Joserizal, Palestina, dan Suriah
LiputanIslam.com –Aktivis kemanusiaan Joserizal Jurnalis telah tutup usia. Wafatnya Joserizal menorehkan rasa duka dan kehilangan di banyak kalangan. Joserizal adalah pendiri dan pembina MER-C (Medical Emergency Rescue Committee), sebuah organisasi kemanusiaan yang banyak memberikan pertolongan medis di wilayah-wilayah konflik, seperti Ambon, Maluku, dan Mindanao. Selain itu, MER-C juga memberikan bantuan medis di Timur Tengah, seperti di Afghanistan, Irak, dan Gaza. Di Gaza, Palestina, MER-C adalah inisiator utama pembangunan Rumah Sakit Indonesia di kota itu.
Joserizal dikenal sebagai sosok yang idealis serta memiliki komitmen kepada Islam dan kemanusiaan. Untuk melaksanakan idealismenya itu, Joserizal sering terjun langsung ke kawasan-kawasan konflik; yang sebenarnya sangat berbahaya dan bisa merengut nyawanya. Ia mencita-citakan MER-C menjadi lembaga kemanusiaan dengan sifat profesional, amanah, netral, mandiri, sukarela, dan memiliki mobilitas tinggi. Sebuah cita-cita yang langka, mengingat sebagian besar lembaga kemanusiaan didirikan untuk tujuan-tujuan partisan. Lebih parah lagi, ada lembaga kemanusiaan yang hanya menjadi kedok untuk kepentingan politik dan bisnis para aktivisnya.
Prestasi yang ditorehkan MER-C sangat fenomenal. Tercatat, lebih dari 124 misi kemanusiaan telah dikirim ke kawasan-kawasan yang rawan. Selain ke berbagai daerah di Indonesia, tim MER-C juga pernah pergi ke Afganistan, ke Irak, Iran (di bawah naungan Departemen Kesehatan RI), Thailand, Kashmir, Lebanon Selatan, Sudan, Somalia, dan Palestina (pada saat agresi militer Israel ke Jalur Gaza). Jika tidak sedang ada halangan atau bentrok waktu, Joserizal selalu hadir langsung memimpin misi-misi kemanusiaan itu. Ia sangat menghindari perilaku “broker amanah”, yaitu satu perilaku di mana seseorang atau sebuah lembaga hanya berkoar-koar soal perlunya memberikan bantuan kemanusiaan untuk sebuah wilayah konfik, akan tetapi, ia atau lembaga tersebut enggan pergi langsung ke wilayah konflik, dengan berbagai alasan.
Joserizal juga sangat berkomitmen untuk bersikap netral saat memberikan bantuan kepada korban konflik. Hanya saja, sebagai seorang aktivis kemanusiaan, Joserizal mau tidak mau harus punya pandangan politik. Pilihan Joserizal untuk aktif memberikan bantuan kemanusiaan itu pastilah didasarkan kepada sebuah pemikiran dan ideologi tertentu. Dari sisi inilah Joserizal dan MER-C kemudian dikenal juga sebagai aktivis pro-Palestina. Ketika konflik yang terjadi adalah antara penjahat dan korban, justru sangat absurd jika kita tetap bersikap netral. Harus ada keberpihakan yang ditunjukkan kepada mereka yang sebenarnya menjadi korban. Juga, harus ada ketegasan menolak perilaku kriminal.
Sebagai ‘orang lapangan’, Joserizal juga dikenal sebagai orang yang objektif. Ia menghimpun data setelah mengalaminya secara langsung; bukan hanya berdasarkan informasi melingkar dari pihak lain. Ia juga menolak informasi palsu, karena melihat secara langsung fakta yang berbeda dengan informasi tersebut, meskipun informasi palsu itu tersebar sedemikian masif dan disebar secara berulang-ulang.
Dalam krisis Suriah, misalnya, Joserizal dikenal memiliki perbedaan pendapat dan pandangan dengan sejumlah aktivis Muslim di Indonesia. Joserizal menolak isu konflik Sunni-Syiah, karena ia pernah datang langsung ke Lebanon Selatan, bertemu dengan para pejuang Hizbullah. Ia juga mengunjungi Iran dan hadir dalam berbagai pertemuan dengan LSM-LSM pro Palestina. Ia melihat secara langsung, bagaimana orang-orang Syiah itu punya komitmen yang sangat kuat untuk mendukung perjuangan kaum Muslimin Sunni Palestina. Ia melihat, bagaimana pendukung utama HAMAS dan Jihad Islami justru adalah Iran, Hizbullah, dan pemerintahan Bashar Al-Assad.
Dokter Joserizal telah tiada. Semoga segala amal kebaikannya diterima oleh Allah SWT. Kita berharap para penerus gerak perjuangan beliau tetap tegar dalam melangkah, agar rasa kemanusiaan dan fitrah kebaikan kita tetap terjaga. (os/editorial/liputanislam)