Fenomena ‘Kelelahan Zoom’ Selama Pandemi, Apa Itu?
Jakarta, LiputanIslam.com—Akibat anjuran physical distacing dan WFH selama pandemi virus corona, banyak orang melakukan kegiatan video conference untuk beraktivitas sehari-hari. Namun, aktivitas baru ini ternyata berefek buruk bagi psikologi manusia, apakah itu?
Ledakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari penggunaan video conference memunculkan istilah baru yaitu “Zoom fatigue” atau kelelahan zoom.
Istilah itu merujuk pada sifat kelelahan yang muncul saat banyak melakukan video conference. Walau memakai zoom, istilah tersebut juga berlaku jika menggunakan Google Meets, Skype, FaceTime, atau aplikasi panggilan video call lainnya.
Andrew Franklin, asisten profesor ilmu psikologi siber di Norfolk State University menjelaskan, hasil eksperimen sosial terkait penggunaan video call menunjukkan bahwa interaksi virtual bisa sangat memengaruhi otak.
“Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa manusia benar-benar kesulitan karena hal ini,” katanya.
Menurut Franklin, orang-orang saat ini terkejut dengan betapa sulitnya melakukan panggilan video yang terbatas pada layar kecil dan banyaknya gangguan, seperti koneksi, suara, dan lainnya.
Selama tatap muka, otak sebagian berfokus pada kata-kata yang diucapkan, tetapi juga memperoleh makna tambahan dari lusinan isyarat non-verbal, seperti melihat gerak gerik tubuh lawan bicara, gelisah saat berbicara, atau lainnya.
Video conference merusak kemampuan yang tertanam ini, dan membutuhkan perhatian yang berkelanjutan dan intens terhadap kata-kata. Jika kualitas videonya buruk, harapan untuk mendapatkan sesuatu dari ekspresi wajah akan hilang.
Tampilan multiple display juga memperbesar masalah Zoom fatigue. Tampilan kotak-kotak kecil di mana semua peserta rapat tampil dengan berbagai gaya menantang visi sentral otak, dan memaksanya untuk memecahkan kode begitu banyak orang sekaligus.
Franklin menyebutkan, perhatian parsial yang terus-menerus bisa disebut sebagai jenis multi-tasking yang membutuhkan fokus otak. Bagi sebagian orang, perpecahan fokus yang berkepanjangan dapat menciptakan rasa bingung.
Otak menjadi kewalahan oleh rangsangan berlebih yang tidak dikenal sambil menjadi kelebihan fokus pada pencarian isyarat non-verbal yang tidak dapat ditemukan. Itulah sebabnya panggilan telepon tradisional mungkin kurang membebani otak karena hanya menyampaikan suara. (ra/radarindo)