Pembubaran FPI: Ketika Islam di Persimpangan Jalan
LiputanIslam.com –Tahun berganti, dan waktupun terus bergulir. Bagi kaum Muslimin Indonesia, akhir tahun 2020 akan dikenang dengan peristiwa politik pelarangan aktivitas Front Pembela Islam (FPF) di seluruh wilayah hukum NKRI. Keputusan ini menyusul peristiwa lainnya, yaitu penahanan terhadap pimpinan FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS), serta kasus tewasnya enam anggota FPI di tangan petugas kepolisian.
Salah satu alasan pelarangan FPI adalah keterkaitan lembaga ini dengan gerakan terorisme dan radikalisme Islam. Misalnya, ditunjukkan bagaimana HRS dalam beberapa ceramahnya, menyatakan dukungannya terhadap ISIS. Ia mengatakan bahwa tindakan ISIS (termasuk melakukan pemenggalan terhadap aparat pemerintah) adalah hal yang wajar, dan juga akan dilakukan oleh FPI, jika situasinya mengharuskan demikian. Ada juga jejak digital yang menunjukkan bahwa sejumlah anggota FPI (termasuk di dalamnya ada Munarman, Sekjen FPI) menyatakan berbaiat kepada ISIS. Lalu, ada video ‘demo pemenggalan kepala’ atau pura-pura menggorok kepala, yang dilakukan dalam sebuah acara FPI, di mana si ‘pemenggal’ mengenakan seragam FPI.
Dari sisi ini, sangatlah wajar jika FPI itu dibubarkan. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi hukum serta menolak ekstremisme, juga takfirisme, kita layak menyatakan penentangan terhadap berbagai aktivitas yang mencederai wajah Islam. Kita juga menolak segala upaya yang menjadikan Islam hanya sebagai alat dan sarana untuk menggapai tujuan-tujuan di luar Islam. Liputan Islam dalam berbagai artikelnya dengan tegas menyatakan bahwa ISIS dan organisasi semisalnya adalah gerakan jihad palsu. Mereka menjadikan isu Islam dan jihad sebagai kedok yang menutupi wajah asli mereka sebagai budak hawa nafsu dan arogansi.
Tapi, kita juga tentu harus melihat masalah ini secara komprehensif. Seperti gerakan-gerakan lainnya yang mengusung jargon-jargon keislaman, FPI juga telah menaikkan ghirrah keislaman di banyak kalangan. FPI dan juga HTI (serta PKS) mau tidak mau harus diakui telah menaikkan keinginan beragama, terutama di kalangan anak-anak muda, kalangan profesional (kelas menengah) serta kaum intelektual. Bahkan, fenomena hijrah yang terjadi di kalangan selebritis juga dipengaruhi oleh sikap-sikap tegas yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan semisal FPI.
Sayangnya, sebagai sebuah gerakan yang megusung Islam, FPI , HTI, dan yang semisalnya, terjebak kepada legalisasi hoaks/fitnah, takfirisme, dan kekerasan-ilegal. Akibatnya, mereka dengan mudahnya dimainkan oleh pihak-pihak ‘luar’ yang berkepentingan dengan jatuhnya citra Islam. Akibatnya, gerakan FPI mereka memang sudah diprediksi akan membentur kegagalan. Islam tak mungkin bisa disebarkan dengan menghalalkan segala cara. Islam menolak penghalalan segala cara demi mencapai tujuannya.
Kini, setelah HTI dan FPI dibubarkan, ummat Islam Indonesia berada di persimpangan jalan. Meredanya takfirisme dan kekerasan atas nama agama diiringi juga dengan menurunnya ghirrah keislaman. Masyarakat Indonesia saat ini dihadapkan kepada ancaman amoralitas generasi muda, karena gerakan-gerakan yang selama ini sangat sering meneriakkan amar makruf nahi munkar (terlepas dari murni atau tidaknya niat mereka), kini sudah tidak ada lagi. Maka, menjadi kewajiban kelompok-kelompok Islam moderatlah untuk tampil mengisi kekosongan yang tercipta akibat dibubarkannya FPI.
Islam kini berada di persimpangan jalan. Menjadi mulia atau malah terpuruk, semuanya bergantung ummat Islam Indonesia sendiri. Selamat tahun baru 2021! (os/editorial/liputanislam)