Nestapa Gempa Suriah

0
1027

Korban gempa Suriah (foro: AFP/Getty Images)

 

Oleh: Dina Sulaeman

Pendahuluan. Korban bencana gempa bumi yang mengguncang kawasan Turki selatan dan Suriah utara pada 6 Februari 2023  lalu sangatlah masif. Setelah gempa pertama sebesar 7,8 Richter, berlanjut dengan ratusan gempa susulan, banyak sekali gedung rumah susun yang runtuh sehingga jumlah orang yang tewas akibat tertimpa reruntuhan mencapai lebih dari 40.000 orang. Menurut pihak Turki, korban tewas di sana mencapai 35.418 orang; sedangkan menurut pemerintah Suriah dan PBB, korban tewas di Suriah mencapai 5800 orang [data 14/02/2023].  Menurut PBB, jumlah orang Suriah yang tak punya rumah (homeless) bertambah 5 juta orang akibat gempa ini. [1]

Tentu, kita berduka cita untuk semua korban, baik Turki dan Suriah. Fokus pembahasan tulisan ini, yaitu gempa di Suriah, sama sekali tidak bermaksud mengecilkan atau mengabaikan korban di Turki. Suriah menjadi fokus tulisan ini karena aspek geopolitiknya.  Gempa Suriah telah semakin menguak kejahatan Barat terhadap bangsa Suriah.  Gempa di Suriah telah menambah dalam penderitaan warganya; ini seperti luka di atas luka.

Setelah porak-poranda akibat perang melawan kelompok-kelompok teroris yang didukung Barat (termasuk ISIS) sejak 2012, ditambah lagi dengan embargo ekonomi,  pemerintah Suriah sangat kesulitan dalam memberikan pertolongan pertama di saat-saat kritis. Pertolongan di beberapa jam pertama sangat penting karena masih ada kemungkinan nyawa yang bisa diselamatkan.

Berbeda dengan Turki, dimana negara-negara Barat dengan segera memberikan bantuan; Suriah seolah ditinggalkan. Negara-negara yang paling awal datang ke Suriah (hari pertama pascagempa) adalah Aljazair, Rusia, Iran, Irak, Tunisia, China, UAE. Setelah itu, baru menyusul negara-negara lain, seperti Lebanon, Jordan, Bahrain, Mesir, Pakistan, dll. Namun, hingga tulisan ini dibuat, AS dan Eropa tetap menolak membantu.  Bahkan, di media massa muncul seruan-seruan agar jangan berikan bantuan pada pemerintah Suriah, dan tuduhan bahwa pemerintah Suriah menghalangi masuknya bantuan ke Idlib (wilayah yang diduduki teroris/oposisi)

Menurut Duta Besar Suriah untuk PBB, Bassam Sabbagh, pesawat-pesawat kargo menolak mendarat di Suriah karena ancaman embargo dari AS. Jadi, bilapun ada pihak-pihak di Barat yang ingin membantu, tidak ada pesawat yang bisa membawanya datang ke Suriah. Pada hari ke-7 (14/2) sebuah pesawat dari Italia akhirnya datang dengan barang-barang bantuan untuk Suriah, tetapi mendarat di Beirut, lalu barang-barang dibawa ke Suriah lewat jalan darat.

Diskriminasi Bantuan

Pemerintah AS, di hari pertama (6/2), melalui Jubir Kemenlu Ned Price, menyatakan bahwa “Washington berencana untuk mengantarkan bantuan ke Suriah melalui LSM yang didukung Barat yang beroperasi di utara Suriah tanpa berhubungan dengan pemerintah Damaskus.” [2]

Hari ke-3, tanggal 9 Feb, Menlu AS, Anthony Blinken, mengatakan “Kami memberikan bantuan kemanusiaan untuk korban gempa bumi Suriah. Kami adalah pendonor paling utama untuk mereka sejak awal perang—AS telah memberikan lebih dari $15 miliar kepada rakyat Suriah. Dana ini masuk ke rakyat Suriah, bukan ke rezim.”

Media Barat juga memprovokasi agar bantuan jangan diberikan kepada pemerintah resmi Suriah. Misalnya, seperti berita dari Foreign Policy ini.

Apa maksud dari pernyataan Price dan Blinken? “Kami memberi bantuan kepada RAKYAT, bukan kepada REZIM”?

Maksudnya tidak lain: AS memberikan bantuannya selama ini kepada para “jihadis” Suriah (beserta anak-istri mereka) di Idlib, antara lain melalui kelompok Al Qaida berkedok relawan bernama “White Helmets.”  Provinsi Idlib saat ini dikuasai oleh para jihadis, antara lain Hay’at Tahrir al Sham (HTS).

Pada saat yang bersamaan, di Twitter trending tagar #SaveNorthSyria, yang isinya mengecam Damaskus dan menyerukan agar bantuan dikirim ke Suriah utara saja (yaitu Idlib) tanpa berhubungan dengan pemerintah Assad (disertai tuduhan seperti biasa soal “kekejaman Assad”). Bahkan, penggalangan dana untuk para teroris ini bersamaan dengan penyebaran fitnah “di saat gempa, Damaskus malah membombardir Idlib.” Sungguh naif bila ada yang masih percaya fitnah semacam ini: di saat semua mata tertuju ke Suriah, apa mungkin Damaskus nekad mengebom Idlib? Kalau benar itu terjadi, sudah pasti akan dijadikan alasan oleh AS dan NATO untuk mengebom Damaskus.

Apakah korban gempa di Idlib tidak pantas dibantu? Tentu saja, mereka perlu dibantu. Apalagi yang ada di Idlib tidak semuanya jihadis (dan anak-istri mereka). Ada warga Suriah asli Idlib yang selama ini terjebak di sana. Tapi, bahkan pemerintah Suriah sendiri tidak bisa masuk ke sana untuk memberikan bantuan. Damaskus sudah menyatakan siap mengantarkan bantuan kepada warga Idlib. Namun untuk itu, perlu pengawalan dari PBB. Mengapa harus dikawal PBB? Tentu saja, karena orang-orang pro-Damaskus sangat beresiko dibunuh oleh para “jihadis.”

Tanggal 12 Februari, seorang Jubir lembaga bantuan kemanusiaan PBB mengakui bahwa bantuan kemanusiaan untuk kawasan yang dikuasai “oposisi” dihambat oleh HTS.  Ia mengatakan kepada Reuters “ada masalah dengan persetujuan” oleh HTS, tanpa memberikan informasi lebih lanjut. Reuters memberitakan, “kelompok HTS tidak akan mengizinkan pengiriman apa pun datang dari wilayah Suriah yang dikuasai pemerintah; mereka hanya mau menerima bantuan yang masuk dari Turki.” [3]

Perhatikan bahwa HTS (yang katanya “jihadis” dan ingin mendirikan khilafah Islam) justru berjalan seiring dengan Barat. AS menegaskan hanya mau membantu NGO di utara Suriah (tak lain, White Helmets). Hal senada juga disampaikan Inggris. Dalam press releasenya, pemerintah Inggris mengatakan “Inggris berkomitmen untuk memberikan dana tambahan kepada White Helmets untuk mendukung upaya pencarian dan penyelamatan di Suriah.” [4]

Untuk yang belum tahu: WH adalah “relawan” yang khusus beroperasi di wilayah yang dikontrol para jihadis. Para aktivis WH tak lain adalah anggota Al Qaida (milisi-milisi jihad). Jadi, WH yang dielu-elukan Barat sesungguhnya adalah “jihadis” berkedok relawan.

Sekali lagi, semua korban gempa patut ditolong. Namun bila secara khusus bantuan itu diberikan kepada milisi Al Qaida dan jejaring NGO-nya, apakah bisa dijamin bantuan akan diberikan kepada semua rakyat sipil di Idlib? Atau hanya untuk anak-istri mereka dan warga yang mendukung mereka saja?

Menurut jurnalis Eva Bartlett yang pernah meliput ke Suriah, “Saya dan para jurnalis yang meliput langsung telah sering mengungkap ini, [kami] mengunjungi kawasan-kawasan yang telah dibebaskan [dari tangan teroris] dan mendengar kesaksian dari warga lokal bahwa mereka [selama berada dalam kekuasaan teroris] kelaparan karena para teroris telah menguasai bantuan kemanusiaan, tidak memberikannya pada warga sipil, atau menjualnya dengan harga tinggi.” [5]

Seharusnya, kalau mau adil, semua pihak diperbolehkan untuk memberikan bantuan. Termasuk pemerintah Suriah yang ingin membantu warga mereka sendiri. (Ingat, para “jihadis” di Idlib kebanyakan adalah warga asing).

PETA KONTROL SURIAH

Daerah merah: dikuasai “pemberontak” (rebel) dan militer Turki. Yang dimaksud pemberontak (atau kadang media Barat menyebut “oposisi”) adalah Free Syrian Army (FSA) tapi sejak 2017 berganti nama jadi SNA (Syrian National Army). Turut bergabung dengan SNA : milisi teror Jaysh al-Islam, Faylaq al-Rahman, dan faksi teroris yang sebelumnya menguasai Ghouta timur. Semua “pemberontak” ini berhaluan Ikhwanul Muslimin, dan mereka didukung oleh Turki.

Daerah kuning: dikuasai “jihadis” (maksudnya, HTS), yang berhaluan Al Qaida. Tapi sesungguhnya, melihat ideologi dasar semua faksi (baik Al Qaida, maupun Ikhwanul Muslimin) sama saja, menghalalkan kekerasan demi kekuasaan dan menggunakan narasi-narasi agama (“jihadis”) dan pengkafiran pihak lawan. Makanya seringkali, untuk memudahkan, penyebutan untuk mereka disamakan saja, misal disebut “Al Qaida” saja atau  “jihadis” saja.

Daerah hijau: dikuasai separatis Kurdi yang didukung AS (SDF/YPG). Tentara AS bercokol di wilayah hijau itu.  Lihat peta di sebelahnya: wilayah yang diduduki AS (dan milisi Kurdi) itu namanya daerah Hasaka. AS bersama-sama milisi separatis Kurdi telah mencuri minyak Suriah untuk dialirkan ke Irak lewat  perlintasan Mahmoudiya [lihat peta kanan]. Dari Irak, dijual ke berbagai wilayah lain, termasuk Israel.

Sejak 2011, akumulasi kerugian Suriah di sektor minyak dan gas mencapai 107 miliar USD. Saat ini, Suriah kekurangan BBM (akibatnya, di banyak tempat listrik hanya menyala 2 jam sehari), sementara minyak mereka dicuri oleh AS. Sebelum 2011, Suriah memproduksi minyak 400.000 barel per hari. Kini, 90% ladang minyak Suriah diduduki oleh AS dan milisi-milisi proksinya. [6]

Afrin: kawasan yang dikuasai “jihadis” versi Turki dan militer Turki. Di sana ada penjara khusus ISIS dan anggota YPG, bernama penjara Raju, yang dikelola oleh Turki dan FSA (SNA). Bagi Turki, militan Kurdi adalah musuh, sehingga Turki dan proksinya (FSA/SNA) berperang melawan YPG. Nah, pada tanggal 7 Februari, sehari setelah gempa pertama tanggal 6, sebanyak 20 anggota ISIS kabur dari penjara Raju. [7] Mereka kemudian melakukan aksi terorisme di Palmyra (di Homs), menewaskan 4 warga sipil dan melukai 10 orang lainnya. [8]

Kejahatan Israel terhadap Suriah dan Iran

Dalam kondisi bencana ini, Israel mengambil kesempatan untuk melakukan misinya. Pertama, Netanyahu melakukan kebohongan, mengatakan bahwa pemerintah Suriah telah meminta bantuan kepada Israel dan Israel menyetujuinya. Tentu saja ini bohong. Justru Suriah sejak 2011 mengalami agenda penggulingan rezim gara-gara posisinya yang menolak berdamai dengan Israel dan terus membantu milisi Palestina dalam perang melawan Israel .  Kecuali kalau yang dimaksud Netanyahu ‘pemerintah Suriah’ adalah para teroris di Idlib. Sebelumnya, dalam masa perang (sebelum para teroris itu dievakuasi semua ke Idlib), Israel memberikan bantuan senjata dan perawatan kepada para para milisi teror yang terluka.

