Perang dan Gas Alam: Invasi Israel Untuk Kuasai Gaza
Prof. Michel Chossudovsky*
Apa sebenarnya tujuan Israel memblokade Gaza, membombardirnya terus-menerus? Jawabannya ternyata terkait dengan penguasaan sumber gas yang kaya di lepas pantai Gaza.
Empat tahun yang lalu (2009), Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza, membombardirnya habis-habisan. Serangan yang diberi sandi “Operation Cast Lead” (Operasi Menuang Timah) itu memberikan kesempatan kepada Israel untuk menguasai sumber gas Palestina, yang jelas melanggar hukum internasional.
Setahun setelah “Operation Cast Lead”, Tel Aviv mengumumkan ditemukannya ladang gas Leviathan di timur Mediterrania, di “lepas pantai Israel.” Saat itu diumumkan bahwa ladang gas itu: “ … ladang paling utama yang pernah ditemukan di wilayah Levantine Basin, yang luasnya 83.000 kilometer persegi, di kawasan Mediterrania.”
Bila digabungkan dengan ladang gas Tamar, di lokasi yang sama, ditemukan pada tahun 2009, ladang gas ini memberikan prospek yang sangat menguntungkan bagi Israel dan bagi perusahaan-perusahaan minyak, Noble Energy and partners Delek Drilling, Avner Oil Exploration dan Ratio Oil Exploration.
Dan, ladang gas Gaza adalah bagian dari ladang gas yang ‘ditemukan’ tersebut. Baru-baru ini terungkap bahwa Israel telah ‘menggabungkan’ ladang gas milik rakyat Gaza itu dengan ladang gas yang ‘dimiliki’ Israel (lihat peta di bawah ini).
Perlu dicatat bahwa garis pantai timur Mediterrania yang memanjang dari Sinai-Mesir hingga Suriah, memiliki kekayaan gas dan minyak yang sangat kaya.
Siapa Sesungguhnya Pemilik Ladang Gas?
Isu kedaulatan Gaza atas ladang gas itu sangat krusial. Dari sudut pandang hukum legal, ladang gas itu adalah milik rakyat Palestina.
Kematian Yasser Arafat, menangnya Hamas dalam pemilu, dan melemahnya Otoritas Palestina telah memberi peluang Israel untuk secara de facto mengontrol cadangan gas di lepas pantai Gaza.
British Gas (BG Group) telah menjalin kontrak eksplorasi gas dengan rezim Tel Aviv. Dalam hal ini, pemerintahan Hamas telah dilangkahi. Pada 2006, British Gas disebut-sebut hampir menandatangani kontrak untuk mengekspolrasi gas Gaza dan membawanya ke Mesir. Sebagaimana dilaporkan Times (23 Mei 2007), PM Inggris, Tony Blair, telah mewakili Israel dalam bernegosiasi dengan Mesir.
Awalnya, dalam perjanjian dengan British Group, ada klausul bahwa sebagian keuntungan diberikan kepada Otoritas Palestina (kala itu perjanjiannya ditandatangani pula oleh Yaser Arafat). Namun, Tel Aviv tidak berniat membagi hasil ladang gas itu dengan Palestina. Sebuah tim negosiator Israel kemudian dibentuk untuk membatalkan perjanjian itu sehingga tidak ada lagi keuntungan yang akan mengalir ke Palestina.
Akibatnya, BG Group mundur dari negosiasi dan menutup kantor mereka di Israel pada 2008. Pada tahun itu pula (2008), “Operation Cast Lead” direncanakan, dan di saat yang sama, Israel dan BG kembali ke meja perundingan.
Dari sini terlihat bahwa keinginan Israel untuk kembali menduduki Gaza melalui serangan militer, memiliki motif untuk menguasai ladang gas Gaza, yang jelas melanggar hokum international .
*Prof. Michel Chossudovsky adalah analis politik internasional dari Kanada, analisis-analisisnya dimuat di Global Research