. Sayangnya kita tidak pernah belajar,” sesal netizen lainnya. (ba)
Latest Posts
Liputan Video
English
Popular Tags
Dunia Islam – Berita Islam –Berita Dunia Islam – Konflik Timur Tengah – Timur Tengah Terkini – Berita Islam Terkini – Berita Internasional – Berita Timur Tengah – Berita Iran – Berita Iran Terkini – Iran Terkini – Iran vs AS – Amerika vs Iran – AS vs Iran – Berita Palestina – Berita Palestina Terbaru – Palestina Hari Ini – Palestina Terkini – Palestina Israel – Berita Turki – Turki Terkini – Berita Yaman – Perang Yaman – Perang Suriah– Berita Suriah – Berita Afghanistan – Berita Arab Saudi – Arab Saudi Terkini