Shejaiya Menjadi Titik Balik Perang Gaza

0
905

APTOPIX Mideast Israel PalestiniansLiputanIslam.com — “Pertempuran sengit di kawasan pemukiman Shejaiya di bagian timur Gaza City, yang telah mengakibatkan korban sipil yang besar dan kematian 13 prajurit Israel, bisa menjadi titik balik dari krisis ini.”

Demikian tulis wartawan BBC Jonathan Marcus tentang krisis Gaza, dalam laporannya berjudul “Gaza Crisis: Has a turning point been reached?” tanggal 21 Juli lalu.

Jauh dari tanpa alasan bila Marcus berpendapat demikian. 13 prajurit yang gugur dalam satu hari pertempuran adalah peristiwa yang sangat mengguncangkan Israel. Ini adalah jumlah korban terbesar yang diderita Israel dalam satu hari pertempuran, sejak Perang Lebanon 2006 ketika Israel dihajar habis-habisan oleh para pejuang Hizbollah di Lebanon.

Bahkan ketika Israel menginvasi Gaza secara besar-besaran pada akhir tahun 2008, Israel tidak mengalami pukulan lebih hebat dari pertempuran di Shejaiya hari Minggu (20/7) lalu.

Pertempuran di Shejaiya juga telah memaksa PM Bejamin Netanyahu, untuk pertama kalinya sejak Israel memulai konflik di Gaza akhir bulan lalu, mengakui merasakan “kesedihan yang mendalam”, meski untuk menutupinya ia memerintahkan militer Israel untuk meneruskan operasinya.

Sebaliknya bagi para pejuang Palestina, kemenangan di Shejaiya menjadi penambah semangat yang luar biasa besar. Tidak kurang sejak itu mereka telah menewaskan 14 tentara Israel lagi hingga jumlah tentara Israel yang tewas mencapai 40 orang, demikian klaim kelompok pejuang Hamas.

Israel sendiri mengaku tentaranya yang tewas dalam konflik di Gaza saat ini mencapai 22 orang.

“… para pejuang Hamas mendapat suntikan semangat dari keberhasilan mereka menimbulkan kerugian besar bagi militer Israel,” tulis Marcus lagi.

Kini wacana yang berkembang tidak lagi “kapan Israel menyelesaikan misinya menghancurkan kekuatan militer Hamas dan pejuang Palestina di Gaza”, melainkan telah berubah menjadi “kapan Israel mengumumkan gencatan senjata sepihak”.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Israel kini tengah berusaha keras untuk mengakhiri konflik bersenjata di Gaza yang terbukti gagal dimenangkannya. Tidak saja gagal menghancurkan kekuatan militer para pejuang Palestina, sebaliknya Israel juga gagal menjaga wilayahnya dari gempuran roket-roket para pejuang Palestina.

Melalui Menlu AS John Kerry dan pemerintah Mesir, Israel telah mengajukan permintaan gencatan senjata yang ditolak Palestina. Namun upaya tersebut kembali diajukan dan kini tengah menjadi pertimbangan Palestina. Hal ini jelas menunjukkan, bukan Israel-lah yang berada di atas angin, melainkan Palestina.

Bila kita melihat kembali sejarah masa lalu terkait konflik Israel dengan negara-negara Arab, Israel selalu menerapkan strategi “licik” yang diterapkannya hingga saat ini. Awalnya mereka melakukan serangan dadakan besar-besaran dengan tujuan mendapatkan wilayah yang diincar atau menghancurkan kekuatan militer lawan. Selanjutnya, setelah lawan memberikan perlawanan sengit, apalagi jika kemudian lawan berada di atas angin, Israel akan merengek kepada pelindungnya, AS, untuk menggelar gencatan senjata.

Maka sangat wajar jika pejuang Palestina terkesan mengulur-ulur waktu atau “jual mahal” untuk menerima tawaran gencatan senjata. Sangat wajar karena mereka kini berada di atas angin dan dengan posisi tawar yang lebih tinggi setelah berhari-hari harus menerima gempuran tidak seimbang dari militer Israel.

Hari Jumat (25/7) mendatang adalah Hari Al Quds, yaitu hari gerakan pembebasan Al Quds, yang tonggaknya dipancangkan pertama kali oleh pemimpin Iran Ayatollah Khomeini tahun 1979 lalu. Pada hari ini jutaan manusia di berbagai penjuru dunia melakukan aksi pawai mendukung gerakan pembebasan negeri Palestina dari pendudukan Israel, dengan Al Quds (Yerussalem) sebagai simbolnya.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, rakyat Palestina juga merayakan hari tersebut dengan penuh semangat dan suka cita. Namun tahun ini diperkirakan peringatan ini akan jauh lebih meriah, karena rakyat Palestina telah merasakan kemenangan yang semakin dekat, yang terinspirasi oleh kemenangan Hizbollah atas Israel dalam perang tahun 2000 dan 2006, dilanjutkan dengan keberhasilan para pejuang Pelestina menggagalkan serangan Israel ke Gaza pada akhir tahun 2008, dan terakhir adalah keberhasilan mereka menewaskan 13 tentara Israel dalam pertempuran di Shejaiya.(ca)

DISKUSI: