Pelajaran Penting dari Krisis Suriah
LiputanIslam.com –Prahara yang melanda Suriah masih menyisakan banyak sekali persoalan. Keberhasilan tentara dan rakyat Suriah menghancurkan para teroris di negeri Syam bukan berarti bahwa masalah yang melanda bangsa itu sudah selesai. Entah perlu berapa tahun diperlukan untuk membangun kembali infrastruktur negeri yang porak poranda, menghidupkan lagi sektor ekonomi, memulangkan para pengungsi, mengobati orang-orang sakit, menghilangkan trauma, mengurus para teroris dan keluarganya yang tersisa, serta banyak lagi pekerjaan rumah lainnya.
Bagi banyak pihak lainnya di dunia, termasuk bangsa Indonesia, krisis Suriah ini memberikan banyak sekali pelajaran. Pertama, adalah soal kewaspadaan kita terhadap adanya intrik politik dan konspirasi yang dilakukan adidaya dunia, yaitu AS. Krisis Suriah membuka kedok betapa AS, Zionis Israel, dan sekutu-sekutunya senantiasa menggelar beragam konspirasi untuk melanggengkan kekuasaan dan mendukung berbagai kepentingan Zionis Israel di Timur Tengah dan Dunia Islam.
Kita bisa melihat betapa krisis Suriah ini telah mengalihkan perhatian dunia Islam dari isu pembelaan terhadap Palestina menjadi isu sektarian Sunni-Syiah. Akibatnya, Suriah yang selama ini menjadi satu-satunya negara Arab-Muslim yang secara resmi menjadi salah satu poros perlawanan terhadap Zionis Israel, kini menjadi negara yang hancur lebur. Front-front pertempuran dari mereka yang selama ini begitu gigih membela Palestina dan Islam, berpindah dari Palestina ke Suriah.
Pelajaran kedua dari krisis Suriah ini, kita jadi tersadarkan betapa radikalisme dan takfirisme sangat efektif digunakan oleh AS dan sekutu-sekutunya untuk memorak-porandakan barisan ummat Islam. Kita jadi sadar bahwa masih ada di kalangan ummat Islam yang dengan mudahnya diadu domba dengan isu dan fitnah murahan. Mereka masih memiliki mental sebagian dari pendahulu kita di masa penjajahan fisik, di mana mereka dulunya dengan mudahnya dipecah-belah dan akhirnya menjadi lemah.
Pelajaran ketiga dari krisis Suriah, kita juga jadi tahu, betapa ghirrah dan isu kebangkitan ummat Islam itu ibarat pisau bermata dua. Ia bisa berbalik menjadi sebuah narasi yang kontra produktif dan justru merugikan Islam itu sendiri manakala isu ini dipegang oleh orang-orang yang bodoh, yang hanya mengandalkan semangat, tapi miskin nalar.
Lihatlah, betapa mereka dengan mudahnya termakan isu sektarian Sunni Syiah, setelah mendapatkan info, gambar, dan video hoax tentang “kekejaman Assad yang Syiah dalam membantai rakyatnya yang Sunni”. Mereka lalu berbondong-bondong pergi ke Suriah dengan niat berjihad di jalan Allah. Nyatanya, mereka malah membunuh saudara-sudara sesama Muslim. Mereka tetap percaya kepada fitnah murahan itu, bahkan ketika sudah ditunjukan berbagai bantahan atasnya. Mereka tetap percaya kepada narasi hoax itu, meskipun tak mampu menjawab bantahan yang sudah disampaikan. Sungguh miskin nalar orang-orang itu.
Dari sisi ini, miskinnya nalar tersebut menjadi PR besar buat ummat Islam yang mengaku progresif dan ingin menjalani agama ini secara komprehensif (kaafah). Jika hanya bermodalkan semangat saja, keinginan mereka tersebut malah berpotensi merusak Islam itu sendiri. Lihatlah, betapa saat ini muncul kecurigaan dan kebencian dari publik dunia terhadap sejumlah terma yang terkait dengan ghirrah kebangkitan ummat Islam, seperti terma-terma jihad, kaafah, hijrah, khilafah, dan lain sebagainya.
Krisis Suriah telah menciptakan banyak sekali kerusakan. Semoga ummat Islam bisa mengambil pelajaran penting dari krisis ini. (os/editorial/liputanislam)