PM Jepang Bubarkan Parlemen untuk Percepat Pemilu
Tokyo, LiputanIslam.com — Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membubarkan parlemen, Jumat (21/11). Langkah ini dilakukannya untuk mempermulus rencana penyelenggaraan pemilu yang dipercepat demi meraih kembali kepercayaan publik setelah terjadinya sejumlah skandal yang menjerat kabinetnya.
Sebagaimana laporan BBC News, Abe tengah berusaha mendapatkan dukungan publik untuk menjalankan sejumlah reformasi ekonomi. Namun jajak pendapat yang digelar media-media lokal menunjukkan dukungan yang rendah bagi Abe. Masyarakat umumnya tidak mengerti alasan Abe menggelar pemilu yang dipercepat 2 tahun dari jadwal seharusnya.
Rakyat Jepang akan datang ke bilik-bilik suara pada pertengahan Desember mendatang. Pengumuman pembubaran parlemen tersebut disampaikan di majelis rendah parlemen oleh ketuanya, Bunmei Ibuki, Jumat pagi. Lembaga legislatif Jepang yang dikenal nama Diet, terdiri dari 2 lembaga perwakilan House of Councillors dan House of Representatives.
Sebelumnya, Kamis (20/11), Abe mengatakan akan menggunakan kampanye mendatang sebagai penjelasan kepada publik tentang strategi ekonomi pemerintahannya mendatang.
Namun jajak pendapat yang digelar Kyodo News pada hari Jumat menunjukkan sekitar 63% warga tidak memahami alasan penyelenggaraan pemilu yang dipercepat. Sementara survei yang dilakukan Asahi Shimbun menunjukkan hanya 39% warga yang mendukung Abe.
Meski popularitasnya tengah tengah merosot, Abe tetap percaya partainya, Liberal Democratic Party (LDP) akan tetap memenangkan pemilu mendatang, di tengah kondisi oposisi yang tengah melemah.
Abe mengatakan akan mundur dari jabatannya jika koalisi yang dipimpinnya gagal memenangkan mayoritas kursi parlemen.
Abe dikenal berambisi memperjuangkan rencana ekonominya, yang dikenal dengan sebutan “Abenomics”, 2 tahun lalu setelah memduduki jabatan perdana menteri. Namun, meski awalnya pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat, ekonomi Jepang selanjutnya mengalami kemerosotan dan tahun ini secara teknis masuk dalam kondisi resesi.
Diduga kuat, penyebabnya adalah kebijakan kenaikan pajak penjualan bulan April lalu dari 5% menjadi 8%. Kenaikan pajak itu ditujukan untuk mengurangi hutang publik yang menduduki peringkat tertinggi di antara negara-negara maju.
Abe merencanakan kenaikan pajak selanjutnya pada Oktober tahun depan, namun kemudian ia mengumumkan akan menundanya setidaknya 18 bulan.
Selain itu, sejumlah skandal yang melibatkan menteri-menterinya juga ikut membuat popularitas Abe merosot.(ca)