Konstitusi Baru Mesir Disetujui
Meski dengan tingkat partisipasi referendum yang rendah, konstitusi baru Mesir akhirnya disetujui oleh mayoritas peserta referendum, yaitu 90.1%. Demikian pernyataan pimpinan komisi pemilu Mesir, Sabtu (18/1).
Hasil referendum yang dilakukan hari Selasa (14/1) hingga Rabu (15/1) tersebut tidak mengejutkan mengingat kelompok politik terbesar Ikhwanul Muslimin dan partai-partai Islam lainnya memboikot referendum yang dianggap membahayakan aspirasi mereka. Sebaliknya, pemerintah Mesir sangat berkepentingan dengan referendum ini untuk melegitimasi langkah kudeta terhadap presiden terguling Mohammad Moersi pertengahan tahun lalu.
Jendral Abdel Fattah al-Sisi, pemimpin kudeta militer atas Moersi, juga sangat berkepentingan dengan hasil referendum sebagai bekal pencalonannya menjadi kandidat presiden mendatang. Demikian analisa banyak pakar menyebutkan. Meski belum mengumumkan pencalonannya, Sisi dianggap sebagai kandidat paling potensial dalam pemilihan presiden mendatang.
Pimpinan komisi pemilu Mesir Nabil Salib menyebutkan dalam pernyataannya tersebut bahwa tingkat partisipasi warga Mesir atas referendum tersebut hanya mencapai 38.6 % dari 53 juta penduduk Mesir yang berhak memilih. Dari jumlah itu hanya 1,9 % suara yang menolak perubahan konstitusi.
Meski hasil tersebut agak meragukan, hasil referendum tersebut kontan disambut suka cita oleh kubu pemerintah. Dalam sebuah pernyataan pers, seorang pejabat tinggi Mesir mengklaim bahwa referendum membuktikan bahwa revolusi penggulingan Mohammad Moersi adalah murni gerakan rakyat (popular revolution).
Dengan hasil referendum tersebut maka “konstitusi Islam” yang berhasil disahkan dalam pemerintahan Moersi pada akhir tahun 2012 lalu, akan digantikan dengan konstitusi baru yang dianggap “kurang Islami”.
Pemerintah Amerika yang merupakan pendukung penting regim sementara pengganti Moersi, bereaksi cepat atas hasil referendum tersebut dengan mendesak pemerintah Mesir untuk mengimplementasikan penuh konstitusi baru yang dihasilkan melalui referendum.
“Bukan hasil suara yang menentukan demokrasi. Apa yang akan terjadi di Mesir terkait masalah politik, ekonomi serta kerangka kerja sosial untuk generasi-generasi mendatang, itulah yang menentukan demokrasi,” kata Menlu Amerika John Kerry menanggapi hasil referendum.
Pemerintah Amerika pada hari Kamis (16/1) menyatakan perhatian penuh terhadap referendum yang bakal digelar, namun sampai saat ini belum memutuskan nasib bantuan senilai $1,5 miliar yang dibekukan terkait terjadinya kudeta tahun 2013 lalu. Sementara itu kelompok Ikhwanul Muslimin dengan tegas menolak hasil referendum tersebut. Kelompok ini menyerukan para pendukungnya untuk melakukan aksi demo besar-besaran menolak hasil referendum pada tgl 25 Januari mendatang. Tanggal tersebut dipilih karena adalah hari ulang tahun ketiga revolusi penggulingan Presiden Hosni Mubarak. Sebaliknya, Mendagri Mohammed Ibrahim menyerukan kelompok-kelompok anti-Ikhwanul Muslimin untuk melakukan aksi demonstrasi tandingan.
Sejak penggulingan Moersi, setidaknya lebih dari 1.000 orang tewas akibat bentrokan antara para pendukung Moersi dengan aparat keamanan.(CA/Al akhbar)