Berita tanggal 9 Februari, seorang pejabat militer Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada surat kabar Elaph Arab Saudi bahwa Tel Aviv tidak akan ragu untuk membom pengiriman bantuan Iran untuk Suriah. Alasan mereka: Teheran berusaha untuk “mengambil keuntungan dari situasi tragis untuk mengirim senjata dan peralatan ke Hizbullah.” [9]
Israel menyerang bantuan Iran untuk Suriah sebenarnya sudah dilakukan sejak sebelum gempa. Sepekan sebelum gempa, yaitu tanggal 30 Januari, 3 truk Iran yang berisi makanan (tepung dan beras), masuk dari Irak ke Suriah, melalui perlintasan Al-Bukamal, telah dibom oleh Israel. Israel menuduh truk-truk itu membawa senjata. [10]

Israel juga telah menghalangi masuknya barang-barang bantuan lewat udara dengan cara mengebom bandara internasional Damaskus untuk kedua kalinya pada bulan September 2022. Sebelumnya lagi, yaitu bulan Juni 2022, selain mengebom bandara internasional Damaskus, Israel juga mengebom bandara internasional Aleppo. Tindakan Israel ini yang jelas melanggar hukum internasional, tidak mendapatkan sanksi apapun dari PBB.

Cekikan Sanksi Ekonomi AS

Selain dilanda perang proksi, Suriah juga mengalami kesulitan ekonomi akibat sanksi ekonomi AS. Pemerintah AS telah menetapkan Caesar Syria Civilian Protection Act, yaitu UU yang mengembargo atau memberi sanksi kepada individual dan perusahaan dimana saja di dunia yang berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dengan ekonomi Suriah.

Akibat dari Caesar Act ini, Suriah tidak bisa mengimpor barang-barang penting, seperti peralatan medis, makanan, alat pemanas, dan BBM. Suriah sendiri sebenarnya produsen minyak, tetapi sejak kawasan penghasil minyak diduduki separatis Kurdi dan tentara AS, minyak mereka dicuri dan rakyat Suriah menjadi krisis minyak.

Sanksi ekonomi terhadap Suriah sebenarnya sudah dilakukan oleh AS sejak tahun 1979. Penyebabnya tak lain, karena posisi politik Suriah yang sejak dulu mengancam kepentingan Israel. Central Bank of Syria telah disanksi sejak 2004, sehingga Suriah keluar paksa dari sistem finansial internasional. Sejak dimulainya krisis tahun 2011, dimana kelompok oposisi dengan dukungan Barat berusaha menggulingkan Assad, sanksi demi sanksi diterapkan, hingga Caesar Act.

Kondisi ini secara terbuka telah dikecam oleh Jubir Kementerian Luar Negeri China pascagempa (8/2):

“Serangan militer AS yang sering dilakukan, dan sanksi ekonomi yang keras, telah menjatuhkan korban sipil yang sangat besar dan menghilangkan sarana kehidupan warga Suriah. Saat ini, pasukan AS terus menduduki wilayah penghasil minyak utama Suriah. Mereka telah menjarah lebih dari 80% produksi minyak Suriah dan menyelundupkan serta membakar stok gandum  Suriah. Semua ini telah membuat krisis kemanusiaan Suriah menjadi lebih buruk.”[11]

Setelah mendapatkan banyak kecaman, akhirnya pemerintah AS mengeluarkan keputusan untuk pengecualian sanksi selama 6 bulan untuk semua transaksi yang terkait dengan pemberian bantuan bencana setelah gempa.

Namun, pelonggaran sanksi ini hanya untuk pencitraan semata bagi AS karena kenyataan di lapangan aliran bantuan kemanusiaan tetap sulit masuk. Selain itu, kesulitan ekonomi yang dialami oleh rakyat Suriah tidak terkait gempa saja sehingga seharusnya semua sanksi sepihak dan semena-mena dari AS ini dicabut.

Kalau kita mencermati isi License No. 23 (aturan pelonggaran sanksi AS), terlihat bahwa ini hanya upaya pencitraan karena selain hanya parsial, spesifik, dan sementara; dampak akumulasi sanksi ini, yang membuat Suriah tidak dapat mengakses peralatan medis penting, serta tidak bisa melakukan pembangunan negara, karena “Caesar Act” ini menargetkan sektor minyak dan gas, rekonstruksi dan penerbangan di Suriah.

Kondisi Kemanusiaan di Suriah

Kondisi pascagempa Aleppo 2023

Meskipun korban gempa di Suriah lebih sedikit dibandingkan korban gempa di Turki, tetapi, gempa ini menambah penderitaan dan kerusakan yang sudah meluas akibat perang. Kawasan yang paling terdampak gempa adalah Idlib, Aleppo, Lattakia (lihat peta).

Khusus untuk Aleppo,  banyak sekali bangunan yang runtuh akibat pendudukan teroris yang berlangsung hingga 2016. [Pada Desember 2016 “jihadis” dikalahkan tentara Suriah dan mereka dievakuasi ke Idlib). Militan “jihad” sejak 2012 hingga 2016 sering membuat terowongan di bawah bangunan-bangunan, dengan cara meledakkan bom.

Tanpa ada gempa pun, warga Suriah sudah sangat sulit. Akibat suplai listrik yang sangat terbatas, rumah sakit kesulitan menggunakan peralatan-peralatannya dan kegiatan ekonomi memburuk. Suriah saat ini bergantung pada suplai minyak dari Iran. Padahal, Iran pun dalam kondisi sulit akibat sanksi ekonomi AS (Iran tidak bisa leluasa menjual minyaknya).

Saat ini musim dingin dan keberadaan listrik, atau gas, untuk memanaskan ruangan sangat penting. Tanpa rumah, tanpa pemanas, dapat dibayangkan betapa sulitnya kondisi yang dialami rakyat Suriah.

Bantuan Kemanusiaan Dari Kubu Resistensi

Bantuan dari berbagai negara akhirnya memang berdatangan ke Suriah. Sementara itu, bantuan untuk wilayah yang dikuasai militan/oposisi (Idlib) diantarkan oleh PBB lewat Turki. Bantuan lewat Suriah dilarang masuk oleh milisi teror terkuat saat ini di Idlib, Hayat Tahrir Al Sham. Pimpinan HTS, baru-baru ini mengatakan, “Kalau mau bawa bantuan, lewat Bab Al Hawa saja.” [12]

Bab Al Hawa adalah perlintasan yang menghubungkan Turki dan Suriah, jadi ada di arah Turki. Lihat peta. Pemahaman ini penting karena para pengepul donasi dan media mulai menyebar fitnah, menyatakan bahwa Assad-lah yang melarang masuk bantuan ke Idlib.

Namun penting untuk melihat bagaimana solidaritas kubu Resistensi, yaitu negara-negara yang sama-sama mengalami kesulitan ekonomi akibat keputusan politik mereka yang resisten (melawan) terhadap hegemoni Barat.

Lebanon, negara yang saat ini menghadapi kesulitan ekonomi, dengan segera mengirimkan bantuan kemanusiaan. Bantuan itu bukan berasal dari pemerintah saja, melainkan digalang dari masyarakat. Penggalangan terutama dilakukan oleh Hizbullah, organisasi sosial-politik-ekonomi terkuat di Lebanon. Hizbullah sering diberi label “teroris” oleh Barat. Padahal, sayap militer organisasi ini hanya berperang melawan Israel (yang pernah menduduki Lebanon selatan) dan melawan ISIS/Al Qaida di Suriah.

