Gus Mus: Islam Nusantara Beranjak Dari Tradisi Pesantren
Depok, LiputanIslam.com– Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) menyatakan bahwa Islam Nusantara beranjak dari tradisi pesantren. Bahkan menurutnya, jauh sebelum Nahdlatul Ulama (NU) lahir sudah ada kiai-kiai kampung yang menularkan ajaran Islam Nusantara.
Hal itu disampaikan Gus Mus pada acara peringatan Maulid Nabi Muhammad, Haul Sewindu Gus Dur, Harlah ke-92 NU, dan Haul ke-21 tokoh NU Depok H Ismail Taufik, di Pondok Pesantren Ar-Ridho, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, seperti dilansir NU Online, pada Jumat (26/1).
Gus Mus menjelaskan bahwa istilah kiai dicetuskan pertama kali oleh orang Jawa. Orang-orang Jawa ketika memanggil siapa atau apa pun yang dihormati dengan sebutan kiai. Misalnya keris, tombak, kereta, dan bahkan kerbau. Menurutnya, kiai merupakan sebutan untuk orang-orang yang mulia.
“Nah, ada orang yang sangat baik, akhlaknya mulia, maka disebut kiai. Mulai dari berobat sampai minta jodoh, semua datang ke kiai. Kalau ada orang di daerah lain menyebut kiai, maka itu pasti meniru orang Jawa. Kiai bukan artinya ulama, itu istilah budaya. Kiai tidak ada padanan kata yang pas dalam bahasa Arab,” ujarnya.
Sebagian besar orang yang disebut kiai, lanjut dia, merupakan sosok yang memiliki akhlak dan ilmu yang berasal dari sumber asli yakni, Nabi Muhammad. Kemudian, ilmunya itu memiliki sanad hingga ke Allah dan bisa dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. “Kiai-kiai itu punya ciri yang sama karena cerminnya, panduannya, dan panutannya adalah Nabi Besar Muhammad,” ucapnya.
Ia juga mengatakan bahwa Allah tidak pernah memuji Nabi Muhammad karena alasan ketampanannya, kekayaaan, atau pun kecerdasan intelektualnya, tetapi Nabi Muhammad dipuji karena akhlaknya. “Kalau baca Al-Qur’an, dari Al-Fatihah hingga Annas, anda tidak akan pernah menemukan Rasulullah dipuji Allah karena kegantengannya yang melebihi Nabi Yusuf. Tetapi akhlaknya. Innaka la’ala khuluqin adzhim,” ungkapnya.
Gus Mus menambahkan, Nabi sendiri tidak mendapat pujian berupa kecerdasan melainkan karena akhlak mulianya. Sebab, agama adalah akhlak. “Makanya sekarang kalau ada yang ngaku ulama tapi akhlaknya buruk, jelas itu tidak mengikuti ajaran yang dibawa Kanjeng Nabi,” jelasnya. (Ar/NU Online).