Pengkhianatan dan Penghinaan Abad Ini

0
771

LiputanIslam.com –Akhirnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan apa yang disebutnya sebagai proposal perdamaian Israel-Palestina. Proposal itu bernama “Deal of The Century”, perjanjian abad ini. Inti dari proposal ini terkait dengan berdirinya negara Palestina Baru. Menurut Trump, ide ini akan mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina.

Akan tetapi, setelah mencermati detail dari proposal tersebut, kelihatan sekali bahwa proposal tersebut hanya menguntungkan Israel, sekaligus melegalkan berbagai kejahatan yang telah dilakukan negara Zionis itu selama ini. Adapun untuk Palestina, bisa dipastikan bahwa mereka akan semakin terpuruk di bawah berbagai klausul draft perjanjian ini.

Sontak berbagai tanggapan negatif bermunculan. Amnesti Internasional secara tegas menyatakan bahwa ratifikasi perjanjian ini bermakna pengabaian atas berbagai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel. Menurut Amnesti Internasional, selama lebih dari setengah abad pendudukan, Israel telah memberlakukan sistem diskriminasi yang dilembagakan terhadap Palestina, menyangkal hak-hak dasar mereka dan akses ke solusi efektif bagi pelanggaran. Kesepakatan itu, menurut lembaga tersebut, merupakan pengesahan atas kebijakan brutal dan pelanggaran hukum yang dilakukan Israel selama ini.

Otoritas Palestina di Tepi Barat (PLO) menanggapi dengan dingin proposal ini. Presiden Mahmoud Abbas menyatakan bahwa proposal ini segera akan dibuang ke tong sampah sejarah, karena dianggap sampah tak berguna. Sedangkan di Gaza, aksi unjuk rasa dan mogok massal digelar sebagai ekspresi penolakan keras warga terhadap proposal itu.

Dari PBB, Sekjen Antonio Guterres menyatakan penyelesaian konflik Palestina-Israel harus didasarkan kepada resolusi-resolusi PBB, hukum internasional, dan perjanjian-perjanjian bilateral. Guterres mengatakan PBB berkomitmen untuk mewujudkan visi dua negara yang hidup berdampingan secara damai di dalam perbatasan yang diakui, berdasarkan perbatasan pra-1967.

Guterres merujuk kepada keputusan PBB dan lembaga internasional lainnya yang menyatakan bahwa sebelum tahun 1967 (Perang Arab Palestina), Tepi Barat seutuhnya merupakan milik Palestina. Sementara itu, dalam peta yang dirilis Trump, terlihat bahwa apa yang disebut sebagai wilayah negara Palestina semakin sempit dan terpisah-pisah satu sama lain. Berdasarkan peta usulan Trump itu, kawasan yang diperuntukkan bagi warga Palestina kurang dari 40%. Mereka juga akan tinggal secara terpisah di berbagai kawasan yang sempit dan tandus. Adapun lebih dari 60% dari kawasan Tepi Barat akan menjadi milik para pemukim ilegal Yahudi. Itu adalah kawasan-kawasan yang subur. Para pemukim Yahudi memiliki akses jalan yang menghubungkan berbagai kawasan permukiman satu sama lain. Sedangkan warga Palestina hidup terisolasi.

Proposal ini memang lebih layak disebut sebagai pengkhianatan terhadap rakyat Palestina, dan terhadap kemanusiaan. Proposal ini melegalkan pembantaian yang dilakukan Israel terhadap ratusan ribu warga Palestina; melegalkan pengusiran terhadap 5 juta warga Palestina, dan menolak hak untuk kembali ke kampung halaman;  dan melegalkan perampasan tanah yang dilakukan oleh pemukim Yahudi terhadap kawasan-kawasan subur di Tepi Barat.

Termasuk ke dalam negara pengkhianat adalah mereka-mereka yang berdiri berdampingan bersama Amerika dan Israel, memberikan dukungan sepenuhnya terhadap isi proposal tersebut. Mereka adalah para penguasa Arab Teluk yang kaya raya. Mereka mendukung proposal Trump dan menyatakan siap untuk menggaji para pejabat Palestina, dengan syarat bahwa para pejabat Palestina itu menyetujui proposal. Dukungan dan kesiapan seperti ini bukan hanya pengkhianatan, melainkan juga penghinaan. Mereka pikir, harga diri, kehormatan, dan kemerdekaan bisa dibeli dengan uang yang tak seberapa.  (os/editorial/liputanislam)

DISKUSI: