Abbas: Quds Harus Jadi Ibukota Palestina
Ramallah, liputanislam.com — Palestina boleh berkompromi apapun dengan Israel. Namun soal kota Al Quds (Jerussalen), tampaknya hal itu sudah menjadi “harga mati” untuk menjadi ibukota Palestina. Hal itulah yang menjadi dasar sikap politik pemimpin Palestina Yasser Arafat hingga beliau meninggal. Hal yang sama tampaknya diwariskan kepada penggantinya, Mahmoud Abbas.
“Al Quds (Jerussalem) harus menjadi ibukota Palestina,” kata Ketua Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dalam wawacara dengan media Israel, Senin (27/1).
Menurut Abbas syarat untuk dilakukannya pembicaraan damai Palestina-Israel mendatang adalah pengakuan bahwa al Quds adalah ibukota Palestina. Selain itu Israel juga harus mengakui batas wilayah sebelum tahun 1967, yaitu sebelum Israel mencaplok sebagian besar wilayah Palestina termasuk Tepi Barat dan Al Quds, dalam perang tahun 1967.
Tentang kesiapannya bertemu dengan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa dirinya siapa untuk bertemu kapan pun.
Meski demikian kelompok pejuang Hamas yang saat ini menjadi penguasa pemerintahan di Gaza, menganggap pembicaraan dengan Palestian saat ini sebagai “membahayakan” dan bertekad untuk tidak akan memberikan satu inci pun tanah Palestina kepada Israel.
Palestinians kini tengah berupaya mendirikan negara berdaulat di wilayah Tepi Barat, Al Quds dan Jalur Gaza. Sebaliknya Israel berkukuh untuk tidak mendiskusikan status al Quds yang didudukinya. Untuk mengukuhkan klaimnya atas Jerussalem, Israel bahkan telah memindahkan ibukotanya ke sana.
Di sisi lain pembangunan pemukiman-pemukiman yahudi di wilayah pendudukan di Tepi Barat yang tidak pernah berhenti, juga menjadi penghalang utama pembicaraan damai Palestina-Israel.
Lebih dari 500.000 warga Israel kini tinggal di 120 pemukiman ilegal yahudi di Tepi Barat dan Jerussalem. Meski dianggap ilegal karena melanggar konvensi Genewa dan masyarakat internasional terus-menerus mendesak Israel untuk menghentikan pembangunan pemukiman-pemukiman illegalnya, Israel tidak pernah peduli.(ca/press tv)