Dua Ahli Hukum Tata Negara ‘Berdebat’ Soal UU Pilkada
Jakarta, LiputanIslam.com–Kisruh UU Pilkada masih terus berlanjut. Dua ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra dan Refly Harun, ternyata memiliki perbedaan pendapat soal UU ini.
Yusril dalam akun Twitter-nya, @Yusrilihza_Mhd, mengatakan telah memberi saran kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak usah menandatangani UU Pilkada yang baru disahkan itu sampai masa jabatannya habis. Dia juga menyarankan Jokowi, yang akan dilantik pada 20 Oktober nanti, tidak perlu menandatangani UU tersebut.
Alasan Yusril, karena presiden baru tidak ikut membahas RUU tersebut, ia dapat mengembalikan UU tersebut ke DPR untuk dibahas lagi.
Sebaliknya, ahli hukum tata negara Refly Harun justru menilai saran Yusril sebagai “jebakan Batman” untuk Jokowi. Menurut dia, justru hal tersebut akan menyeret Jokowi dalam kekisruhan UU Pilkada.
“Itu jebakan Batman kepada Jokowi. Kalau Jokowi melakukan itu, dia bisa dianggap tidak melaksanakan konstitusi,” ujar Refly seperti dikutip Tempo (30/9/2014). Sebabnya, kata dia, dalam konstitusi disebutkan, sejak 30 hari undang-undang itu disetujui bersama antara pemerintah dan DPR, maka undang-undang tersebut sah dan wajib diundangkan.
Selain itu, menurut Refly, bila Jokowi mengembalikan UU ke DPR, akan menyebabkan kekosongan hukum. Sebab, Undang-Undang Pilkada dan UU tentang Pemerintah Daerah yang merupakan satu-kesatuan sudah dicabut.
Sebelumnya, sebagaimana diberitakan Detikcom (28/9), Refly pernah menyarankan agar dilakukan penyelidikan terhadap proses rapat DPR. Jika ditemukan fakta rapat paripurna itu melanggar moralitas konstitusi nasional, Presiden bisa menyatakan tidak setuju. Selanjutnya, UU Pilkada dibawa ke ranah hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Refly memperkirakan ada 2 hal yang diperdebatkan nantinya.
“Nanti akan ada 2 perdebatan, yakni tentang sengketa kewenangan instutisional antara presiden dan DPR lalu kemudian ada judicial review yang mempermasalahkan substansi,” terangnya.
“Jadi kalau memang presiden tidak diberikan informasi yang benar, maka untuk sementara dengan menyampaikan menolak UU Pilkada tidak langsung bisa saja. Karena UUD menyatakan persetujuan itu antara presiden dan DPR itu 50:50. Nah (coba kita semua) cari informasi, jangan-jangan dibohongi SBY-nya,” sambungnya.(dw)