Mercer Street dan Kekhawatiran AS terhadap Sosok Raisi
LiputanIslam.com –Kawasan Timur Tengah kembali memanas. Trio sekutu AS, Israel, dan Inggris kembali membuat situasi di kawasan kaya minyak itu tegang. Sebuah kapal tanker minyak berbedera Zionis Israel Mercer Street dilaporkan mendapatkan serangan saat sedang berlayar di Laut Oman. Laporan menyebutkan bahwa serangan itu, selain merusak sebagian kapal, juga menewaskan dua awak kapal berkebangsaan Inggris dan Rumania. Inggris bersama AS dan Israel langsung menyatakan bahwa Iran adalah pelaku serangan dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone). Ketiga negara sekutu itu juga menyampaikan ancaman bahwa Iran harus menerima konsekwensi serius dan tanpa jeda akibat serangannya itu.
Iran menolak tuduhan tersebut. Ada sejumlah bantahan yang disampaikan, misalnya, soal tak adanya bukti bahwa proyektil sisa dari serangan tersebut terkait dengan senjata buatan Iran. Tuduhan bahwa Iran ada di balik serangan ke kapal tanker itu hanya berdasarkan kepada fakta sikap keras Iran kepada Zionis Israel. Iran memang berkali-kali menyatakan bahwa negaranya memiliki kemampuan untuk melakukan serangan kepada fasilitas-fasilitas Israel. Tapi, betulkah bahwa adanya pernyataan Iran seperti itu cukup untuk dijadikan bukti bahwa segala serangan terhadap kepentingan Israel dipastikan melibatkan Iran? Tentu tidak demikian.
“Musuh” Israel itu sangat banyak, bukan hanya Iran. Kecaman, kutukan, dan ancaman berkali-kali dilontarkan oleh banyak sekali pihak di dunia terhadap Israel. Dan itu adalah sikap yang sangat wajar, mengingat kejahatan yang berkali-kali ditunjukkan oleh Zionis Israel selama lebih dari tujuh puluh tahun terakhir ini. Maka, Israel memang seharusnya siap untuk menerima konsekwensi akibat tindakan arogan dan anti kemanusiaannya itu.
Kemudian, hal absurd lainnya dari tuduhan Israel (bersama AS dan Inggris) itu adalah terkait tidak sinkronnya gambar-gambar yang ditunjukkan terkait kerusakan kapal dengan berita yang disiarkan. Gambar-gambar itupun juga tidak bisa diverifikasi, apakah memang betul merupakan gambar dari kapal tanker yang terkena serangan, atau sebenarnya gambar tersebut berasal dari tempat lain, dan di waktu yang lain.
Soal manipulasi gambar, kita tentu sangat mafhum dengan kelicikan AS. Negara ini punya reputasi yang sangat buruk soal hoax. Saat Perang Teluk tahun 1990, AS melakukan kebohongan soal bayi-bayi yang dilempar dari inkubator rumah sakit Kuwait. Lalu, invasi ke Irak tahun 2003 juga didasarkan kepada gambar-gambar palsu yang katanya merupakan citra satelit yang akurat, tentang keberadaan pabrik-pabrik senjata bilologis di Irak. Belakangan, ketahuan bahwa itu adalah gambar-gambar palsu. Lalu, yang paling aktual adalah ulah AS dan Inggris yang membiayai White Helmets dalam pembuatan banyak sekali hoax tentang apa yang mereka sebut sebagai “kekejaman Presiden Suriah Bashar Assad”, yang memicu krisis kemanusiaan di negara itu.
Kini, skenario yang sama sepertinya akan digelar oleh tiga negara sekutu erat itu. Maka, pertanyaannya: apakah provokasi itu akan berlanjut kepada ketegangan yang lebih parah di Timur Tengah? Apakah retorika-retorika dari para pemimpin AS, Inggris, dan Israel, akan berujung kepada serangan ke Iran? Sepertinya tidak. Iran sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan Irak ataupun Suriah. Ancaman-ancaman seperti itu hampir pasti hanya akan berhenti kepada retorika dan gertakan semata. Terlalu besar resiko yang harus ditanggung Israel, Inggris, dan AS kalau sampai harus menyerang Iran.
Kelihatannya, ancaman-ancaman itu hanya akan memberikan sedikit gangguan kepada Iran yang sebentar lagi akan punya presiden baru bernama Ebrahim Risis, dan dikenal sebagai sosok konservatif. Dalam perspektif Barat (AS), konservatif bermakna “keras” terhadap AS dan sekutu-sekutunya.
Jadi, ancaman-ancaman itu sepertinya lebih merupakan ekspresi kekhawatiran AS, Inggris, dan Israel, ketimbang sebuah ancaman bagi Iran. (os/editorial/liputanislam)