Bantuan itu sedemikian banyaknya, melintasi tumpukan salju. Seperti terlihat di foto berikut ini.

Iran, juga sebenarnya sangat menderita akibat sanksi ekonomi Barat. Meski Iran telah memanfaatkan era sanksi ini dengan meningkatkan produksi dalam negeri dalam berbagai bidang, namun hambatan dalam menjual produk-produk Iran ke luar negeri jelas tetap menghambat kemajuan ekonomi di sana.  Iran juga menghadapi agenda penggulingan rezim dari Barat yang menggunakan isu-isu kebebasan dan demokrasi.

Namun dalam kondisi sulit ini pun, Iran menjadi salah satu negara yang paling awal datang membantu. Bantuan evakuasi di jam-jam awal sangat berperan untuk menyelamatkan nyawa. Iran tidak hanya membantu Suriah, tetapi juga Turki. Berikut ini beberapa foto tim SAR Iran membantu korban gempa Turki.

 

Berikut ini beberapa foto, ulama Iran dari Jamiatul Mustafa Lebanon & Suriah bersama-sama dengan ulama Sunni di Suriah, terjun langsung ke desa-desa terdampak gempa di Aleppp dan Lattakia. Selain mengantarkan bantuan barang, mereka juga mendengarkan keluh-kesah warga.

 

Bagaimana dengan rakyat Suriah sendiri? Mereka pun, di tengah berbagai kesulitan, memberikan bantuan kepada saudara sebangsa mereka, tanpa membedakan agama. Misalnya, biara The Holy Land Monastery di Aleppo telah membuka pintu mereka untuk 2000 pengungsi. Para relawan menyediakan makanan untuk mereka. Berikut ini beberapa foto dari biara tersebut.

Presiden Assad dan istrinya juga turun langsung memimpin upaya penyelamatan pascagempa. Assad saat mengomentari embargo Barat dan diskriminasi bantuan yang dialami oleh Suriah, mengatakan bahwa “Warga Suriah tidak banyak bicara, mereka bertindak.”

Menurut Assad, rakyat Suriah telah berhasil melawan masalah selama 12 tahun terakhir sambil berpegang pada nilai-nilai bangsa dan akan mampu mengatasi bencana alam ini. Perlawanan bangsa Suriah telah membawa pesan “yang lebih fasih dari kata apapun.” [13]

Pesan apa? Yaitu pesan tentang kesabaran, kegigihan, cinta tanah air. Hanya itu yang bisa membuat Suriah mampu bertahan meskipun diembargo, meskipun diserang “jihadis” dari hampir 100 negara dunia, yang disuplai dana dan senjata dari negara-negara kaya di dunia.[]

 

***

Referensi:

[1]Data gempa 14 Feb: https://www.aljazeera.com/news/liveblog/2023/2/14/turkey-syria-earthquake-live-news-death-toll-tops-36000

[2] https://www.aljazeera.com/news/2023/2/6/us-pledges-post-earthquake-aid-but-no-contact-with-syrias-assad

[3] https://www.newarab.com/news/syria-quake-aid-held-hts-approval-issues-un

[4] https://www.gov.uk/government/news/additional-funding-to-the-white-helmets-search-rescue-efforts

[5] https://web.archive.org/web/20230212044123/https://www.rt.com/news/571295-western-sanctions-syria-earthquake/

[6] https://www.middleeastmonitor.com/20221213-syria-regime-again-accuses-us-of-stealing-its-oil/

[7] https://thecradle.co/article-view/21190

[8] https://sana.sy/en/?p=300165

[9]  https://thecradle.co/article-view/21293

[10] https://thecradle.co/article-view/20886

[11] http://jm.china-embassy.gov.cn/eng/wjbfyrth/202302/t20230208_11022159.htm

[12] https://thecradle.co/article-view/21427/damascus-opens-new-border-crossings-as-militants-obstruct-aid-efforts

[13] https://www.presstv.ir/Detail/2023/02/11/698051/Syria-Assad-West-double-standards

 

DISKUSI: