Menakar Keseriusan Janji Taliban Soal Toleransi
LiputanIslam.com –Hingga hari ini, Taliban dan Afghanistan masih menjadi headline pemberitaan dan analisis politik dunia. Keberhasilan Taliban merebut kekuasaan atas Afghanistan, di saat militer AS sedang menarik pasukannya dari negara itu, memang sangat sangat fenomenal. Citra AS sebagai kekuatan besar dunia yang sangat andal di bidang intelejen dan militer langsung terpuruk.
Hal menarik lainnya dari fenomena berkuasanya Taliban atas Afghanistan adalah sejumlah langkah politiknya yang sangat ingin menunjukkan bahwa pihaknya saat ini sudah betul-betul berubah, bukan lagi kekuatan menakutkan yang keras, kaku, dan kejam, melainkan kekuatan yang moderat, toleran, dan bisa diajak berunding. Salah satu buktinya, Taliban mengumumkan “amnesti umum” kepada semua pejabat pemerintah Afghanistan. Pengumuman amnesti ini disampaikan sambil mengimbau para pejabat Afghanistan untuk kembali bekerja.
Kebijakan yang sama juga diumumkan oleh Taliban terkait dengan sikap terhadap kaum Syiah. Dalam sebuah pernyataan, Taliban meyakinkan komunitas Syiah di kota Herat, bahwa pihak keamanan siap menjaga peringatan Asyura (peringatan pembunuhan Al-Husein, cucu Rasulullah SAW) yang diperingati setiap tanggal 10 Muharram. Taliban mengatakan: “Amnesti umum telah dikeluarkan untuk semua orang. Jadi Anda semua –orang Syiah– harus melanjutkan kehidupan normal Anda dengan penuh percaya diri.”
Taliban sebelumnya juga memberikan jaminan keamanan bagi diplomat dan staf asing sehingga mereka dapat terus bekerja tanpa perlu merasa ketakutan sedikitpun. Beberapa polisi lalu lintas juga dilaporkan hadir di tempat kerja mereka dan memberikan keamanan. Oleh karena itu, wakil Taliban Mawlawi Yaqoub menginstruksikan semua anak buahnya dalam pesan suara untuk tidak mengizinkan siapa pun memasuki rumah mantan pejabat, mengancam mereka, atau mengambil mobil atau senjata. Dia menambahkan bahwa tindakan serius sedang diambil terhadap para penjarah dan penjahat. Pengumuman ini terkait dengan laporan sebelumnya yang menyatakan bahwa sejumlah tentara Taliban melucuti senjata dan menyita mobil-mobil mantan pejabat pemerintah Afghanistan.
Seberapa Berbeda Taliban dari Masa Lalu?
Performa dan perilaku di lapangan yang ditampilkan Taliban saat ini memang sangat berbeda dengan apa yang mereka lakukan di tahun 1990-an. Kini, justru ketika pemerintahan berada di tangan Taliban, Syiah di negara ini dapat mengadakan upacara berkabung Asyura tanpa gangguan apapun. Yang lebih menariknya, Taliban juga mengambil alih tanggung jawab keamananan upacara tersebut. Beberapa pemimpin Taliban bahkan menghadiri upacara berkabung Syiah di Herat, seraya menekankan perlunya persatuan rakyat di Afghanistan.
Taliban tampaknya telah belajar dari tindakan masa lalunya dan kali ini bermaksud untuk mengadopsi pendekatan toleran terhadap etnis dan agama lain di Afghanistan. Taliban bahkan berbicara tentang hak-hak perempuan di Afghanistan dalam kerangka syariah dan, tidak seperti periode sebelumnya, tidak keberatan untuk mengizinkan kaum perempuan melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.
Akankah Praktik Ini Berlanjut?
Ini adalah pertanyaan yang jawabannya tidak sederhana. Sejumlah pengamat bersikap skeptis terhadap klaim-klaim toleran Taliban itu. Faktanya, Taliban bukanlah kelompok yang sepenuhnya homogen dan sepemikiran. Secara internal, anggota Taliban berasal dari aliran pemikiran yang berbeda-beda. Oleh karena itu, meskipun beberapa kelompok Taliban menekankan hak-hak perempuan dan mengiznkan mereka kembali bekerja, beberapa kelompok di Taliban masih menunjukkan sikap penentangan atas kebijakan baru toleransi dalam beragama.
Friksi dan polemik internal di antara berbagai faksi Taliban itu diperkirakan akan muncul dalam beberapa hari mendatang. Biasanya, hal itu akan dipicu oleh kebijakan pembagian kekuasaan di Kabul di antara para anggota mereka. Kelihatannya, para anggota kelompok ini belum mencapai kesimpulan yang pasti tentang sistem politik yang akan mereka terapkan, juga terkait dengan bagaimana membagi posisi kekuasaan. Hal ini akan berimbas kepada kebijakan tentang toleransi yang sementara ini dipegang oleh pimpinan Taliban.
Posisi Rusia dan Kawan-Kawannya
Perlu dicatat bahwa KTT Uni Ekonomi Eurasia dimulai Sabtu lalu di wilayah “Chulpan-Ata” di Kirgistan. KTT ini dilaksanakan pada saat negara-negara di kawasan itu, termasuk Belarusia, Kazakhstan, Rusia, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan, menghadapi tantangan bersama dalam mengembangkan kerja sama ekonomi dan pada akhirnya menciptakan pasar bersama sebagai tujuan utama kelompok ekonomi ini. Tentu saja, setiap aspek yang berhubungan dengan ekonomi, pasti akan menjadi tema pertemuan, termasuk tantangan keamanan, krisis virus corona, pengembangan kerja sama, dan penghapusan hambatan perdagangan.
Tak diragukan, salah satu tantangan dan isu terpenting saat ini di Asia Tengah dan Uni Ekonomi Eurasia adalah Afghanistan. Perubahan yang terjadi di Afghanistan setelah jatuhnya Kabul kepada kelompok Taliban tentu menjadi bahan perhatian mereka sebagai tetangga Afghanistan. Masalah keamanan adalah bagian lain dari dampak potensial dari perkembangan di Afghanistan di Asia Tengah. Penyebaran terorisme, ekstremisme dan perselisihan etnis dan sektarian adalah masalah keamanan yang paling penting bagi negara-negara ini karena kekacauan di Afghanistan.
Artinya, situasi di Afghanistan, termasuk konsistensi mereka dengan isu-isu moderasi dan toleransi, punya hubungan dengan negara-negara tetangga mereka, yang secara kebetulan adalah negara-negara bekas Uni Sovyet. Segala aksi apapun yang diambil Taliban, segala kebijakan apapun yang diberlakukan, akan memancing aksi-reaksi dari pihak luar, dan ini akan menjadi ujian bagi Taliban.
Faktor China
China adalah negara yang terlihat menunjukan sikap proaktif terhadap situas baru di Afghanistan. Beijing sudah makin merangsek dan menawarkan bantuan ekonomi kepada Taliban, untuk membangun negaranya. Urusan China sepenuhnya bisnis, dan China tentu akan meminta jaminan keamanan kepada Taliban terkait dengan investasi China, seandainya nanti dilaksanakan pembangunan.
Ancaman AS terhadap Taliban
Meskipun semakin melemah, ancaman dari AS juga tidak boleh disepelekan. Dalam berbagai kesempatan, para pemimpin Gedung Putih yang dipermalukan oleh Taliban, berkali-kali melontarkan ancaman untuk menggempur posisi-posisi Taliban. Dan, tentu saja, AS juga pasti melakukan operasi intelejen untuk mengacak-acak Taliban dari dalam. Beberapa pejabat senior Taliban adalah orang-orang yang dekat Pakistan dan Arab Saudi, dua sekutu dekat AS. Bisa jadi, melalui kanal-kanal inilah AS akan memecah Taliban dari dalam.
Ketika ada upaya “makar” yang dilakukan oleh AS, sangat mungkin sentimen dan semangat “jihad” Taliban akan terpantik, dan itu akan memicu Taliban kepada watak lama mereka, termasuk dalam hal sikap-sikap intoleransi. (os/li/alwaght)