Cina Takkan Mundur Soal Hongkong

0
457

demo hongkong5Hongkong, LiputanIslam.com — Aksi demonstrasi menuntut “pemilu langsung” di Hongkong semakin besar dengan puluhan ribu massa kini menduduki jalan-jalan utama Hongkong. Di sisi lain, polisi dan aparat keamanan seperti telah “menyerah” dengan membiarkan para demonstran menguasai jalanan.

Saat ribuan demonstran menyalakan smartphone-nya dan melambai-lambaikannya di udara di depan kantor pemerintahan Hongkong, Senin (29/9) petang, beberapa polisi yang ditugaskan mengawasi mereka, duduk termangu di pinggir jalan.

“Sebenarnya saya tidak tahu alasannya (mengapa polisi mundur). Tapi kami telah capai. Kami semua adalah manusia, jadi kami perlu istirahat,” kata seorang polisi kepada jurnalis BBC.

Kondisi ini jauh berbeda hari Minggu (28/9), ketika polisi menembakkan puluhan gas air mata dan menyerbu demonstran dengan pentungan dan semprotan merica dan cabai. Saat itu setidaknya 59 orang terluka, termasuk 12 polisi. Polisi juga menahan 89 orang atas tuduhan mengganggu ketertiban umum.

Namun di balik “euforia” kemenangan para demonstran, muncul kekhawatiran bahwa pemerintah Cina akan menggunakan kekuatan terakhirnya yang telah dikenal sebagai “penindas para demonstran”, yaitu Tentara Pembebasan Rakyat yang pada tahun 1989 “sukses” menumpas aksi demonstrasi besar-besaran di Lapangan Tiananmen, Beijing.

“Saya tidak melihat pemerintah Cina bisa mentolerir apa yang terjadi saat ini di Hongkong. Sangat ditakutkan ini akan berakhir buruk,” kicau Mike Chinoy, peneliti senior di US-China Institute University of Southern California, di akun Twitter-nya.

Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Ekskutif Hongkong C.Y. Leung yang menyebutkan bahwa Cina tidak akan mundur dari kebijakan yang telah ditetapkannya di Hongkong, yang telah memicu aksi demonstrasi besar-besaran oleh sebagian warga Hongkong.

“Berdasarkan hukum dasar, kita masih memiliki prinsip demokrasi internasional “satu orang satu suara”. Saya mengerti prinsip ini mungkin berbeda dengan pandangan publik, namun ini berdasarkan prinsip dasar yang sama. Kami ingin tetap damai, tenang dan berfikir tentang apa yang terbaik bagi Hongkong,” kata Leung.

Sebagaimana diketahui, aksi-aksi demonstrasi yang kini melanda Hongkong dipicu oleh keputusan pemerintah dan parlemen Cina untuk membatasi pemilu langsung di Hongkong untuk memilih kepala eksekutif (gubernur), dengan melalui lembaga penyeleksi kandidat kepala eksekutif. Lembaga ini dicurigai hanya menjadi alat kepentingan pemerintah pusat, dan karenanya keputusan ini ditolak warga Hongkong.

Namun tidak semua warga Hongkong satu suara dalam memandang hal ini. Sebagian warga Hongkong justru menginginkan peran pemerintah pusat yang lebih besar dalam mengatur urusan Hongkong.

Menamakan diri “Mayoritas yang Diam untuk Hongkong”, beberapa waktu lalu mereka berhasil mengerahkan puluhan demonstran mendukung pemerintah Cina. Mereka menuduh aksi-aksi demonstrasi anti-pemerintah Cina akan “membahayakan Hong Kong” dan menciptakan huru-hara. Mereka juga telah memasang iklan di media-media lokal yang mengecam aksi-aksi demonstrasi anti-pemerintah.

“Kami memberi mereka cukup kesempatan untuk berhenti, dan ini termasuk peringatan-peringatan. Namun jika mereka gagal kami harus menggunakan kekuatan,” kata asisten komisaris polisi Hongkong Cheung Tak-keung dalam konperensi pers, Senin (29/9).

Pemerintah, baik pusat maupun Hongkong, telah menyatakan aksi-aksi demonstrasi sebagai tindakan ilegal.

Aksi-aksi protes telah menimbulkan dampak luas yang mengganggu aktifitas bisnis di salah satu pusat keuangan di Asia ini. Pada hari Selasa (30/9) 37 kantor cabang bank dari 21 bank telah ditutup. Di beberapa area layanan ATM juga mengalami gangguan. Demikian keterangan otoritas keuangan Hongkong.

Selain itu otoritas pendidikan Hongkong menyebutkan sebanyak 157 sekolah ditutup pada hari Selasa. Tidak hanya itu, mengantisipasi aksi-aksi demonstrasi yang tidak akan berhenti dalam waktu dekat, pemerintah Hongkong mengumumkan pembatalan pesta kembang api menyambuat Hari Nasional Cina tanggal 1 Oktober ini.

Pemerintah Cina juga melakukan serangkaian langkah untuk membatasi arus informasi untuk mencegah kabar tentang kondisi Hongkong menyebar ke Cina daratan.

Hari Selasa (30/9) pemerintah Cina memblokir laporan-laporan media massa tentang Hongkong. Pemerintah juga memblokir Instagram setelah beredarnya gambar-gambar aksi demonstrasi Hongkong.

Cina adalah negara besar, tidak saja dalam konteks luas wilayah dan jumlah penduduknya, namun juga kekuatan ekonomi dan militernya. Lebih jauh lagi, Cina adalah negara besar secara historis. Dengan kondisi saat ini dimana Cina telah menjelma sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua setelah AS, dan bahkan bakal mengalahkan AS dalam beberapa tahun ke depan, membayangkan Cina hancur lebur seperti Uni Sovyet akhir dekade 1980-an, tentu tidak pernah dibayangkan oleh para pemimpin Cina saat ini.

Dan pemerintah Cina meyakini betul, mengalah terhadap tuntutan para demonstran hanya akan mengundang kehancuran sebagaimana kehancuran Uni Sovyet. Jika para demonstran berhasil mendiktekan keinginannya kepada pemerintah Cina, secara alami mereka akan menuntut aspirasi yang lebih besar lagi. Selain itu, aspirasi-aspirasi serupa juga akan muncul di Makau, Shanghai, Guangzhou, Xinjiang, Tibet dan wilayah-wilayah lainnya sehingga secara pelan namun pasti pemerintah pusat di Beijing kehilangan kekuasaannya dan menjadi jalan bagi kehancuran Cina.

Sangat bisa dimengerti jika Cina melakukan aksi penumpasan yang sangat keras terhadap aksi demonstrasi besar-besaran mahasiswa Cina di Lapangan Tiananmen tahun 1989, meski karena itu ratusan atau bahkan ribuan mahasiswa dan pelajar Cina harus meregang nyawa. Maka hal yang sama pun akan dilakukan Cina untuk mempertahankan kekuasaannya di Hongkong. Karena Cina tidak ingin mengulangi nasib seperti Uni Sovyet.

Bedanya dengan peristiwa Tiananmen tahun 1989, pemerintah Cina saat ini mungkin akan lebih bersabar untuk menahan diri sampai batas waktu yang bisa ditolerir, seminggu atau sebulan. Namun jika aksi-aksi demonstrasi tidak juga berhenti, Cina akan mengerahkan Tentara Pembebasan Rakyat ke Hongkong.(ca)

DISKUSI: